spot_img
BerandaDunia islamHukum Ucapan 'Selamat Hari Natal'

Hukum Ucapan ‘Selamat Hari Natal’

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Warahmaatullahi Wabarakatuh. Pak Kiyai yang terhormat, mohon minta penjelasannya menurut syari’at Islam tentang ucapaN “SELAMAT HARI NATAL”. Karena saya memiliki seorang Ibu kandung yang beragama Keristen Katolik. Saya sekarang hidup bersama ibu saya, beliau yang melahirkan, membesarkan saya dari sejak kecil. Beliau begitu penyayang, menjaga, memberikan nafkah sampai saya bisa duduk di bangku Universitas. Setiap hari besar agama Islam beliau tidak pernah lupa memberi saya ucapan selamat, bahkan ketika bulan Ramadhan beliaulah yang membangunkan kami untuk sahur dan beliau pula yang memasakkan untuk saya sahur. Maka bolehkan saya selaku anak mengucapkan “Selamat Hari Natal” kepada ibu kandung saya tersebut.
Wassalam, Ratna Dewi Sulawesi Utara

Jawaban:

Hukum Ucapan ‘Selamat Hari Natal’

Hukum mengucapkan “Selamat Hari Natal” kepada orang non Islam khusus di Indonesia terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Buya HAMKA mengharamkannya karena kondisi ketika itu berbeda seperti saat sekarang ini. Kalau di Timur Tengah khusus di negara-negara Arab mengucapkan ucapan “Selamat Hari Natal” para ulama di sana tidak pernah mempermasalahkannya. Prof.Dr.Syeikh Said Tantowi (Grand Syeikh Al Azhar As Syarief Mesir) setiap tahun mengucapkan tahniah Natal secara resmi di Media Massa Al Azhar (Sautul Azhar) untuk umat Kristen Koptik Mesir.

Persepektif Alqur’an tentang ucapan selamat atau “Assalam” kepada orang-orang non-Islam Allah Swt. berfirman sebagaimana berikut, Ucapan Nabi Ibrahim kepada ayahnya yang beragama non Islam,
قَالَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا {مريم {[١٩] : ٤٧}
“Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (QS. Maryam [19] : 47)

Lalu Allah menjawab ayat di atas sebagai berikut,
وَمَاكَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لأَبِيهِ إِلاَّ عَن مَّوْعِدَةٍ وَعَدَهَآ إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ للهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ {التوبة [٩] : ١١٤}
“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. Attaubah [9] : 114)

Dari kedua ayat di atas disimpulkan bahwa Nabi Ibrahin mengucapkan kata-kata “Salamun ‘Alaika; سَلاَمٌ عَلَيْكَ ; Selamat atas engkau wahai ayahku” padahal ayah beliau ketika itu bukan Islam bahkan musuh Islam. Lalu Ibrahim ingin agar Allah Swt mengampunkan dosa orang tuanya, namun Allah Swt tegas menjawab di dalam surat Attaubah di atas kalau pengampunan yang dimintakan untuk ayahnya tertolak, karena akidah yang berbeda.

Coba disimak perkalimat kedua ayat Alqur’an di atas, Allah Swt tidak meralat ucapan “Salamun ‘Alaika; سَلاَمٌ عَلَيْكَ ; Selamat atas engkau wahai ayahku” tetapi Allah Swt hanya meralat kalimat atau ucapan “Istighfat; اسْتِغْفَارُ ; pengampunan”. Dari kedua ayat di atas maka kita boleh mengucapkan “Salam” atau “Selamat Hari Natal” yang bersifat dengan Qashad (Niat) Hidayah bukan bersifat “Do’a Ampunan atau Do’a ibadah” atau hanya untuk bersifat mu’amalah keduniaan semata.

Didalam ayat lain Allah Swt berfirman tentang ucapan, perkataan kebaikan kepada siapa saja tidak mebedakan apapun bangsa dan agamanya itu adalah kebaikan.

قَوْلُُ مَّعْرُوفُُ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرُُ مِّنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَآأَذًى وَاللهُ غَنِيٌّ حَلِيمُُ {البقرة [٢] : ٢٦٣}
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Albaqarah [2] : 263)

Ayat lain menyebutkan bahwa bolehnya kita melakukan persahabatan kepada non-Islam dengan sebaik-baik pergaulan baik dalam ucapan maupun perbuatan. Sebagaimana Allah Swt berfirman,

عَسَى اللهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهمُ مَّوَدَّةً وَاللهُ قَدِيرٌ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ .لاَيَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ {الممتحنة [٦٠] : ٧-٨}
“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Almumtahanah [60] : 7-8)

Dapat kita ambil hikmah yang begitu mendalam, mulia, dan mengandung nilai-nilai filosofis yang begitu luas dan bijaksana dari kalimat ayat Alqur’an di atas yaitu “Mawaddah; مَّوَدَّةً; cordiality [keramah tamahan, kebaikan], goodwill, friendly, relations, friendship, intimacy;love” (lihat Kitab Almawrid Dr. Baalbaki-P, 1227). Begitu juga ayat Alqur’an di atas menyebutkan kalimat perintah agar melakukan “berbuat adillah; وَتُقْسِطُوا”. Anjuran melakukan Mawaddah (مَّوَدَّةً) dan keadilan kepada siapa saja tidak memandang kelompok, suku maupun agamanya.

Di dalam ayat lain disebutkan sebagaimana Firman Allah Swt,
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلاَتُخْسِرُوا الْمِيزَانَ . {الرحمن [٥٥] : ٩}
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (QS. Arrahman [55] : 9)

Dari ayat di atas para ulama dan ahli Tafsir menjelaskan ayat ini memerintahkan umat Islam wajib berlaku adil (Fa inna bil’adl shalah Annas) atau menegakkan keadilan itu kepada siapa saja dan apapun agamanya (p, 21, Faidh Alhannan fi Tafsir Suarah Arrahman oleh Grand Syeikh Thariqah Shufiyah Syeikh Hasan Muhammad Sa’id As-Sanawi – Cairo Mesir). Keadilan yang dimaksud bukan perkara “Aqidah dan Ibadah” namun yaitu perkara yang menyangkut berkenaan dengan muamalah, pergaulan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dll.

Adapun rujukan dari sebahagian ulama adanya Hadis yang menerangkan jawaban salam orang kafir Quraish dijawab bukan dengan salam melainkan dengan kalimat Assam (racun/hardik). Dalil ini dikhususkan jika non Islam tersebut mengucapkan salam atau orang non-Islam yang berperilaku kepada orang Islam dengan cara perilaku yang jahat yang bersifat mengolok-olok, menghina (Istihzak) terhadap umat Islam.

Allahuyarham Tuan Syeikh Alhaj Hamdan Abbas (mantan Ketum MUI Propinsi Sumut) salah seorang ulama besar Al Washliyah ketika beliau mengajar kami di Alqismul’Ali Al Washliyah Ismailiyah Medan mengatakan: ”Boleh bagi kita menjawab atau mengucapkan Salam dari non-Islam asal niatnya adalah lilhidayah bukan sebagai Do’a ampunan atau Do’a ibadah”.

Sikap kita terhadap orang non-Islam Allah Swt berfirman sebagai berikut,
وَاصْبِرْ عَلَى مَايَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلاً {المزمل [٧٣] : ١٠}
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka (orang non Islam) ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Almuzammil [73] : 10)

Ayat di atas anjuran agar kita sabar dan menjauhi orang-orang non-Islam dengan cara yang baik (وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلاً) jika mereka berkata dengan cara yang tidak baik. Kebalikan dari ayat ini (Ushul Fiqh; Mafhum Mukhalafah), jika mereka (orang non-Islam) berkata baik, maka kita harus meberikan sikap dan ucapan yang lebih baik lagi.

Kepada saudari penanya, maka bagi anda boleh mengucapkan segala kalimat kebaikan termasuk “Salam”, “Ucapan Selamat Hari Natal”, dan lain sebagainya, kepada orang tua anda yang beragama berbeda ataupun kepada siapa saja kepada orang-orang non Islam lainnya jika sesuai dengan niat dan tujuan di atas.

Wallahua’lam Bissawab.

Oleh: KH. Mustafa Abdul Aziz, MA (KH. Ovied)[]

About Author

RELATED ARTICLES

1 KOMENTAR

  1. saya awam tapi saya juga manusia, dasarnya manusia punya akal sehat. Kalo mengucapkan selamat hari raya natal boleh tergantung niat, terutama niat baik.. seharusnya nabi, generasi sahabat, tabi’in sudah ada yg melakukannya..
    Hanya mengaitkan ayat2 yang tidak pada kasus serupa. Kalo mau dikaitkan dengan metode qiyas. Emangnya di zaman nabi tidak ada orang nashoro. Nabi kan sudah mencontohkan bagaimana adab kepada orang2 nashoro. Apakah kurang contoh dari Nabi. Dalil2 ayat2 di atas sama sekali tidak nyambung jika dikaitkan dengan ucapan selamat hari raya natal. Semakin berilmu seharusnya jangan malah menyesatkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille