Sambut Ramadhan, `Ayahku Jadi Sahabat Sejatiku`

AKU bersyukur kepada Allah merasa beruntung punya ayah tak pernah marah. Ia baik bagaikan sahabat karib. Ia hanya mengingatkan jika ada sesuatu yang penting untuk kebenaran dan kebaikan, bukan marah, dia punya sifat penyayang dan pemaaf.

Malam aku dibanguninya untuk shalat Tahajjud, pagi dibanguni untuk shalat subuh berjamaah ke masjid, tak berhenti dan tidak pernah bosan untuk mengingatkan.

Setiap kali pulang shalat subuh dari masjid ada pertemuan khusus keluarga, ayahku mengajak kami diskusi bersama hampir setiap pagi di satu meja dan kami diberi kebebasan berbicara dan selalu di motivasi untuk menjadi manusia world class.

Jika ada perbuatanku dan saudaraku yang tidak pas, dia ingatkan dengan lembut, jika belum berubah tak bosan dia mengatakannya terus menerus, jika lama tidak juga berubah, sekali-kali dia mau bersuara keras tapi sifatnya mengingatkan, bukan marah.

Aku menikmati suasana damai itu di rumah, ayahku bisa menahan amarahnya padahal dia juga punya potensi untuk marah. Dia suka memberi jalan keluar dengan cepat jika kami menghadapi masalah.

Kami diberi keyakinan untuk mampu menyelesaikan sendiri persoalan yang dihadapi, jika sudah diperlukan dia akan turun tangan. Dia sering mengingatkan jangan buat masalah dalam menyelesaikan masalah, tapi selesaikanlah masalah tanpa masalah.

Dengan suasana itu saya dan adik adik dapat berfikir tenang, belajar tenang ke jenjang yang tinggi dan dapat merencanakan sesuatu ke depan dengan baik, bisa ikut memimirkan masalah masalah sosial yang terjadi di sekitar kita.

Ibuku juga terlihat senang dan bahagia dengan bawaan dan suasana yang dibangun oleh ayahku di rumah. Ayahku memberi porsi waktu yang cukup untuk keluarga dan dia curahkan perhatian untuk mengkader keluarga menjadi orang yang berguna dan cahaya mata untuk hiasan dunia.

Ayahku juga aktifis organisasi banyak mengkader orang untuk menjadi khalifah dan khoiro ummah, tapi dia sering berkata bahwa dia bertekad membuat aku dan anak-anaknya serta ibuku menjadi kader yang benar-benar jadi, sehingga dapat memberi manfaat bagi masyarakat dunia.

Ayahku berpendapat dan selalu mengatakannya bahwa hasil yang baik diperoleh di luar rumah bawalah ke rumah, nikmatilah bersama keluarga. Jangan di rumah tinggal sisa tenaga dan bau keringat saja yang dibawa, sedang yang bersih dan wangi serta tenaga segar hanya untuk orang lain di luar rumah.

Aku dapat membayangkan dan merasakan, tapi tidak persis seperti orang yang mengalami dan merasakan sendiri, terhadap anak yang tak tersentuh oleh figur ayahnya yang jadi teladan di rumah, karena alasan sibuk di luar rumah.

Aku sering membayangkan mengapa banyak sekali orang yang menyimpang dari akhlak mulia, tidak jujur dan bertindak kurang manusiawi, sebagian anak jadi nakal di jalanan termasuk wanita, bahkan saat ini penghuni lapas semakin penuh, itu kemungkinan besar salah satu dari dampak kurangnya anak mendapat arahan dan kasih sayang ayah dan ibunya.

Mungkin aku salah, tapi aku yakin ada benarnya. Menurut pengamatanku, anak sekarang banyak yang bingung apa yang mau dikerjakannya, hal itu diantaranya karena tidak ada arahan dari orang tua yang cukup.

Aku juga terbayang terhadap ibu yang ikut sibuk di luar rumah sehingga jarang di rumah karena ingin menyamakan diri dengan apa yang dikerjakan oleh lelaki bahkan ingin melebihi dan menomorduakan urusan anak. Ketika anak pulang ke rumah siapa yang mau ditemuinya.

Meskipun rumah ada, tapi selalu tak ada orang di rumah. Sabtu minggu walau hari libur, kedua orang tua diantaranya masih sibuk melayani tugas kantor dan aktifitas sosialnya, anak-anak sibuk dengan temannya dan mainannya sendiri-sendiri, tentu tak dirasakan lagi kebersamaan dalam keluarga.

Bagaimana pula dengan orang yang mengalami hal yang lebih parah, ayah ibu sudah jarang di rumah, bawaannya suka marah-marah, suka bertengkar, tentu keadaan seperti ini akan menimbulkan suasana tidak nyaman di dalam rumah bersama keluarga dan kurang meniknati kehangatan dan suasana harmonis di dalam rumah.

Ada orang merasakan rumahku adalah sorgaku, lebih baik disini rumah sendiri, tapi ada juga yang merasakan rumahku neraka bagiku, karena di rumah suasana keluarga tidak nyaman dan tidak harmonis.

Aku bersyukur kepada Allah dianugerahi keluarga harmonis, terima kasih ayah, terima kasih ibu. Engkau pantas diteladani.

Aku juga berdoa kepada teman-reman yang mengalami suasana yang berbeda, semoga Allah mengembalikan suasana yang indah menjadikan rumahnya menjadi surganya di dunia.

Amin.
Ahlan wasahlan ya Ramadhan
Abdul Mun im Ritonga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *