MENGENAI sholat berhadiah mobil dan haji sebagai mana diberlakukan oleh Walikota Bengkulu untuk memotivasi jemaah masjid di kantornya. Untuk sholat ada dua sisi yang perlu dipahami secara mendasar yaitu tentang shalat fardu yang kewajibannya tidak ada syarat kemampuan sebagaimana ibadah Haji.
Karena Ibadah shalat wajib hukumnya dilakukan bagi orang yang mukallaf (Islam, baligh dan berakal) meskipun dalam keadaan dharurat, uzur, sudah tua renta, sakit, dsb. Berbeda dengan Ibadah Haji yang setiap orang tidak dapat melakukannya bila tidak memenuhi syarat kemampuan yaitu sehat, memiliki harta yang cukup untuk menunaikannya, terjamin keamanan selama perjalanan dan bagi wanita harus ada Mahram sebagai orang yang melindunginya. Ada perbedan hukum hadiah untuk shalat dan ibadah haji.
HADIAH UNTUK SHALAT
Shalat fardhu lima waktu merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang yang Mukallaf dalam kondisi apapun, hanya berbeda tata cara pelaksanaannya jika kondisi seseorang tersebut dalam keadaan udzur, sakit, musafir, dharurat, dsb. Bagi orang yang meninggalkan shalat fardhu lima waktu dengan sengaja hukumnya adalah “Haram” termasuk salah satu dosa besar dan orang tersebut tergolong orang yang fasiq. Orang yang fasik sebagian para ulama mengkatagorikannya sebagai orang yang cacat hak-haknya dalam perkara syari’at. Diantara hak-haknya yang cacat atau tidak dapat dilakukannya dalam perkara syari’at seperti sebagai saksi, Qadhi/Hakim, fatwanya haram diambil sebagai hujjah, dsb.
Lantas bagaimana jika orang yang malas untuk melakukan shalat fardhu diberi motifasi dengan hadiah, apapun hadiahnya agar mereka orang-orang yang fasiq tersebut mau melaksanakan shalat fardhu lima waktu. Apapun alasannya memberikan hadiah untuk shalat fardhu lima waktu sangat tidak dibenarkan dalam syariat karena hal-hal sebagai berikut:
1.Orang tersebut sudah Mukallaf (Islam, balih dan beakal). Maka haram hukumnya memberi hadiah kepada orang yang mukallaf yang bersifat sembara yaitu diumumkan dengan alasan motifasi atau apapun. Berbeda hadiah tersebut diberikan kepada orang yang masih anak-anak yang belum Mukallaf maka diperbolehkan. Atau memberikan hadiap sebagai motifasi namun tidak dengan sembara atau diiklankan/ diumumkan.
2.Sumber uang hadiah tersebut dari dana APBD atau APBN maka hukumnya muthlak haram. Uang rakyat tidak boleh dijadikan hadiah untuk orang yang melakukan shalat fardhu lima waktu. Jika uang pribadi sang walikota ia memberinya secara diam-diam bukan disembarakan atau diiklankan karena melihat ketaatan pegawai di lingkungannya maka hukumnya boleh dan sunnah dengan diniatkan sebagai sedekah atau hadiah.
3.Hadiah yang diperuntukkan kepada orang Mukallaf untuk melakukan shalat fardhu lima waktu jika disembarakan atau diumumkan maka jatuhnya adalah Bid’ah dan tergolong “Ria”. Ria dalam pandangan Islam adalah sebagai “Syirqulashghar” yaitu syirik yang paling kecil. Ria atau Sirqul Ashghar amal ibadahnya tertolak.
Di dalam Alquran Allah sematkan bagi pelaku Ria atau Sirqulashghar dengan bahasa “Wail” yang berarti celaka, laknat Allah, atau lembah yang terdapat di dalam neraka Jahannam.
HADIAH UNTUK HAJI
Ibadah haji adalah diantara salah satu rukun Islam yang lima sama dengan ibadah shalat fardhu. Namun sebagaimana telah disebut di atas ibadah haji ada perbedaan mendasar tata cara menunaikannya sebagaimana shalat fardhu. Ibadah haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, tidak aman dalam perjalanan, sakit atau umur yang saangat renta, bagi wanita yang tidak ada Mahramnya atau suaminya sebagi laki-laki yang mampu melindungi atau menjaganya selama pelaksanaan ibadah haji. Dan Ibadah Haji hanya wajib dilakukan sekali dalam seumur hidup.
Maka dapat dibenarkan memberikan hadiah untuk ibadah haji dengan syarat:
1.Yang diberi hadiah adalah orang yang tidak mampu dalam melaksanakan ibadah haji.
2.Dana tersebut bukan dari APBD atau APBN karena uang yang diperoleh dari rakyat haram hukumya diperuntukkan sebagai hadiah dalam ibadah wajib termasuk Haji.
Namun jika pemerintah pusat memiliki aturan atau undang-undang yang telah mengatur tentang remunerasi atau hadiah tersebut maka diperbolehkan, tapi harus diperioritaskan bagi orang-orang yang tidak mampu dan bukan memberikan hadiah untuk shalat fardhu lima waktu.
KESIMPULAN
Maka hadiah untuk shalat fardhu bagi orang yang Mukallaf hukumnya adalah “BID’AH” dan termasuk perbuatan yang Haram sangat bertentangan dengan syari’at.
Sedangkan hadiah khusus untuk ibadah Haji maka hukumya adalah sunnah jika sesuai syarat-syarat yang telah disebutkan di atas. Wallahua’lam
KH. Ovied.R
Sekretaris Dewan Fatwa Al Washliyah Se-Indonesia-Direktur Lembaga Riset Arab Timur Tengah (Di Malaysia)- Guru Fikih Perbandingan Madzhab/Tafsir Alqur’an Majelis Ta’lim Jakarta.