Ketua PB Al Washliyah Prof Deding Sampaikan 9 Masalah RUU Perubahan Tentang Haji & Umrah di DPR

JAKARTA – Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), Prof Dr.H.Deding Ishak, SH,MM menyampaikan 9 (sembilan) point besar sebagai pendapat, saran dan usul, yang menjadi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga Atas UU No 8 Tahun 2019, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR dengan pimpinan Ormas Islam di ruang Komisi VIII DPR RI, Gedung Nusantara II DPR/MPR Jakarta, pada hari Rabu 20 Agustus 2025/26 Shafar 1447 H.

Adapun selengkapnya sebagai berikut:

I. UU PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH

  • Pengurus Besar Al Washliyah sependapat dan sepaham bahwa perlu adanya perubahan atau penambahan pada beberapa pasal dalam UU RI Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dalam konteks semangat perbaikan dan peningkatan pelayanan terhadap jemaah haji Indonesia.

II. BPH MENJADI KEMENTERIAN HAJI DAN UMRAH

  • Pengurus Besar Al Washliyah setuju dan mendukung lembaga penyelenggara haji dan umroh ditangani lembaga kementerian. Karena lembaga kementerian dinilai lebih tepat, efektif dan lebih fokus mengurusi penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, sehingga nantinya terpisah dari kementerian agama. Dengan demikian, status lembaga Badan Penyelenggara Haji (BPH) dinaikkan menjadi kementerian. Alasannya penyelenggara haji dan umroh membutuhkan hubungan dan koordinasi yang kuat antar kedua negara, yakni Republik Indonesia dengan Arab Saudi.
  • Lembaga kementerian akan mempunyai kesetaraan hubungan diplomatik dengan pemerintah Arab Saudi. Penyelenggaraan haji dan umroh sangat tergantung regulasi pemerintah Arab Saudi yang sering berubah-ubah, sehingga memerlukan lembaga yang otoritatif setingkat Kementerian agar dapat terlaksana aple to aple, seperti selama ini yang ditangani oleh Kementerian Agama (Kemenag). Dalam Undang-Undang (UU), yakni aturan peralihan dapat dibuat masa transisi maksimal 2 tahun. Dengan kata lain, selama masa transisi, Kementerian Agama masih membantu Kementerian Haji dan Umrah.
  • Merujuk Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 154 Tahun 2024 tertanggal 5 November 2024 pada BAB II mengenai kedudukan, tugas dan fungsi dan BAB VI Pasal 46 mengenai hak keuangan dan fasilitas lainnya bahwa ketua badan dan wakil ketua BPH setingkat menteri dan wakil menteri. Dengan demikian, kedudukan, tugas dan fungsinya tidak hanya memberi dukungan penyelenggaan haji, namun sudah menjadi lembaga yang berdiri sendiri yakni Kementerian Haji dan Umrah.

III. KOATA HAJI KHUSUS

  • Setelah mencermati dan menelaah UU RI Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Kuota Haji Khusus pada pasal 64, maka Pengurus Besar Al Washliyah berpendapat perlu penambahan pasal, guna mengantisipasi penambahan koata haji dari pemerintah Arab Saudi yang tidak terduga dan terjadwal. Pengurus Besar Al Washliyah mendorong agar koata haji tambahan itu dapat terserap dan didistribusikan secara proporsional kepada jemaah haji reguler yang sudah masuk daftar tunggu dari tahun ke tahun.

IV. SYARIKAH

  • Pengurus Besar Al Washliyah mencatat dan mengusulkan adanya perbaikan dan sinkronisasi pelayanan haji tahun 2025/1446 H, wabil khusus mengenai keberadaan syarikah, sehingga tidak terjadi lagi jemaah yang terpisah-pisah, akibat beda syarikah (perusahaan). Karena itu, jumlah syarikah pada musim haji tahun 2025 ini, menurut pengamatan kami, terlalu banyak dan kurang terkoordinatif. Alangkah baiknya dicarikan solusi tepat, setidaknya (usul), satu syarikah hanya melayani satu atau dua daerah asal jemaah sehingga tidak terjadi jemaah terpisah-pisah. Sedangkan pelayanan bidang lain, pada tahun 2025 ini cukup baik, meski harus ada perbaikan dan peningkatan pada tahun 2026/1447 H.

V. RENCANA KAMPUNG HAJI

  • Mengenai rencana Kampung Haji di tanah suci, PB Al Washliyah memberi apresiasi yang cukup besar terhadap niat pemerintah ini. Diharapkan segera terwujud menjadi realita di lapangan, sehingga membawa manfaat terhadap jemaah haji dan umroh dalam waktu sesegera mungkin.

VI. PENGATURAN UMRAH MANDIRI

  • Khusus mengenai Penyelenggara Ibadah Umroh, PB Al Washliyah menyarankan agar diatur dalam satu BAB atau pasal khusus mengenai munculnya jemaah umrah mandiri. Fonemena ini pada satu sisi menunjukkan kesadaran ibadah umroh meningkat, namun pada sisi lain, memerlukan pengaturan sehingga terlaksana dengan tertib dan taat aturan kemigrasian.

VII. PENGATURAN HAJI FURODA

  • Jemaah calon haji Furoda banyak yang gagal berangkat ke tanah suci pada musim haji tahun 2025 M/1446 H, tentu ini menjadi masalah besar buat bangsa Indonesia. Seakan pemerintah tidak punya alat pengawas terhadap jemaah furoda/visa mujamalah ini, malah pihak swasta yang dipersalahkan. Maka Pengurus Besar Al Washliyah mengusulkan agar jemaah visa undangan ini diatur dalam suatu peraturan, sehingga jemaah tersebut mendapat perlindungan dan mengawasi perjalanan haji.

VIII. LEMBAGA PENGAWAS

  • Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan agenda rutin, yang mengerahkan ratusan ribu jemaah setiap musim haji, namun pada sisi lain lemah dalam bidang pengawasan. Karena itu, memerlukan suatu lembaga pengawas yang kuat dan terkoordinatif, melibatkan Ormas Islam, pemerintah dan DPR. Karena itu, PB Al Washliyah mengusulkan sebagai bahan pertimbangan untuk menghidupkan kembali Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) yang lebih konfrehensif.

IX. SELEKSI PETUGAS HAJI YANG KETAT DAN PROPORSIONAL

  • Keberadaan petugas haji pusat dan daerah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan jemaah, sebab petugas haji ini tentu banyak menentukan kesuksesan tingkat pelayanan penyelenggaraan haji dan umrah. Oleh sebab itu, diperlukan seleksi petugas haji yang ketat dan proporsional sesuai dengan tingkat kebutuhan jemaah. (rilis/sir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *