RAPIMNAS I yang dilaksanakan pada tanggal 30 September 2012, di Wisma Tugu, Cisarua Jawa Barat menetapkan IR.H. Yusnar Yusuf MA, sebagai Ketua Umum PB. ALWASHLIYAH. Menggantikan posisi Ketua Umum Almaghfurlloh Prof.Dr.H.Muslim Nasution MA, yang meninggal dunia pata 6 Agustus 2012. Rapimnas kali ini juga adanya laporan dari Pengurus Wilayah dan Organ Bagian ALWASHLIYAH.
Demo Video, Featured Image Tidak Perlu
For example, if you have a post assigned to the subcategory Fruit → Bananas and not the category Fruit, the Fruit category archive will show the “Bananas” post, but calling in_category(‘fruit’) for that post always returns false.
Penghargaan Kepada Keluarga Tokoh dan Pendiri Al Washliyah
[clearing columns=”2″ include=”106,107,108,109,110,111″]
Pimpinan Wilayah Aljam`iyatul Washliyah DKI memberi penghargaan kepada keluarga tokoh dan pendiri Al Washliyah, yang diselenggarakan pada acara puncak HUT ke-82 Al Washliyah di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, akhir tahun lalu. Hadir antara lain Ketua PB Al Washliyah, H. Lukman Hakim Hasibuan, H.Aris Banadji, H.Masyhuril Khamis, Ketua PW Al Washliyah DKI, H.Abd Rivai Harahap, Ketua PW Al Washliyah Banten. Kesepuluh keluarga tokoh dan pendiri Al Washliyah itu adalah keluarga Almarhum HM. Arsyad Thalib lubis, Almarhum H.OK Abdul Azis, Almarhum H. Baharuddin Ali, Almarhum H. Nawir Harahap, Almarhum H. Yunus Abubakar dan Almarhum H M. Asyik Dasuki. (foto panitia HUT DKI)
HM Arsyad Thalib Lubis
HAJI MUHAMMAD ARSYAD THALIB LUBIS (1908-1972), beliau adalah seorang ulama, mubaligh dan pejuang di Sumatera Utara yang lahir pada Oktober 1908 di Stabat,Langkat,Sumatera Utara.
Beliau putra kelima dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution. Ayahnya berasal dari kampung Pastap,Kotanopan,Tapanuli Selatan, kemudian menetap di Stabat Sumatera Utara, sebagai petani yang agamis sehingga mendapat panggilan `lebai`, yakni panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.
Syekh HM Arsyad Thalib Lubis, menjalani seluruh pendidikannya di Sumatera Utara. Selepas menjalani pendidikannya dalam kurun waktu 1917-1930, beliau memperdalam ilmu tafsir, hadits, usul fiqh dan fiqh kepada Syekh Hasan Maksum di Medan.
Dia adalah seorang murid yang cerdas dan rajin, sehingga mendapat kepercayaan dari gurunya yakni H. Mahmud Ismail Lubis untuk menyalin karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pada usia 20 tahun, beliau telah menjadi penulis di Majalah Fajar Islam di Medan.
Pada usia 26 tahun, buku pertamanya, Rahasia Bible terbit pada 1934 dan dicetak ulang pada 1926. Buku ini pun menjadi pegangan mubaligh dan da’i Al Washliyah dalam mensyiarkan Islam di Porsea,Tapanuli Utara.
Semasa hidupnya, HM Arsyad Thalib Lubis, aktif mengajar pada beberapa Madrasah Al Washliyah, baik di Aceh maupun yang berada di Medan dari tahun 1926-1957. Kemudian beliau menjadi Lector pada Sekolah Persiapan Perguruan Tinggi Islam Indonesia di Medan (1953-1954), menjadi Guru Besar ilmu Fiqh dan Usul Fiqh pada Universitas Islam Sumatera Utara-UISU (1954-1957) dan dosen tetap pada Universitas Al Washliyah (UNIVA) sejak berdirinya universitas itu (1958) sampai akhir hayat HM Arsyad Thalib Lubis.
Sekitar tahun 1930, HM Arsyad Thalib Lubis menikah dengan seorang gadis pujaannya, Siti Yamaah Binti Kamil Bin Sampurna. Dari pernikahannya dengan gadis Melayu Deli, Sumatera Utara ini, dikaruniai 8 orang anak, masing-masing Anisa Fahmi Lubis, Mukhtar Hanif Lubis, Muslim Arif Lubis, Nur Azizah Hikmah Lubis, Khairan Lubis, Maisaroh Lubis dan Haji Hawari Arsyad Thalib Lubis.
Putra kedelapan yakni Haji Hawari Arsyad Thalib Lubis, tinggal di kawasan Kayumanis, Matraman Jakarta Timur. dan dikaruniai 4 orang anak, antara lain Wizdan Lubis (Ketua Umum PP GPA) dan Razvi Lubis (Ketua Umum PW GPA DKI) periode 2011-2015.
Dalam kegiatan organisasi, HM Arsyad Thalib Lubis, seorang di antara pendiri organisasi Al Jam’iyatul Washliyah. Sejak berdirinya organisasi ini pada 9 Rajab 1349 Hijriyah atau bertepatan 30 November 1930 Masehi, beliau turut menjadi anggota Pengurus Besar Al Washliyah sampai 1956. Meskipun beliau tidak duduk dalam kepengurusan, beliau tetap aktif memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam kegiatan Al Washliyah yang bergerak di bidang pendidikan,dakwah dan sosial.
Dalam kegiatan dakwah,ulama ini aktif dalam zending (mubaligh) Islam Indonesia. Puluhan ribu orang dari Tanah Batak dan Karo, Sumatera Utara, masuk Islam di tangannya, bahkan menjelang akhir hayatnya, beliau telah mengislamkan tidak kurang dari dua ratus orang di Kabupaten Deli Serdang.
Sesuai dengan kondisi masanya, beliau juga melakukan berbagai perdebatan dengan tokoh-tokoh Kristen di Medan,seperti Pendeta Rivai Burhanuddin (Pendeta Kristen Adven),Van den Hurk (Kepala Gereja Katolik Sumatera Utara) dan Dr. Sri Hardono (tokoh Kristen Katolik). Berkat penguasaan ilmunya, beliau dengan mudah menguasai lawan debatnya dan hasilnya selalu diterbitkan dalam bentuk buku.
Dalam perjuangan kemerdekaan, beliau turut andil sesuai dengan bidangnya. Untuk membangkitkan semangat jihad melawan penjajah, beliau menulis buku Tuntunan Perang Sabil. Karena perjuangannya pada 29 Maret 1949 pendiri Al Washliyah ini ditangkap pihak Negara Sumatera Timur (NST) yang bertindak sebagai perpanjangan tangan Belanda.
Tuan HM Arsyad Tahlib Lubis, ditahan sebagai tawanan politik di penjara Sukamulia,Medan, Sumatera Utara, mulai 29 Maret sampai dengan 23 Desember 1949. Ketika dalam tahanan, isterinya tercinta, meninggal dunia.
Beliau di masa hidupnya juga pernah terlibat dalam dunia politik Indonesia dengan menjadi pengurus di Majelis Syuro Muslimin (Masyumi). HM Arsyad Thalib Lubis pernah pula menjadi Kepala Kantor Urusan Agama se- Sumatera Timur, (sekarang Kakanwil Depag) bahkan beliau merupakan perwakilan pertama ulama Al Washliyah ini pernah menjadi delegasi Indonesia berkunjung ke negeri Uni Soviet (Rusia sekarang) bersama beberapa ulama-ulama Indonesia lainnya.
Sebagai tokoh Al Jam’iyatul Washliyah, dalam fikih beliau menganut mazhab Syafi’i. Namun demikian ia bersikap terbuka dan hormat terhadap paham lain. Menurutnya kebebasan mengemukakan paham dan pendapat perlu mendapat tempat dalam masyarakat karena sangat penting artinya bagai kemajuan pengetahuan di kalangan umat Islam.
Kedudukan hukum fikih,menurut beliau, pada umumnya berkisar pada masalah zanni (tidak jelas dan tegas) yang kekuatannya berdasarkan “kuat sangka belaka”. Tidak “yakini” (dengan yakin) karena dapat digugurkan dengan ijtihad. Adapun ijtihad tidak dapat digugurkan dengan ijtihad karena sama kekuatannya.
Dalam usia 63 tahun, Kamis tanggal 6 Juli 1972 bertepatan 23 Jumadil Awal 1392 Hijriyah, HM Arsyad Thalib Lubis menghembuskan nafas terakhir karena sakit di RS Pirngadi, Medan, Sumatera Utara.
Sumber: al-washliyah
Editing:
Syamsir
Ketua Amal Sosial PB Al Washliyah
H.Ismail Banda
HAJI ISMAIL BANDA (1910-1951). Lahir pada tahun 1910. Selesai mendapatkan pelajaran pertama dalam Islam beliau masuk Sekolah Menengah Islamiyah di Medan, Sumatera Utara, selama lima tahun. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke ke Universitas Al Azhar Kairo di Mesir dengan bantuan orangtua dan Al Washliyah.
Di Universitas Al Azhar, Kairo, beliau memperlihatkan dirinya sebagai anak Indonesia yang cerdas dan kreatif. Sekitar tahun 1930, beliau berhasil meraih gelar Ahliyah pada universitas terkenal tersebut dan memperoleh ijazah ulama pada tahun 1937.
Ismail Banda bukan anak yang pasif, Dalam pergerakan organisasi Mahasiswa Islam di Mesir, beliau ikut aktif menjadi anggota dan bahkan pengurus dari perkumpulan Jam’iyah Chiriyah Jawiyah, Kemudian berubah menjadi Perkumpulan Pemuda Indonesia Malaya (Perpindom). Pada tahun 1945 beliau menjadi pendiri perkumpulan Kemerdekaan Indonesia Kairo.
Selama di luar negeri, beliau mejadi pembantu tetap dari ‘Pewarta Deli’ dan ‘Pemandangan’, yakni sebagai koresponden luar negeri untuk Timur Tengah, yakni antara tahun 1932 sampai tahun 1942.
Beliau pun sempat pula menjadi staf redaksi surat kabar ‘Icksan’ bagian luar negeri di Mesir yang terbit dalam bahasa Arab.
Di samping kesibukannya di dunia politik dan pergerakan, sosok Ismail Banda pun cukup pandai dalam ilmu pengetahuan. Di tahun 1940 beliau mendapat gelar BA (sarjana muda) filsafat pada Universitas Al Azhar Kairo dan pada tahun 1942 meraih gelar MA di bidang yang sama pula.
Kemudian beliau meraih ijazah dalam Bahasa Inggris dari Cambrige University pada tahun 1944.
Ismail Banda kembali ke tanah air pada 1947 dan terus ke Ibukota Negara yang kala itu di Yogyakarta. Pergaulannya di Yogyakarta amat menguntungkan umat Islam, Beliau bergerak aktif dalam Masyumi. Ia membuat beberapa kajian mengenai Islam umumnya, seperti bidang pendidikan dan pengajaran di Mesir di UII Yogyakarta.
Awalnya beliau bekerja di Kementerian Agama, tetapi hatinya lebih tertarik dengan urusan luar negeri. Sejak tahun 1948, beliau diangkat menjadi refrendaris pada Kementerian Luar Negeri di Yogyakarta.
Ismail Banda sempat kembali ke luar negeri dan menjadi penyiar pada beberapa radio untuk memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia yang pada waktu itu sangat sulit kedudukannya berhubung pengepungan Belanda.
Pada 1950 Ismail Banda dipindahkan ke Jakarta pada kementerian Luar Negeri dan menjabat Perwakilan pada Kedutaan Indonesia di Teheran, Iran.
Dengan surat Kementerian Luar Negeri tertanggal 30 November 1951, beliau diperintahkan bekerja pada perwakilan Indonesia di Kabul, Afganistan dan harus berangkat dengan pesawat udara pada akhir Desember 1951.
Sebelum ke Afganistan, Ismail Banda bermaksud hendak singgah dahulu di Mesir dan di Teheran, Iran. Tetapi dengan takdir Allah SWT, pesawat yang ditumpangi Ismail Banda dihantam badai topan dan mendapat kecelakaan di Teheran, Iran, yang menyebabkan seluruh penumpangnya meninggal dunia, termasuk di dalamnya adalah pendiri dan tokoh Al Washliyah Ismail Banda.
Jasad Beliau lalu di makamkan di tempat kejadian yaitu di Teheran.
Ismail Banda meninggalkan seorang anak perempuan bernama Nur Laila yang ketika itu berusia 22 tahun dan sempat menjadi pengajar di sekolah Al Washliyah di Medan, Sumatera Utara.
Kehilangan Ismail Banda tentu dirasakan warga Al Washliyah dan bangsa Indonesia. Karena tokoh, pendiri Al Washliyah telah pergi untuk selama-lamanya menghadap Ilahi Robbi. Beliau selain aktifis dan diplomat ulung, beliau juga memiliki leadership yang handal.
Al Washliyah di santero dunia kehilangan tokoh, pendiri Al Washliyah. Tidak heran, kabar kecelakaan pesawat yang ditumpangi Ismail Banda, menggetarkan hati dan sanubari umat Islam Indonesia, khususnya warga Al Washliyah di Sumatera Utara dan Jakarta, sekaligus menyelenggarakan salat ghaib.
Sumber: al-washliyah.com
Edeting:
Syamsir
Ketua Majelis Amal Sosial PB Al Washliyah