FENOMENA seorang wanita mempersuami lebih dari satu sudah lama terjadi. Dari ribuan tahun yang lalu perbuatan ini sudah ada, meskipun sangat jarang dijumpai di masyarakat. Berbeda dengan laki-laki yang biasa melakukan nikah lebih dari satu istri (polygamist; Ta’addud Zaujaat;.
Fitrah wanita tidak akan dapat lari dari kodratnya sebagai wanita yaitu tidak mungkin melakukan perkawinan bersuami lebih dari satu yang biasa kita sebut dengan poliandri (polyandry; Ta’addud Al-azwaaj ;). Jikapun mereka tetap mau melakukan tindakan keji dan batil seperti poliandri ini, secara pshikologi mereka akan menemukan berbagai benturan dan kendala besar diantaranya:
1.Fitrah laki-laki memiliki kecemburuan yang tinggi. Sifat cemburu laki-laki terhadap pasangan atau istrinya merupakan harga diri yang tidak dapat digantikan oleh apapun. Jika ada laki-laki yang pasangannya (Istrinya) diganggu orang lain, lalu ia tidak cemburu dan menganggap perbuatan itu biasa saja, berarti ada yang tidak normal dari perkembangan jiwa laki-laki tersebut.
2.Wanita memiliki satu rahim. Satu rahim tersebut jika dimasuki oleh pejantan yang lebih dari satu maka akan terjadi kerancuan siapa yang berhak menjadi bapaknya jika terjadinya kelahiran anak yang telah dibuahi oleh pejantan yang lebih dari satu. Ini tak ubahnya sama dengan binatang bahkan lebih keji dari binatang QS. Ala’raf [7] : 179: “Ulaaika Kalan’aam Bal Hum Adhallu. Ulaaika Humul Ghaafiluun ; Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
3.Wanita secara fitrah dan nuraninya dalam perjalanan sejarah dan peradaban manusia dari sejak dahulu kala, meskipun ajaran agama-agama samawi tidak sampai kepada mereka tindakan ini sangan dipandang ganjil, aib, tercela, durjana, bahkan ini menunjukkan kerendahan bagi wanita itu sendiri.
4.Ajaran agama Majusi (agama yang tidak meyakini adanya sang pencipta Allah Swt) sekalipun mereka sangat membenci jika ada wanita yang berani melakukan poliandri. Budaya India (yang beragama Hindu dan Budha) ribuan tahun yang lalu bahkan sampai sekarangpun menganggap perbuatan poliandri adalah termasuk perbuatan yang menentang kudrat wanita itu sendiri. Bagi wanita yang melakukan poliandri tidak mendapat tempat dimasyarakatnya secara terormat.
5.Bagi wanita yang melakukan poliandri akan rentan timbulnya konflik yang mengarah kepada kriminal bahkan pembunuhan. Sesama pejantan laki-laki yang dijadikan poliandri akan saling cemburu yang berujung kepada tindakan-tindakan yang anarkhis sesama pejantan atau kepada wanita itu sendiri, bahkan tidak jarang berujung kepada pembunuhan.
Kecaman Islam Terhadap Poliandri
Didalam Islam pekawinan yang dilaukan oleh wanita terhadap laki-laki lebih dari satu (poliandri) hukumnya adalah “Haram”. Allah Swt hanya membolehkan bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu bukan bagi wanita. Sebagaimana disebutkan di dalam QS. Annisa’ [4] : 3 : “..Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya “. Ayat ini tegas anjuran bolehnya menikahi pasangan lebih dari satu hanya diperuntukkan bagi laki-laki bukan bagi wanita. Haram hukumnya bagi wanita melakukan perkawinan kepada laki-laki lebih dari satu dengan waktu yang bersamaan (polindri). Wanita yang melakukan poliandri sama dengan perbuatan zina.
Sepakat para ulama bahwa syarat sahnya nikah ada tiga yaitu: 1. Al’aaqidain (adanya akad dari dua belah pihak yaitu seorang laki-laki dan perempuan), 2. Arrajul wa Almar’ah (Seorang laki-laki dan wanita), 3. Shighat ‘Aqad yaitu Ijab dan Qabul (yang wajib melakukan akad untuk menikahi wanita hanya seorang laki-laki tidak boleh lebih dari satu laki-laki) . Jadi dari syarat –syarat sebagaimana di atas wanita dinikahi oleh satu orang laki-laki tidak boleh lebih, jika lebih dari satu dengan waktu yang bersamaan (poliandri) maka sudah termasuk keluar dari syarat sahnya nikah, maka nikahnya tidak sah dan dianggap batil.
Bagi wanita yang masih dalam masa ‘Iddah (masa menunggu wanita) boleh tidaknya untuk bersuami kembali yaitu seperti ‘Iddah Al Hamil (‘Iddah masa kehamilan), ‘Iddah Almutawaffa ‘Anha Zaujaha (‘Iddah kematian suami), ‘Iddah Almuthallaqah (‘Iddah ketika dicerai oleh suaminya), ‘Iddah Almafqud Zaujaha (‘Iddah jika suaminya hilang tidak kembali lagi), dan ‘Iddah-‘Iddah lainnya.
Diantara ayat yang melarang mengawini wanita yang masih dalam masa ‘Iddah sebagaimana Qur’an menyebutkan di dalam Surah Attalaq ayat 65: ” Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya “.
Ayat ini sangat tegas bahwa larangan bagi wanita untuk menikah kembali kepada laki-laki lain tidak dibenarkan bila masa ‘Iddahnya belum selesai.
Kesemua ‘Iddah bagi wanita di atas ini menunjukkan bahwa wanita itu tidak dibenarkan menikah kepada laki-laki lain sebelum ‘Iddahnya selesai dari suaminya yang satu yang telah lalu. Artinya untuk menikah yang halal saja jika belum habis ‘Iddah dari suaminya yang terdahulu bagi wanita maka perkawinannya dianggap tidak sah, dan batil.
Apalagi seorang wanita melakukan perkawinan kepada laki-laki lebih dari satu dengan akad dan waktu bersamaan (poliandri), maka tindakan poliandri tersebut adalah amat dimurkai Allah bahkan dimurkai seluruh makhluk yang ada di langit dan dibumi ini. Sebagaimana Firman Allah Swt QS. Ala’raf [7] :179 : ” Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. ” Na’udzubillahimindzalik. Wallahua’lam
Penulis- KH. Ovied.R
Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia, Guru Tafsir Alqur’an/Perbandingan Madzhab Fikih Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]. Email: dewanfatwa_alwahliyah@yahoo.com Facebook : Buya Ovied
Assalamu’alikum wr wb
Ustad mau tanya teman saya menjalin hub sama wanita yg sudah bersuami dan teman saya laki laki dalam proses cerai, mereka saling sayang dan gemati dan mereka saling mencintai dari pihak perempuan takut mau meminta cerai ma suami takutnya kalau udah cerai, teman saya ingkar janji, dan dari pihak laki laki kalau emang kamu mempunyai rasa takut begitu kita nikah siri aja dulu biar kita ada ikatan dan kumu tidak kawatir dgn kecemasanmu.
Boleh gak ustad pernilahan siri itu terjadi.
Nuwun