ADA keterkagetan, yang saya kira perlu atau tidak perlu, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memutuskan bahwa pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan pendidikan gratis bagi sekolah negeri maupun swasta pada jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP).
Ini menjadi isu yang ramai diperbincangkan, terus bergulir merasuk ke diri masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tak ramai yang tergerak untuk mendengungkan terus kasus dugaan korupsi 9,9 triliun di kemendikbud masa Menteri Nadiem Makarim.
Keputusan MK dilatarbelakangi oleh adanya gugatan yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Gugatan tersebut menyoal Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Para pemohon meminta MK memastikan bahwa pendidikan dasar di sekolah negeri dan swasta dilaksanakan tanpa biaya. Pasal 34 ayat (2) berbunyi Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA
Sebelum pembacaan amar putusan, Hakim Konstitusi Enny Nurbainingsih memaparkan pada faktanya masih ada kesenjangan yang menyebabkan banyak peserta didik tidak tertampung di sekolah negeri. Hal ini menyebabkan peserta didik harus sekolah di sekolah swasta dan membayar sejumlah biaya.
Maka, fakta tersebut tidak bersesuaian dengan yang diperintahkan oleh UUD NRI 1945 khususnya Pasal 31 ayat (2) karena norma konstitusi tersebut tidak memberikan batasan pendidikan dasar mana yang wajib dibiayai negara.
Dalam hal ini MK menyebut negara harus mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar yang mencakup pendidikan dasar untuk sekolah negeri maupun swasta. Perwujudannya melalui mekanisme bantuan pendidikan atau subsidi supaya tidak terjadi kesenjangan akses pendidikan dasar. Meski demikian MK juga menyebut tidak berarti seluruh pendidikan dasar harus sepenuhnya gratis di semua sekolah, in casu (dalam kasus ini) sekolah yang diselenggarakan oleh swasta.
MK menilai pendidikan dasar merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob). Sifat pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob tersebut pada prinsipnya berbeda dengan sifat pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera (promptly) dengan mengurangi sedemikian rupa campur tangan negara dalam pelaksanaan hak tersebut,” jelas Enny
KOMENTAR BERBAGAI KALANGAN
Mendikdasmen, Prof.Dr. H.Abdul Mu’ti, M.Ed menyatakan bahwa inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa Pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai punya kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar bukan hanya sekolah negeri tapi juga swasta. Mendikdasmen menyebut (1) pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah, (2) sekolah swasta tetap dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat meski ada bantuan pembiayaan dari pemerintah,”
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyatakan bahwa keputusan MK mengenai pendidikan dasar gratis perlu dimasukkan sebagai substansi penting dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang direncanakan. Bila perlu ada pasal yang mengatur pembagian pembiayaan pendidikan oleh pemerintah pusat dan daerah,” kata Aris saat dikonfirmasi pada Rabu, 28 Mei 2025.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengawasi pelaksanaan putusan MK mengenai pendidikan dasar gratis. Komisi X juga berkomitmen untuk mengawal implementasi putusan MK ini agar sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar NRI 1945. Namun, ia mengingatkan adanya tantangan terkait anggaran yang diperlukan untuk menjalankan putusan tersebut. Menurutnya, baik APBN maupun APBD harus mampu menanggung biaya operasional pendidikan secara adil dan proporsional.
PENDIDIKAN GRATIS DAN BATASAN PEMBIAYAAN
Pada masa Menteri Pendidikan Nasional (2004-2008), Prof. Bambang Sudibyo , beliau gencar mengkampanyekan ‘Sekolah Gratis’. Iklannya dilakukan begitu massif melalui media cetak maupun televisi, dengan tag line ‘Sekolah Gratis, Pasti Bisa’. Hanya menurutnya sekolah gratis, tidak mencakup biaya personal peserta didik, tapi hanya biaya satuan pendidikan. Artinya bukan gratis yang tidak terbatas, sebab selain biaya operasional sekolah, siswa memerlukan biaya lain yaitu transportasi, pakaian dan lainnya, apalagi siswa di perkotaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, yang telah diubah beberapa pasalnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2022, disebutkan bahwa biaya pendidikan meliputi;
- Biaya satuan Pendidikan, yang terdiri dari;
a. biaya investasi, bisa untuk investasi lahan pendidikan dan selain lahan pendidikan
b. biaya operasi, yang terdiri atas biaya personalia dan non personalia
c. bantuan biaya Pendidikan
d. beasiswa - Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; terdiri atas:
a. biaya investasi, bisa untuk lahan pendidikan; dan atau investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang bisa untuk biaya personalia; dan biaya nonpersonalia. - Biaya pribadi peserta didik.
Bambang Sudibyo menegaskan, dengan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan BOS sejak Januari 2009, semua sekolah dasar (SD) dan siswa SMP negeri di Indonesia harus membebaskan siswanya dari biaya operasional pendidikan sekolah. “Porsi pendidikan gratis hendaknya diatur oleh masing kabupaten/kota sesuai dengan kemampuan fiskal masing-masing. Artinya, gratis antarprovinsi dan kabupaten/kota tidak sama karena disesuaikan dengan kemampuan fiskal masing-masing,” ujarnya.
Sekolah gratis menurut Bambang Sudibyo, sebenar sejalan dengan pemikiran MK. Lihat penjelasan Henny sebelum membacakan Keputusan MK, menyatakan bahwa meski demikian, tidak berarti seluruh pendidikan dasar harus sepenuhnya gratis di semua sekolah, in casu (dalam kasus ini) sekolah yang diselenggarakan oleh swasta. Sifat pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekonomi sosial dan budaya, pada prinsipnya berbeda dengan sifat pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera (promptly) dengan mengurangi sedemikian rupa campur tangan negara dalam pelaksanaan hak tersebut,” jelas Enny
APA DAMPAK KEPUTUSAN MK TERHADAP SEKOLAH SWASTA
Data pokok pendidikan (Dapodik) tahun 2024/2025, menunjukkan bahwa dari jumlah SD sebanyak 149.748 sekolah, yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri) sebanyak 129.487 sekolah (86,47%) dan oleh swasta (masyarakat) sebanyak 20.261 sekolah (13,53%). Sementara dari jumlah SMP sebanyak 43.776 sekolah, diselenggarakan oleh pemerintah 24.172 sekolah (55,22%) dan oleh masyarakat 19.604 sekolah (44,78%). Artinya untuk SD yang diselenggarakan oleh pemerintah masih jauh banyak, untuk SMP selisihnya boleh dikatakan tidak terlalu banyak. Berapa jumlah SD dan SMP Al Washliyah di Kota, berikut tabelnya:
Jumlah SD dan SMP Al Washliyah di Kota Medan Tahun 2024/2025 (Dapodik Semester Genap 2024/2025), tingkat SD (38) SMP (14). Jumlah SD/SMP sebanyak 52 sekolah dari 21 kecamatan.
Jumlah SD dan SMP di Sumatera Utara Tahun 2024/2025 (Dapodik Semester Genap 2024/2025), tingkat SDN 8.166, SDS 1.695, total SDN/SDS sebanyak 9.861 sekolah, SMPN 1.342 sekolah, SMPS 1.424 sekolah, total SMPN dan Swasta sebanyak 2.766 sekolah dari 33 kabupaten/kota.
Penyelenggaran bidang pendidikan merupakan bidang yang sudah didesentralisasikan, berdasarkan prinsip otonomi daerah. Pembiayaan Pendidikan dalam peneylenggaraan otonomi daerah ditetapkan dalam APBD masing-masing Kabupaten/Kota dan juga dari hibah pemerintah.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 83 PP. Nomor 18 tahun 2022 tentang Perubahan PP. No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan, disebutkan bahwa:
(l) Dana pendidikan dari pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan dapat diberikan dalam bentuk hibah.
(2) Hibah dari pemerintah untuk satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Hibah dari Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Keputusan MK tentang “pendidikanj gratis” (sengaja saya beri tanda “), sesungguhnya hanya memperkuat ketentuan bunyi UUD 45, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, khususnya pasal 34 ayat (2), yang tentunya harus terimplementasikan pada peraturan-peraturan pelaksananya.
Keputusan ini bagi masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan khususnya untuk jenjang Pendidikan dasar (SD dan SMP), bisa menjadi dasar yang kuat untuk lebih membebaskan peserta didik dari biaya-biaya, yang tentunya juga bukan tanpa restriksi (pembatasan-red).
Lembaga Pendidikan swasta harus melakukan:
- Membuat profil sekolah yang benar dan akurat.
- Mendata secara rinci data siswa, guru, tenaga administrasi atau karyawan, sarana prasarana.
- Menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) atau Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) yang rasional.
- Penggunaan dana Dana BOS secara benar dan menurut petunjuk dan panduan.
- Mendorong DPRD untuk gigih memperjuangakan anggaran pendidikan di dalam APBD berbasis kebutuhan ril sekolah
- Sekolah swasta masih bisa memungut pembiayaan dari masyarakat.
H.Ridwan Tanjung, SH,M.Si
Ketua Bidang Pendidikan Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah
Ketua Majelis Pendidikan PB Al Jam’iyatul Washliyah.