Ray Rangkuti: KPU Harus Segera Keluarkan PKPU Tentang Kampanye

JAKARTA – Tiga hari sejak partai politik (parpol) ditetapkan sebagai peserta pemilu, maka parpol sudah dapat langsung melakukan aktivitas kampanye. Khususnya yang terkait dengan kampanye pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran bahan kampanye dan pemasangan alat peraga di tempat umum (pasal 82 ayat (1) UU No 8/2012). Dengan dasar itu, kampanye partai politik mulai marak di mana-mana.

“Yang menjadi masalah, sekalipun praktek dan legalitas kampanye telah berlangsung, tetapi pengaturan teknis pelaksanaan kampanye ini sama sekali belum ditetapkan. Sesuai UU, pedoman pelaksanaan kampanye secara nasional diatur oleh Peraturan KPU (PKPU), pasal 85 ayat (1). Padahal sejak partai politik dietapkan sebagai peserta pemilu tanggal 8 Januari 2013 yang lalu sampai akhir Juli 2013 ini, PKPU kampanye tersebut masih dalam penggodokan KPU. Artinya sudah hampir 6 bulan masa kampanye berlangsung, peraturan pedoman pelaksanaan kampanyenya tidak jelas,” kata Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Rangkuti, Rabu (31/7/2013).

Akibatnya, kara Ray, seperti terlihat di lapangan, di banyak tempat mulai marak berbagai jenis iklan dan alat kampanye bertaburan. Dipasang dengan cara sembrono, nyaris tanpa mengindahkan kaedah pelaksanaan kampanye sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. “Yakni kampanye yang tidak mengganggu ketertiban umum, tidak menggunakan fasilitas negara, tidak mempergunakan ruang ibadah dan pendidikan, mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota atau kawasan setempat,” katanya.

Kenyataannya kata Ray, diberagai kota bertaburan dengan segala macam spanduk, baliho, selebaran, dan lainnya yang berisi rayuan, ungkapan, foto orang, janji-janji, dan sebagainya dengan mempergunakan ruang publik secara semena-mena. “Tak ada estetika, tak ada etika, bahkan memliki kecenderungan merusak lingkungan hidup karena banyak batang pohon yang ditempel dengan berbagai selebaran.

Ray mempertayakan kenapa KPU sangat lambat dalam menetapkan PKPU ini. Alasan bahwa mekanisme konsultasi dengan Komisi II DPR yang jadi sebab, nampaknya, tidak sepenuhnya dapat djadikan sebagai alasan.

Untuk itu, Ray mendesak KPU dengan lima tuntutan, yakni segera menetapkan PKPU tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu 2014 yang akan datang. PKPU sangat penting bukan hanya bagi peserta pemilu juga bagi masyarakat umum agar dapat menjadi pedoman tentang apakah satu praktek kampanye dilakukan sesuai dengan semestinya atau tidak. Hajat pemilu memang hajat bangsa Indonesia. Tapi kampanye yang mengotori ruang publik tetap saja bukan bagian dari pelaksanaan kampanye yang diinginkan oleh masyarakat.

Kedua, dalam berbagai iklan atau alat kampanye lain, pesan yang disampaikan kepada masyarakat bukanlah pesan kampanye yang membangun, mencerdaskan atau memberi gambaran tentan Indonesia masa depan. Di banyak model kampanye yang terjadi, isi kampanye lebih banyak bersifat pengenalan diri, nomor urut, dapil dan nama partai. Padahal, praktek kampanye seperti ini sejatinya sudah bagian dari pelanggaran kampanye. Sebab sesuai ketentuan UU Pemilu, yang berhak untuk kampanye saat ini adalah partai peserta pemilu, bukan calon anggota DPR peserta pemilu.

Ketiga, alasan KPU bahwa ada kesulitan komunikasi dengan Komisi 2 DPR dalam konsultasi PKPU kampanye, bukanlah alasan yang tepat. Mestinya KPU dapat mempergunakan mekanisme lain yang tidak melulu dengan rapat tatap muka antara anggota KPU dengan anggota Komisi 2. Mekanisme surat, perwakilan dan sebagainya sebaiknya ditempuh. Tokh mekanisme surat misalnya sudah pernah dilakukan antara Komisi II DPR dengan KPU khususnya berkaitan dengan perubahan PKPU jadwal pemilu.

“Ke-empat, angan-angan KPU yang ingin memberi bobot kwalitatif dalam PKPU Pedoman Kampanye tentu layak didukung dan diapresiasi. Khususnya yang terkait dengan transparansi dana kampanye, mekanisme audit dana kampanye, tata cara pelaporan dana kampanye caleg, serta rencana pembatasan alat peraga kampanye di ruang publik. Semua daftar keinginan ini baguslah adanya. Hanya saja, jika karena ingin mengikuti semua daftar keinginan itu maka PKPU jadi terlambat disahkan, tentu bukan langkah yang tepat. Nyaris selama 6 bulan pelaksanaan kampanye, peraturan pedoman pelaksanaannya malah masih menjadi wacana bukanlah tindakan yang elok. Menjangkau yang ideal di depan dengan membiarkan kekinian akan dapat merusak apa yang sudah terbangun, papar Ray.

Ke-lima ungkap Ray, Mungkin pilihannya adalah menguatkan apa yang menjadi isarat penting di UU (seperti memastikan bahwa semua dana caleg harus dilaporkan ke rekening kampanye partai politik) dan menajdikan yang lain, yang tidak diatur dengan tegas di dalam UU, sebagai wacana untuk perbaikan di masa mendatang (seperti pembatasan dana dan alat peraga kampanye misalnya).

“Sebab secara umum, aspek negatif pelaksanaan pemilu kita bukanlah karena kurangnya peraturan, tetapi karena lemahnya penegakan aturan. Kita mestinya mulai sedikit menahan segala sesuatu diselesaikan dengan membuat peraturan baru di tengah di mana peraturan lama malah kedodoran dalam penegakannya. Pemilu kita membuat banyak aturan, tetapi kemampuan menegakannya sangat lemah. Optimalkan peraturan yang ada menuju pemilu yang lebih baik,” tutup Ray. (gardo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *