spot_img
BerandaFatwa & KonsultasiAborsi Menurut Hukum Islam

Aborsi Menurut Hukum Islam

PERTANYAAN: Assalamu’alaikum Pak Kiai. Bagaimana hukumnya jika kita menggugurkan anak dalam kandungan karena takut malu sebab hasil di luar nikah atau sebab pemerkosaan, Wassalam dari Idrus Abdul Qadir – Nusa Tenggara Barat (NTB).

Jawaban:
Aborsi

Aborsi dalam bahasa Arab disebut juga dengan Al-ijhadh; Isqath (الإجهاض ؛ إسقاط ; Abortion). Sepakat seluruh ulama menggugurkan kandungan (Aborsi) tanpa sebab ‘Udzur (العذر، حجة ، ذريعة ; excuse; pretext, pretense, plea), jika usia kandungan sudah mencapai setelah umur 120 hari dari awal kehamilannya maka hukumnya adalah “Haram”. Bagi pelakunya yang menggugurkan dan yang meminta digugurkan dapat dijerat dengan hukum pidana, sama hukumnya seperti pelaku pembunuhan (menghilangkan nyawa orang lain). Allah Swt berfirman,

….. مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا …… {المائدة [٥] : ٣٢}

……Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (bukan karena Qishash) atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi (pelaku zinah yang sudah menikah, Teroris, Begal [Mafia], gembong Narkoba, dll), maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya….(QS. Al-maidah [5] : 32)
Jangankan membunuh manusia yang sangat diharamkan, merubah ciptaan Allah saja seperti operasi pelastik (kecantikan) pada manusia tanpa sebab ‘udzur Syar’i, adalah diantara perbuatan yang di laknat oleh Allah Swt, sebagaimana Firman-Nya,

لَعَنَهُ اللهُ وَقَالَ لأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادَكَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا {١١٨} وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ اْلأَنْعَامِ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبَينًا {١١٩} يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَايَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا {١٢٠} أُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلاَيَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا {١٢١} (النسآء [٤] : ١١٨-١٢١)

“ (perbuatan)yang dila’nati Allah dan syaitan itu mengatakan (mengajak manusia): “Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari dari padanya” (QS. An-Nisa’ [4] : 118-121)

Hukum aborsi menurut Madzhab Ahlussunnah Waljama’ah:

1.Madzhab Imam Hanafi:

Hukumnya adalah “Mubah;boleh” yaitu diperbolehkan menggugurkan kandungan (tanpa sebab ada ‘udzur) selagi belum ada tanda-tanda kehidupan, dan belum mencapai usia kandungan setelah berumur 120 hari, sebab janin yang belum mencapai usia ini belum dikatakan manusia, karena belum adanya ruh pada janin. Ada pendapat sebahagian ulama Madzhab ini hukumnya adalah “Makruh” jika menggugurkannya tanpa sebab ada ‘udzur. Namun jika dalam penggugurannya tanpa sebab ‘udzur malah mendatangkan mudorat maka hukumnya adalah berdosa.

Sebab-sebab ‘udzur diantaranya, dikhawatirkan karena mengancam kesehatan ibu sebab penyakit yang ganas, atau dapat menyebabkan janin cacat, dan sebagainya. Sebagian ulama ini pula menyatakan mutlak hukumnya adalah “Mubah ; boleh” jika menggugurkan kandungan karena sebab ‘udzur (darurat).

2.Madzhab Imam Malik

Menggugurkan kandungan menurut pendapat yang mu’tamad (المعتمد ; reliable, trustworthy; authentic) dalam madzhab ini hukumnya adalah “Haram” meskipun usia kandungan belum mencapai 40 hari. Karena seperma yang sudah masuk kedalam rahim wanita tidak boleh dikeluarkan. Sebahagian kecil ulama Madzhab ini memandangnya hanya “Makruh” saja. Namun mereka semua sepakat secara Ijma’ (الإجماع ; consensus [of Moslem legal scholars on a legal question]) jika kandungan yang digugurkan sudah ada ruh, maka mutlak hukumnya adalah “Haram”. Pendapat ini juga didukung oleh Imam Al-Ghazali dan Madzhab Zhahiriyah (Imam Dawud Zhahiri; w, 270H-883M).

3.Madzhab Imam Syafi’i

Diperbolehkan namun hukumnya adalah “Makruh” menggugurkan kandungan apabila sudah mencapai pada usia antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilannya, dengan syarat jika ada persetujuan dari suami dan isteri, dan jika tidak mendatangkan kemudoratan dalam penggugurannya. Namun jika usia kandungan seteleh diatas empat puluh harian (antara 40, 42, dan 45 hari dari awal kehamilan) digugurkan, maka mutlak hukumnya adalah “Haram”.

Menurut Imam Ar-Ramli (Imam Syamsuddin Ar-Ramli ulama Madzhab Imam Syafi’I asal Mesir, w: 1004H/1596M, diantara karya beliau “Nihayah Aalmuhtaj Ila Syarh Almuhtaj”): “Boleh menggugurkan kandungan selama janin belum ada ruh. Dan mutlak hukumnya adalah “Haram” jika menggugurkan janin yang sudah memiliki ruh”. Pendapat ini sama dengan Madzhab Imam Hanafi.
Menurut Imam Al Ghazali (Abu Hamid Muhammad Alghazali ulama Madzhab Imam Syafi’I, W: 505H/1111M): “Menggugurkan kandungan mutlak hukumnya adalah “Haram”, ini sama dengan perbuatan pidana pembunuhan terhadap bakal calon janin manusia”

4.Madzhab Imam Ahmad bin Hanbam (Hanabilah)

Pendapat madzhab Hanabilah sama dengan pendapat Madzhab Imam Hanafi. Mereka perpegang bolehnya menggugurkan kandungan selama masa 4 bulan pertama (120 hari) dari awal kehamilan. Namun jika janin berusia sudah mencapai lebih dari 120 hari atau sudah ada ruh (tanda-tanda kehidupan) hukumnya adalah “Haram”. (lihat dalam kitab, Bujairimi Alkhatib, Syarah Shahih Muslim, Nihayah Almutaj, Tuhfatul Muhtaj Ibnu Hajar, Ihya’ Ulumuddin Imam Al-Ghazali, Alfiqhu Alislami Wa-Adillatuhu, dll)

Syarat Bolehnya Aborsi (Menggugurkan Kandungan)

Otoritas Negara harus dapat menjamin perlindungan dan kemaslahatan bagi rakyatnya. Dan rakyat harus patuh terhadap Negara dan seluruh perangkat undang-undang yang telah ditetapkan yang tidak bertentangan dengan hukum syari’at Islam yang telah disepakati oleh lembaga ulama yang berkompeten. Allah Swt mengisyaratkan didalam firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَ أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {النسآء [٤] : ٥٩}

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (para ulama & pemerintah) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. Annisa’ [4] : 59)

Begitu juga di dalam Ayat lain diwajibkannya rakyat untuk patuh terhadap keputusan ulama dan pemerintah, sebagaimana Firman Allah Swt sebagai berikut,

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرُُ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً {النسآء [٤] : ٨٣}

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (Para ulama & pemerintah) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan para ulama & pemerintah]). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)” (QS. Annisa’ [4] : 83)

Dari Ayat Alqur’an di atas maka jelaslah, diantara syarat diperbolehkannya menggugurkan kehamilan jika undang-undang Negara (undang-undang kesehatan) yang membolehkan aborsi tidak bertentangan dengan keputusan dari kesepakatan fatwa ulama yaitu dari lembaga ulama yang berkompeten. Jika undang-undang Negara (undang-undang kesehatan) bertentangan dengan hasil keputusan lembaga ulama yang berkompeten maka mutlak hukumnya adalah “Haram”.

Aborsi yang diperbolehkan selagi usia kandungan belum mencapai setelah umur 120 hari dari awal kehamilannya (sebelum adanya ruh pada janin). Dan menggugurkan setelah janin berusia diatas 120 hari (sudah adanya ruh), maka hukumnya adalah “Haram”. Bagi pelakunya yang menggugurkan dan yang meminta digugurkan dapat dijerat dengan hukum pidana, sama hukumnya seperti pelaku pembunuhan (menghilangkan nyawa orang lain). Diantara Aborsi yang boleh atau tidak boleh dilakukan diantaranya sebagai berikut,

1.Malu karena hamil diluar nikah sebab perzinahan, meskipun usia wanita yang hamil masih anak dibawah umur. Maka hukumnya mutlak adalah “Haram”. Jika alasannya karena usia anak masih dibawah umur, masih sekolah, masih labil, dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini, maka kedua orang tua baik dari pihak laki-laki dan wanita harus ikut bertanggung jawab menjaga, memelihara dan melindunginya. Jika kedua orang tua mereka wafat atau tidak ada, maka pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada mereka sampai mereka bisa mandiri. Jadi hamil sebab karena pezinahan (suka sama suka) sama ada usianya masih dibawah umur apalagi usia sudah dewasa (apapun alasannya), maka Haram hukumnya digugurkan. Tentang setatus anak hamil di luar nikah dapat dilihat tulisan KH.Ovied. R dengan judul “Hukum Nikah Hamil Diluar Nikah/tahun 2005”

2.Malu hamil karena sebab pemerkosaan dan usia wanita yang hamil masih dibawah umur atau sudah dewasa, maka menggugurkan kandungannya diperbolehkan dengan syarat,
a.Sebagaimana pendapat mayoritas Ulama, boleh menggugurkan kandungan selama janin belum ada ruh (sebelum usia janin mencapai lebih 120 hari dari awal kehamilan). Dan mutlak hukumnya adalah “Haram” jika menggugurkan janin yang sudah memiliki ruh”.

b.Bagi yang ingin menggugurkan kehamilannya harus ada izin dari lembaga yang berkompeten dan payung hukum undang-undang Negara yang membolehkannya.
c.Tempat menggugurkannya (Rumahsakit, atau tempat Bersalin) harus yang sudah mendapat izin dan payung hukum dari pemerintah.

3.Sebab penyakit ganas (seperti penyakit Aids, Kanker, dan penyakit ganas lainnya). Namun jika usia janin sudah berusia diatas 120 hari (sudah adanya ruh), maka tidak boleh digugurkan dan hukumnya adalah tetap “Haram”.

4.Bolehnya menggugurkan kandungan karena udzur yaitu karena alasan kesehatan, seperti dapat menyebabkan kematian sang Ibu, jika janin yang dikandung tidak digugurkan malah keduanya akan mati (anak dan ibunya). Kondisi ini berlaku Kidah “I’tibar Almashalih Wa Dar-ull Mafasid; mendahulukan kemaslahatan, dan meninggalkan kerusakan”. Sebab ‘udzur Syar’I, maka boleh digugurkan meskipun janin sudah ada ruh (usia janin diatas 120 hari) .

KESIMPULAN

Persyaratan aborsi atau untuk menggugurkan kandungan, pemerintah harus ekstra hati-hati dan harus dengan persyaratan yang sangat ketat, tidak mempermudah tanpa ada alasan yang tepat dan juga harus ada batas-batasannya. Jika tidak ada payung hukum dan undang-undang negara yang mengizinkannya dalam masalah aborsi, meskipun terpenuhi syarat bolehnya menggugurkan kehamilan sebagaimana pendapat para ulama di atas, maka hukumnya adalah tetap mutlak “Haram”.

Begitu juga sebaliknya, jika undang-undang Negara membolehkan aborsi, namun bertentangan dengan hasil fatwa para ulama dari lembaga ulama yang berkompeten, maka hukumnya tetap adalah “Haram”.

Pengharaman di atas, karena dapat menimbulkan mudharat yang lebih besar ditengah-tengah masyarakat dan bangsa, seperti timbulnya fitnah, petaka, kematian, dan tidak ada yang dapat mempertanggung jawabkan jika terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Masalah Aborsi harus dalam perlindungan dan payung hukum negara yang tidak bertentangan dengan Fatwa Ulama, adalah menjadi syarat mutlak boleh tidaknya dalam menggugurkan kehamilan (aborsi). Wallahua’lam Bis-Shawab.
KH Ovied R

Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille