BerandaDunia islamMazhab Fiqih Imam Syafi`i yang Terbaik Menurut Rasul

Mazhab Fiqih Imam Syafi`i yang Terbaik Menurut Rasul

Pertanyaan: Assalamu’alaikum, Pak Kiai yang terhormat, Saya melihat ormas Islam Al Washliyah para ulama-ulamanya begitu kental Mazhab Imam Syafi’I dijadikan sebagai rujukan sumber hukum Fiqih. Saya juga pernah membaca di dalam buku panduan AD/ART Al Washliyah periode 2010-2015 tentang Azas dan Aqidah yang menerangkan :

“Al Washliyah berasaskan Islam dalam I’tiqad, dalam hukum Fiqih bermadzhab Ahlussunnah Waljama’ah dengan mengutamakan Mazhab Syafi’i”. Yang saya pertanyakan, kenapa terlalu kaku dan berlebihan memegang Mazhab Imam Syafi’I di kalangan Al Washliyah, apa sebaiknya tidak perlu memakai Madzhab, cukup merujuk kepada Alqur’an dan Sunnah saja.
Wassalam, Thohir Ritonga, Pematang Siantar, Sumut.

Jawaban:
Perlu dipahami tentang bermadzhab dengan baik. Bukan berarti orang yang berpegang kepada madzhab fiqih para Imam Madzhab Ahlussunnah Waljama’ah berarti mereka meninggalkan Alqur’an dan Sunnah. Justru orang yang mengatakan cukup hanya berpegang kepada Alqur’an dan Alhadis (Assunnah) saja mereka adalah golongan orang-orang yang keluar dari pedoman Alqur’an dan Sunnah itu sendiri. Sebagaimana Allah Swt berfirman,

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرُُ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً {النسآء [٤] : ٨٣}
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (Para ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan para ulama [Ulil Amri]). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)” (QS. Annisa’ [4] : 83)

Ayat ini menegaskan kita harus mengikuti dan meminta petunjuk baik tentang perkara dunia (sosial,politik, budaya, dll) maupun tentang perkara agama kepada para ulama-ulama shaleh. Jika kita mengabaikannya maka langkah-langkah setanlah yang akan menjadi rujukan dan kiblatnya.

Ayat lain Allah Swt menerangkan wajibnya kita mengikuti Allah Swt, Rasulullah dan Ulil Amri (Para ulama), sebagaimana firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَ أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {النسآء [٤] : ٥٩}
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (para ulama) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. Annisa’ [4] : 59)

Ayat di atas yang yang dimaksud dengan “Ulil Amri ( أُوْلِى اْلأَمْرِ ) menurut Ibnu Abbas, Alhasan, Mujahid dan Ad-dhahaq adalah para ulama yang mengeluarkan fatwa tentang hukum-hukum syari’at Islam (p, 260, Al Ijtihad Fi Alislam : Ushuluhu-Ahkamuhu-Afaquhu, Dr. Nadiyah Syarief Alumri)

Ayat lain menyebutkan, Allah Swt berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ {الحجرات [٤٩] : ٦}

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Alhujarat [49]: 6)
Ayat di atas Allah Swt menyuruh kita mengikuti para ulama yang shalih bukan orang-orang yang fasiq. Orang fasiq memiliki ciri –ciri diantaranya, adalah mereka yang meninggalkan perintah wajib didalam Islam seperti tidak mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman dan sengaja melakukan perbuatan-perbuatan dosa-dosa besar seperti berzinah, berbuat syirik kepada Allah Swt, membunuh, memakan riba, melakukan sihir (perdukunan), memakan harta anak yatim, dll.
Ayat lain yang yang tegas, bahwa Allah Swt memerintahkan kepada kita agar mengikuti para ulama-ulama yang shaleh dan ancaman yang amat buruk bagi yang tidak mau mengikuti akan ajaran syari’at Allah Swt kelak di akhirat. Sebagaimana firmannya,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا . وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَآءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا {الكهف [١٨] : ٢٨-٢٩}

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya (para ulama-ulama shaleh); dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. 29. Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Alkahfi [18] : 28-29)

Kedudukan para ulama adalah sebagai pewaris para Nabi dan Rasul, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,

إن العلماء ورثة الأنبياء . وإن الأنبياء لم يرثوا دينارا ولا درهما وإنما ورثوا العلم (سنن أبي داود و الترمذي ، ص : ٥٧ ، ، الإجتهاد في الإسلام للدكتورة نادية شريف العمري)

“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi itu, mereka tidaklah mewariskan Dinar dan Dirham (uang dan harta). Mereka para ulama hanya mewariskan ilmu”. (HR. Abu Dawud dan Imam Turmudzi)

Imam Syatibi menyebutkan kedudukan para ulama itu seperti kedudukan pengganti Rasulullah Saw, beliau mengatakan,
وقال الشاطبي : إنه (العلماء) قائم في الأمة مقام النبي صلى الله عليه وسلم للجملة أمور منها: الوراثة في العلم الشريعة بوجه عام ومنها إبلغها للناس و تعليمها للجاهل بها والإنذار بها كذلك منها بذل الوسع في إستنباط الأحكام في مواطن الإستنباط المعروفة . (- ص : ٥٧ ، الإجتهاد في الإسلام للدكتورة نادية شريف العمري ، الطبعة : ٣/ ١٤٠٥ي – ١٩٨٥م ، مؤسسة الرسالة بيروت لبنان .)

“Berkata Imam Syathibi: Para ulama itu kedudukannya di tengah-tengah umat (adalah pemimpin) seperi Nabi Muhammad Saw yang mengatur segala urusan umat diantaranya mewariskan ilmu syari’at secara umum, menyampaikannya kepada manusia, mengajari orang-orang yang belum tau tentang syari’at dan ancaman bagi yang melanggarnya, begitu juga para ulama (pemimpin umat) itu berusaha dengan kesungguhan terus menerus untuk melahirkan Istinbath (kesimpulan) hukum dari sumber hukum Islam yang sudah dikenal”

Dari Ayat-ayat, Alhadis (Sunnah) dan pendapat para ulama di atas maka jelaslah bahwa kita umat Islam yang awam (tidak mengerti tentang ilmu syari’at) wajib hukumnya mengikuti para ulama Shaleh yang mengerti tentang ilimu-ilmu syari’at Islam. Begitu juga para ulama kita yang tidak memiliki kemapuan untuk berijtihad maka wajib hukumnya mengikuti para Mujtahid yaitu para ulama Madzhab Fikih Ahlussunnah Waljama’ah kita.

Boleh melakukannya dengan cara Talfiq (التلفيق), Tarjih (الترجيه), Ijtihad Jama’I (إجتهاد الجماعي), dan Taqnin (التقنين) dari pendapat para ulama Madzhab Ahlussunnah Waljama’ah yang mu’tabarah seperti Madzhab Imam Hanafi (Bagdad, 80-150 H), Madzhab Imam Maliki (Madinah, 93-179 H), Madhab Imam Syafi’I (Ghaza-Mesir, 150-204 H) dan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal (Bagdad, 164-241 H). Atau memuqaranahkan (Comperative) Madzahab Ahlussunnah dengan Madzhab Islam lainnya yang dekat dengan Ahlussunnah Waljama’ah. Untuk lebih jelasnya lihat Maqalah KH.Ovied. R (Abdul Aziz Mustahafa Dahlan Abdul Lathief Rangkuty) dengan judul “Dewan Fatwa Al Washliyah Sebagai Gerbong Sentral Rujukan Umat – Dasar dan Metode Penetapan Fatwa- April 2010”.

Allah Swt menjelaskan di dalam Alqur’an larangan tegas mengikuti (taqlid buta) kepada orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, sebagaimana Allah Swt berfirman,

وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً {الإسراء [١٧] : ٣٦}

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Alisra’ [17] : 36)

Kedudukan Madzhab Fiqih Imam Syafi’i

Madzhab fikih Imam Syafi’I jika kita lihat dalam sejarah peradaban Islam yang muncul sejak masa Khilafah Islam ‘Abbasiyah (750M-1258M/132H-656H) sampai runtuhnya Khilafah Turki Utsmaniyah bahkan sampai sekarang ini tahun 2015 masyarakat Muslim dunia mayoritas memakai rujukan Fikih Madzhab Imam Syafi’I, seperti: Indonesia jumlah penduduk ± 250 Juta jiwa, mayoritas Muslimnya bermadzab Imam Syafi’I, Malaysia jumlah penduduk ± 29 juta jiwa mayoritas Muslimnya bermadzhab Imam Syafi’I. Negara Berunai Darussalam, Singapura, Thailand, Philipina, Kamboja, Miyanmar, Laos, dll mayoritas Muslimnya bermadzhab Imam Syafi’i. Begitu juga Madzhab Imam Syafi’I berkembang di 22 negara-negara Arab (kawasan Teluk Asia, dan Afrika). Begitu juga tidak sedikit menyebar dikawasan Eropa, benua Amerika, negara-negara pecahan Rusia, Rusia, dll.

Universitas Islam tertua di dunia Al Azhar As-Syarief Cairo Mesir sampai sekarang ini mahasiswanya yang didominasi pelajar-pelajar seluruh dunia mayoritas dari segi Fikih mereka bermadzhab Imam Syafi’i. Grand Syeikh (Masyaikh) tertinggi Al Azhar adalah didominasi oleh Imam bermadzhab Imam Syafi’I dari sejak runtuhnya Khilafah Fathimiyah (Syi’ah Ismailiyah) di Mesir oleh Shalahuddin Alayyubi (1171M-1250M/567H-648H). Shalahuddin Alayyubi (Daulah Ayyubiyah) menjadikan madzhab Imam Syafi’I sebagai madzhab resmi negara ketika beliau berkuasa. Shalahuddin Alayyubi juga salah seorang tokoh dalam peradaban Islam sebagai penggagas dan penyebar Madzhab Imam Syafi’I sampai keseluruh dunia melalui gerbong pendidikan Al Azhar As-Syarief Cairo Mesir, namun sejak Mesir dipegang oleh kekuasaan Khilafah Turki Utsmaniyah (1517M-1805M/923H-1220H) Madzhab Hanafi menjadi madzhab resmi negara Mesir.

Saya tidak memperpanjang didalam maqalah ini asal usul dan pendapat para ulama tentang kelebihan madzhab Imam Syafi’i. Untuk mengenal dasar kelebihan madzhab Imam Syafi’I dapat anda membacanya didalam kitab berbahasa Arab yang disusun oleh As-Syeikh Muhammad Nuruddin Marbu Albanjari Almakki (Ulama asal Indonesia) dengan judul “Asma’ Alkutub Alfiqhiyah Lisadatina Al-Aimmah As-Syafi’iyah” terdapat lebih dari 750 ulama-ulama besar bermadzhab Imam Syafi’I yang pemikiran dan karya-karyanya sampai saat ini sudah lebih dari 500 tahun lamanya menjadi rujukan umat Islam dunia.

Diantaranya Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali, Imam Al Mawardi Albashri (yang mengarang kitab :“Alahkam As-Sulthaniyah”), Imam As-Syairazi , Imam At-Thabari (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir wafat: 310H/923M), Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Imam Jalaluddin Al Mahalli, Imam Ar-Rafi’I, Imam Nawawi (Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarifuddin An-Nawawi As-Syafi’I beliau wafat tahun 676H/1277M), pencetus Ilmu kalam Ahlussunnah Waljama’ah ‘Asya’irah yaitu Imam Abu Hasan Al’Asyari (Baghdad, w: 334H/936M) dari segi fikih beliau berkiblat kepada Madzhab Imam Syafi’I. Ibnu Taimiyah mengakui ilmu Kalam Imam ‘Asy’ari lebih baik dari ilmu Kalam Mu’tazilah, Begitu juga ahli Hadis yang sangat terkenal bermadzhab Imam Syafi’I yaitu Imam At-Turmudzi, dll.

Rasulullah SAW Memilih Mazhab Fiqih Imam Syafi’I yang Terbaik

Pendiri Mazhab As-Syafi’I adalah Muhammad bin Idris As-Syafi’I (150M-204H) beliau adalah Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Alqarsyi Al Hasyimi Al Mut-Thalibi bin Al Abbas bin Utsman bin Syafi’ Rahimahullah. Nasab beliau bertemu dengan Rasulullah Saw pada kakeknya Abdu Manaf. Beliau lahir di Ghaza Palestina As-Syam tahun 150H, pada tahun yang sama inipula wafatnya Imam Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi [Hanafiyah]). Beliau Imam Syafi’I meninggal dunia di Mesir pada tahun 204H.

Khabar dari Rasulullah Saw bersabda, Imam Turmudzi meriwayatkan bahwa madzhab Imam Syafi’I terbaik dari madzhab Imam Abu Hanifah dan Imam Malik sebagaimana terdapat di dalam kitab Thabaqat Alfuqaha’ : Abi Ishak As Syairazi, As-Tsabit Wa Almutahawwil oleh Adonis (Ahmad Said), dll. Imam Turmudzi bermimpi bertemu Rasulullah Saw dalam tidurnya pada musim Haji ketika beliau berada di Madinah Nabi Saw bersabda sebagaimana berikut,

تفقهت لأبي حنيفة فرأيت النبي صلى الله عام حججت ، فقلت: يارسول الله قد تفقهت بقول آبي حنيفة أفأخذ به؟ فقال: لا ، فقلت : آخذ بقول مالك بن أنس؟ : فقال : خذ منه ما وفق سنتي . فقلت : فآخذ بقول الشافعي؟ قال : ما هو له بقول إلا أنه أخذ بسنتي ورد على ما خالفها . ومعنى هذا الخبر أن الشافعي أفضل من أبي حنيفة و مالك لأنه لم يقل الفقه برأيه ، بل أخذه من السنة . (ص : ١٧٥ / ج : ١/ الثابت و المتحول بحث في الإبداع و الإتباع عند العرب لأدونس)

“Ketika aku telah memahami madzhab fikih Imam Abu Hanifah. Aku bertemu Rasulullah Saw dalam mimpiku pada musim Haji, aku mengatakan dalam mimpiku : “Ya Rasulullah, aku telah memahami fikih Abu Hanifah, apakah aku ambil pendapat Abu Hanifah?”, Rasulullah Saw berkata: “ jangan”. Llalu aku mengatakan kepada Rasulullah Saw:“ Apakah aku ambil madzhab Imam Malik bin Anas? Rasulullah Saw bersabda:“Ambillah pendapat Imam Malik jika sesuai dengan sunnahku”. Lalu aku bertanya kembali kepada Rasulullah Saw:“Apakah aku ambil pendapat madzhab Imam Syafi’i”? Rasulullah Saw bersabda: “Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’I adalah bersumber dari sunnahku, dan ia menolaknya jika bertentangan dengan sunnahku”. Makna dari Khabar ini Bahwa Madzhab Imam Syafi’I lebih baik dari Imam Hanafi dan Imam Malik. Karena Imam Syafi’I dalam fikihnya tidak mengambil semata-mata dari pemikirannya melainkan dari Sunnah Rasulullah Saw. (Lihat At-Thabaqat Al Fuqaha’ Abi Ishak As Sairazi, As-Tsabit Wa Almutahawwil oleh Adonis, hal: 175)

Khabar di atas berasal dari mimpinya Imam At Turmudzi.Tidak ada ulama yang meragungan keshalihan Imam Turmudzi (Abu ‘Isa Muhammad wafat: 279H/892M) beliau adalah salah seorang Imam ulama perawi Hadis. Beliau murid dari Imam Al Bukhari. Diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Aljami’ As-Shahih”. Menurut Ibnu Taimiyah Imam Atturmudzi adalah orang yang pertama membagi derajat (martabat) kedudukan Hadis ada yang Shahih, Hasan dan Dha’if (p, 37 Qawa’id Ushul Alhadits, oleh Prof.Dr.Umar Hasyim)

Keterangan Khabar Imam Turmudzi di atas bukan berarti Imam madzhab yang lain salah, tidak benar atau kurang baik. Setiap orang berhak menilai atau mencari kebenaran dari hasil ijtihad yang telah dilakukan oleh para ulama madzhab kita. Tidak ada satu madzhabpun yang merasa paling benar dan madzhab lain adalah salah. Mereka para ulama madzhab adalah tempat rujukan seluruh umat Islam, sebagaimana Allah Swt berfirman,

….. فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ {النحل [١٦] : ٤٣}

“…. maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (para ulama) jika kamu tidak mengetahui” (QS. Annahal [16] : 43)

Pengertian Ahlu Az-zikir (أَهْلَ الذِّكْرِ) adalah para ulama yaitu orang yang memiliki ilmu pengetahuan khususnya adalah ilmu syari’at. Dan dari ayat di atas “Ahlu Az-zikir (أَهْلَ الذِّكْرِ)” kalimat ini bersifat umum yaitu menunjukkan pengertian kepada siapa saja ulama atau madzhabnya, tidak mengkhususkan kepada ulama tertentu atau madzhab tertentu. Siapa saja ulama atau madzhabnya, selagi dapat membuktikan dalil dan hujjahnya yang benar dan dapat membawa kepada kemaslahatan umat yang tidak bertentangan dengan Alqur’an dan Assunah, maka itulah yang kita jadikan sebagai rujukan. Karena Allah Swt amat murka kepada siapa saja, jika berbicara atas nama agama tidak memiliki hujjah dan dalil yang benar, sebagaimana Allah Swt berfirman,

الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ وَعِندَ الَّذِينَ ءَامَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ {المؤمن / الغافر [٤٠] : ٣٥}

“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (hujjah atau dalil-dalil yang bersumber dari syari’at) yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. Almukmin/Alghafir [40] : 35)
Siapapun orang yang belum memiliki kemampuan untuk berijtihad, jumhur ulama sepakat wajib hukumnya mengikuti pendapat para Imam Mujtahid, sebagaimana Alamadi mengatakan,

وقال الآمدى : العآمي ومن ليس له أهلية الإجتهاد وإن كان محصلا لبعض العلوم المعتبرة في الإجتهاد يلزمه إتباع قول المجتهدين و الأخذ بفتواه . (ص : ١٨٣/ مجلة الحقوق/الآحكال الآمدي )

“Bagi orang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad, meskipun memiliki sebahagian pengetahuan tentang ilmu cara-cara berijtihad, maka wajib mengikuti pendapat para Imam Mujtahid dan mengambil fatwa-fatwanya” (Al Ahkam Al Amadi)

Kesimpulan

Dari kelebihan madzhab Imam Syafi’I tersebut di atas, Al washliyah menjadikan madzhab tersebut sebagai madzhab fiqih yang terbaik dan yang diutamakan. Meskipun ormas Islam Al Washliyah lebih mengutamakan madzhab Imam Syafi’I, namun dalam hasil fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga “Dewan Fatwa Al Washliyah” tetap menggunakan dan melakukan dengan cara Talfiq (التلفيق), Tarjih (الترجيه), Ijtihad Jama’I (إجتهاد الجماعي), dan Taqnin (التقنين : تدوين القوانين) dari pendapat para ulama Madzhab Ahlussunnah Waljama’ah yang mu’tabarah seperti Madzhab Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Ahmad bin Hanbal, dan ‘Asya’irah dan Maturidiyah (Ilmu Kalam; علم الكلام :Theology) atau memuqaranahkan; Comperative (مقارنة المذاهب) madzahab Ahlussunnah dengan Madzhab Islam lainnya yang dekat dengan Ahlussunnah Waljama’ah, seperti: Zaidiyah (Fiqih), Ja’fariyah (Fiqih), Ibadhiyah (Fikih), Zhahiriyah (Fikih), Mu’tazilah (Ushul Fikih; أصول الفقه).

Warga Al Washliyah dimanapun berada tetap memiliki pendirian yang sangat tegas untuk menjauhkan segala perkara yang mengarah kepada fanatik buta (‘Ashabiyah). Karena fanatik buta adalah tindakan yang sangat tercela didalam Islam, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,

عن جبير إبن مطعم قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “ليس منا من دعا إلى عصبية و ليس منا من قتل على عصبية وليس منا من مات على عصبية” . رواه أبو داود – حديث حسن (ص: ١٥٠٨/ج : ٢/ الفقه الإسلامي وأدلته)

“Rasulullah Saw bersabda: Bukan golongan umatku siapa saja yang mengajak kepada kefanatikan (‘Ashabiyah), dan bukan golongan umatku siapa saja yang membunuh karena kefanatikan, dan bukan golongan umatku jika mereka mati dalam kefanatikan”. (HR. Abu Dawud-Hadis Hasan)

Boleh memiliki, bangga dan berpegang kepada madzhab, organisasi, partai dan golongan tertentu, namun Allah Swt sangat murka kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran karena sebab fanatik buta terhadap kelompok, madzhab, golongan, suku, bangsa, dll, sebagaimana Allah Swt berfirman,

مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ {الروم [٣٠] : ٣٢}

“yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (QS. Arrum [30] : 32)
Ayat lain menyebutkan bolehnya memiliki kelompok atau madzhab tertentu namun murka dan ancaman Allah Swt dunia dan akhirat jika fanatik kelompok atau madzhab yang menyebabkan kita terjebak dalam kemungkaran, sebagaimana Allah Swt berfirman

فَاخْتَلَفَ اْلأَحْزَابُ مِن بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ عَذَابِ يَوْمٍ أَلِيمٍ {الزخرف [٤٣] : ٦٥}

“Maka berselisihlah (berbeda-beda) golongan-golongan (yang terdapat) di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim (yang menjadikan golongannya dalam kemungkaran) yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).” (QS. Az-Zukhruf [43] : 65)

Semoga kita menjadi orang-orang yang selalu mencintai dan mengikuti para ulama-ulama yang shaleh apapun madzhab, kelompok, suku dan negaranya. Semata mata karena Allah Swt. Wallahua’lam Bis-shawab.
KH. Ovied.R
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020.
Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020,
Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta
Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]
Hp: 0813.824.972.35. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com

RELATED ARTICLES

3 KOMENTAR

  1. “Khabar di atas berasal dari mimpinya Imam At Turmudzi.Tidak ada ulama yang meragungan keshalihan Imam Turmudzi (Abu ‘Isa Muhammad wafat: 279H/892M) beliau adalah salah seorang Imam ulama perawi Hadis. Beliau murid dari Imam Al Bukhari. Diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Aljami’ As-Shahih”. Menurut Ibnu Taimiyah Imam Atturmudzi adalah orang yang pertama membagi derajat (martabat) kedudukan Hadis ada yang Shahih, Hasan dan Dha’if (p, 37 Qawa’id Ushul Alhadits, oleh Prof.Dr.Umar Hasyim)”

    Tolong diteliti kembali, yang bermimpi yang dimaksud at Turmudzi di atas bukan Imam at Tirmidzi ahli Hadits itu, tapi Imam Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad bin Nashr at Turmudzi, ahli fikih Iraq, sebab bisa menjadi salah informasi jika tidak ada editing.. Lihat:. (طبقات الفقهاء، ص. ١٠٥ ، دار الرائد العربي بيروت )

    Syukron

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille