UNIVERSITAS AL WASHLIYAH (UNIVA) Medan, Sumatera Utara menggelar workshop internasional bertajuk International Workshop Publication Strategies in Scopus-Indexed Journal Utilizing AI. Acara ini berlangsung di Aula Biro Rektor UNIVA Medan pada hari Selasa 18 Februari 2025/19 Sya’ban 1446 H, dengan menghadirkan tiga narasumber utama: Prof. Dr. H.M. Jamil, M.A. (Rektor UNIVA Medan), Prof. Dr. Maimun Aqsha Lubis (Pensyarah dari Universiti Kebangsaan Malaysia), dan saya sendiri, Dr. Ja’far, M.A. Workshop ini dimoderatori oleh Dr. Khairuddin Lubis, M.Pd., M.A., dan diketuai oleh Dr. M. Riduan Harahap, M.Pd.I.
Dalam workshop ini, saya sebagai pemateri menyampaikan enam poin penting seputar penulisan dan publikasi artikel di jurnal terindeks Scopus serta bagaimana pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dapat mendukung proses publikasi akademik. Pertama, ilmu dan menulis dalam Islam. Dalam Islam, ilmu dan aktivitas menulis memiliki nilai yang tinggi. Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa ilmu harus disebarluaskan dan diabadikan melalui tulisan. Beberapa kutipan penting yang disampaikan dalam sesi ini antara lain:
(1) Q.S. al-Mujadalah/58: 11 yang menegaskan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu (Yarfa‘illāhu allazīna āmanū minkum wa allazīna ūtū al-‘ilma darajāt).
(2) Sebuah Hadis Nabi dalam Shahih Muslim yang menyatakan bahwa amal seseorang akan terputus kecuali dalam tiga hal, salah satunya ilmu yang bermanfaat (Izā māta ibnu Ādama inqatha‘a ‘amaluhu illā min tsalātsin: shadaqatin jāriyah, aw ‘ilmin yuntafa‘u bih, aw waladin shālihin yad‘ū lah).
(3) Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya” (Qayyidul ‘ilma bil kitab).
(4) Imam al-Ghazali dalam Mukasyafat al-Qulub menyebutkan sebuah hadis, Yūzanu yawma al-qiyāmati midādu al-‘ulamā’ bi-dami al-syuhadā’, yang menegaskan bahwa tinta ulama lebih berat timbangannya dibanding darah syuhada.
(5) Seorang penyair menyatakan bahwa “tulisan tetap bertahan sepanjang zaman setelah penulisnya, sedangkan penulis tulisan itu terkubur di dalam tanah” (Al-khattu yabqā zamānan ba‘da kātibihi wa kātibu al-khatti tahta al-ardhi madfūnān).
Kedua, jurnal dan peran AI dalam publikasi ilmiah. Jurnal akademik merupakan wadah utama bagi akademisi dalam menyebarluaskan hasil penelitian mereka. Dalam Cambridge Dictionary disebutkan bahwa jurnal adalah a serious magazine or newspaper that is published regularly about a particular subject (majalah atau surat kabar serius yang diterbitkan secara teratur tentang subjek tertentu).
Sebuah jurnal idealnya hanya menerbitkan artikel yang mengandung novelty, dalam pengertian, bahwa penulis perlu memperhatikan kebaruan dalam penelitian yang mengacu pada pengenalan ide baru atau perspektif unik yang menambah pengetahuan yang sudah ada dalam bidang studi tertentu. Dalam penulisan artikel jurnal bereputasi, AI hadir sebagai alat yang dapat membantu peneliti dalam berbagai aspek, seperti menemukan topik penelitian, mencari referensi, mengoreksi tata bahasa, serta melakukan analisis data.
Ketiga, struktur artikel bereputasi. Artikel yang ingin diterbitkan dalam jurnal terindeks Scopus disarankan mengikuti template jurnal yang dituju secara ketat. Biasanya, struktur artikel mengikuti format IMRAD (Introduction, Methods, Results, and Discussion). Setiap bagian memiliki peran penting dan penulis perlu memperhatikan unsur-unsur yang harus ada di setiap bagian artikel.
Dalam judul, misalnya, perlu dihindari pencantuman lokasi riset, cukup disebutkan di bagian metode. Abstrak ditulis secara ringkas dengan mencakup tujuan, metode, hasil, dan implikasi penelitian. Pendahuluan artikel memuat isu krusial, riset terdahulu dan kebaruan, tujuan penelitian, dan argumen penelitian. Metode penelitian menjelaskan objek material, desain penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Bagian temuan dan diskusi harus menampilkan temuan utama dan diskusinya dengan teori atau penelitian terdahulu.
Dalam bagian ini, penulis menyusun temuan. Di sini, pertanyaan penelitian diulas dengan menampilkan data (tabel, gambar atau kutipan wawancara), dan merumuskan tiga poin penting dari data. Setidaknya, sejumlah hal menarik dari data–tabel, gambar atau kutipan wawancara–ditampilkan. Dalam bagian diskusi, penulis mendiskusikan hasil penelitian dengan teori atau hasil riset para peneliti terdahulu. Analisis kritis penulis dan kesimpulan-kesimpulan penting ditampilkan juga dalam bagian ini. Dalam bagian penutup, perlu ditampilkan temuan-temuan terpenting, kontribusi akademik, dan keterbatasan penelitian. Pamungkasnya, referensi artikel merujuk minimal 80% dari jurnal akademik bereputasi internasional terutama dari jurnal terindeks Scopus, dan 20% lagi berasal dari buku primer atau sumber lainnya seperti kamus dan ensiklopedi. Karya para ahli terkemuka perlu diutamakan dan dirujuk.
Keempat, AI sebagai alat bantu dalam penulisan karya ilmiah. AI dapat digunakan dalam berbagai aspek publikasi ilmiah, antara lain (1) Menentukan topik dan judul. AI dapat membantu merumuskan judul yang menarik dan sesuai dengan tren penelitian. (2) Mencari referensi. AI dapat digunakan untuk menemukan dan merangkum referensi dari berbagai sumber seperti Google Scholar, Semantic Scholar, Scite, Zotero, Connected Papers, ResearchGate, Refseek, Microsoft Academic, Iris.ai, EndNote, Scopus AI, Mandeley, PubMed, Open Knowledge Map, Open Read, Research Rabbit, SciSpace, Consensus, dan Elicit. (3) Membantu dalam tata bahasa. AI seperti Google Translate, DeepL Translator, Gammarly, QuillBot, Microsoft Translator, Yandex Translate, Bing Translator, iTranslate, atau SYSTRAN membantu dalam perbaikan tata bahasa dan gaya penulisan. (4) Analisis dan visualisasi data. AI seperti ChatGPT (OpenAI) dan DeepSeek, Synthedia (AI Writing Tool) dapat digunakan untuk membuat tabel, grafik, dan infografis untuk memperjelas temuan penelitian. Dalam konteks ini, AI dapat digunakan untuk menemukan inspirasi saat merancang outline artikel, mencari teori yang relevan, membangun argumen penelitian, mereview artikel terdahulu, atau menganalisis data. Hanya saja, etika dan integritas akademik, dan etika publikasi perlu dijunjung tinggi di tahap ini. (5) Peer-review. AI dapat membantu dalam deteksi plagiarisme dan validasi metodologi menggunakan alat seperti Turnitin, Scribbr, dan Smodin.
Kelima, etika penggunaan AI dalam publikasi akademik. AI harus digunakan secara bertanggung jawab dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Beberapa prinsip utama dalam penggunaan AI meliputi (1) non-dependensi bahwa peneliti tidak boleh sepenuhnya bergantung pada AI, (2) akuntabilitas bahwa setiap penggunaan AI dalam penelitian harus disebutkan secara eksplisit meskipun sebenarnya hal ini membuat kualitas penelitian dipertanyakan, dan (3) kritis bahwa AI bukanlah sumber kebenaran mutlak, sehingga peneliti harus tetap melakukan verifikasi terhadap hasil yang diberikan oleh AI. Dalam konteks ini, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah mengeluarkan Recommendations on The Ethics of Artificial Intelligence mengenai etika AI dalam publikasi ilmiah, demikian juga Kementerian Komunikasi dan Digital telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial dimana etika AI mencakup aspek inklusif, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas dan akuntabilitas, perlindungan data pribadi, pembangunan lingkungan berkelanjutan dan kekayaan intelektual. Dalam hal ini, dipertegas bahwa seyogyanya AI menjadi teman diskusi. Penggunaan AI harus sejalan dengan integritas akademik. Sebuah sumber menyebutkan bahwa Harvard Kennedy School telah menemukan sebanyak 139 artikel di Google Scholar tampaknya dibuat oleh AI. Bagi para peneliti Harvard Kennedy School, penelitian palsu itu membahayakan integritas penelitian ilmiah. Apalagi hasil penelitian biasanya digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan publik dalam berbagai sektor.
Keenam, kiat sukses tembus scopus. Untuk dapat mempublikasikan artikel di jurnal terindeks Scopus, beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi (1) Mengundang pengelola jurnal Scopus sebagai narasumber dalam seminar dan workshop terutama untuk mendapatkan pencerahan dan solusi dalam penerbitan artikel para dosen di perguruan tinggi Al Washliyah. (2) Membiasakan membaca dan mengakses jurnal-jurnal yang telah terindeks Scopus guna meraih inspirasi seputar judul dan topik riset yang layak untuk diterbitkan di jurnal yang terindeks Scopus. (3) Berkolaborasi dengan peneliti terkemuka di bidang masing-masing, baik dari dalam maupun luar negeri, dalam publikasi artikel. (4) Mengusahakan agar jurnal-jurnal di perguruan tinggi Al Washliyah dapat terindeks di Scopus, minimal terindeks SINTA 2. Al Washliyah harus punya jurnal yang terindeks Scopus. (5) Menghasilkan penelitian berkualitas tinggi yang memiliki kebaruan dan dampak signifikan, sehingga hasil riset dengan mudah diterima dan diterbitkan. Tim editor jurnal bereputasi Scopus biasanya akan menolak artikel penulis yang tidak mengandung novelty, tidak sesuai dengan fokus dan skop jurnal, referensi yang begitu lemah (tidak merujuk sumber primer) dan tidak mutakhir (tidak merujuk artikel yang terindeks Scopus), dan bahasa asing yang tidak standar.
Workshop ini memberikan wawasan yang komprehensif tentang strategi publikasi di jurnal terindeks Scopus serta bagaimana AI dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas penelitian dan publikasi ilmiah. Namun, AI harus tetap digunakan secara etis dan bertanggung jawab untuk menjaga integritas akademik. Dengan mengikuti strategi yang tepat dan memanfaatkan AI dengan bijak, peneliti dapat meningkatkan peluang mereka untuk menerbitkan artikel di jurnal bereputasi. Banyak pakar menjelaskan bahwa kecanggihan AI juga memiliki dampak negatif terutama saat dihadapkan dengan isu integritas akademik dan orisinalitas karya ilmiah. AI sebenarnya adalah alat, bukan tujuan, dan bersifat komplemen, bukan menggantikan. Karena itu, seorang peneliti dan dosen harus menghasilkan karya akademik yang orisinal, bukan merupakan hasil penggunaan AI secara tidak bertanggungjawab. ChatGPT, sekadar contoh, tidak dapat menggantikan posisi peneliti dalam kegiatan penelitian atau memberikan data yang sah dan dapat diandalkan. Untuk menghasilkan karya ilmiah yang kredibel, seorang peneliti tetap harus melaksanakan kegiatan penelitian sesuai kaidah penelitian dan menggunakan sumber referensi yang valid, serta melakukan analisis yang lebih mendalam. AI merupakan alat bantu peneliti, bukan membantu peneliti menghasilkan penelitian palsu.
Terakhir, AI bukanlah pengganti pemikiran kritis manusia, melainkan alat yang dapat membantu mempercepat dan meningkatkan efisiensi dalam proses penelitian dan publikasi karya ilmiah. Oleh sebab itu, seorang peneliti harus tetap mengutamakan orisinalitas, validitas, dan etika dalam setiap penulisan dan penerbitan karya ilmiah mereka. Apalagi dalam tradisi Islam, setiap perkataan dan perbuatan seorang Muslim akan dimintai pertanggungjawaban. Karya yang dihasilkan seorang penulis dapat bernilai ibadah dan meraih pahala, manakala karya tersebut betul-betul merupakan hasil usaha, pemikiran dan refleksi penulisnya sendiri, bukan hasil ciptaan AI.
Dr. Ja’far, M.A.
- Dosen Fakultas Syariah IAIN Lhokseumawe
- Ketua LKSA Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah Periode 2021-2026
- Sekretaris Centre For Al Washliyah Studies (Pusat Kajian Al Washliyah)