DI DALAM kamus Lisanul arab,Ibnul Manzdur (1290) menjelaskan bahwa Sya,ban berasal dari kosa kata syi’ab yang berarti jalan di atas gunung,jalan berpencar, bercabang, dinamakan demikian karena dahulu kala orang orang arab pada bulan tersebut yatasya’ab/berpencar untuk mencari sumber mata air,atau yatasya’ub/berpencar di gua gua, atau boleh jadi dinamakan sya’ban karena bulan ini muncul di antara dua bulan Rajab dan Ramadan.
Setelah datang Islam bulan itu diartikan sebagai bulan untuk membuka jalan, atau sebagai pintu gerbang menemukan banyak jalan, guna untuk mencapai kebaikan, namun karena posisi bulan tersebut berada di antara dua bulan yang mulia dan dimuliakan (antara Rajab dan Ramadan), maka kemuliaan bulan sya’ban sering terlupakan,berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad Saw bersabda; bulan Sya’ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang karena posisinya berada antara bulan Rajab dan bulan Ramadan. Bulan sya’ban adalah bulan yang diangkatkan amal amal ibadah kepada Allah, oleh karena itu Aku senang jika amal ibadahku diangkatkan kepada Allah Aku dalam keadaan puasa (HR Abu Daud dan Annasai).
Dari teks hadis ini dapat difahami bahwa bulan sya’ban adalah bulan disenangi oleh Nabi Saw, karena bulan ini adalah bulan penyetoran amal ibadah kepada Allah Swt, dalam priode tahunan dan rasa senang itu diungkapkan dalam bentuk amalan puasa di hari hari bulan Sya’ban, sama halnya dengan penyetoran amal ibadah dalam periode mingguan yaitu setiap malam Jumat Beliau mengiringinya dengan puasa pada hari Kamis.
Kecintaan Beliau kepada bulan Sya’ban, bukan hanya disebabkan bulan ini sebagai bulan penyetoran amal ibadah,lebih dari itu. Bulan ini sebagai pintu gerbang yang membuka jalan kemuliaan sesuai dengan makna dari bulan Sya’ban itu sendiri, seperti jalan yang berpencar sebagaimana diterangkan makna etimologinya di dalam kamus lisanul arab di atas, persisnya untuk mengantarkankannya kepada bulan yang lebih mulia, lagi ditunggu tunggu kedatangan nya, yaitu bulan suci Ramadan,dengan kata lain bulan Sya’ban sebagai persiapan untuk menyongsong kedatangan bulan suci Ramadan.
Dengan demikian, bulan Sya’ban dipandang mulia dalam Islam disebabkan ia sebagai tangga atau pintu gerbang masuk ke dalam bulan yang mulia pula,di dalam ushul fiqh ada istilah yang mengatakan lilwasail hukmul maqoshid/yang mengatarkan kepada tujuan hukumnya sama dengan tujuan itu sendiri, ditambah lagi dari posisi keberadaan, bulan ini pun diapit oleh dua bulan yang mulia yang notabenenya membuat orang lalai terhadap kemuliaan bulan Sya’ban itu sendiri.
Alasan di atas memperkuat dugaan kita mengapa bulan ini banyak dilupakan orang, wajar jika ada kemulian besar yang dinanti nantikan kedatangannya dapat membuat orang lupa dengan perantara yang mengantarkannya,bila orang sudah mendapatkan buah mangga biasanya lupa dengan galah yang menjoloknya. Sejalan dengan argumentasi pikiran diatas Rasulullah ada bersabda; bulan Rajab adalah bulan Alllah, bulan Sya’ban bukan Ku dan bulan Ramadan adalah bulan umatKu,terlepas dari kualitas hadis terserbut apakah hadis sahih atau hadis dhaif.
Yang jelas,Nabi Muhammad Saw mengatakan bulan sya’ban sebagai bulan pribadinya karena Beliau mengerti betul bulan tersebut banyak jalan untuk memperbaiki kualitas umatnya dengan cara memperkuat keimanan, menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah Swt, karena seakan akan sudah berada di dalam atmosfir Ramadan.
Di antara persiapan yang dicontohkan oleh, adalah pada bulan sya’ban meskipun tidak sebulan penuh, sebagaimana riwayat Nabi Saw dari Aisyah berpuasa Ra; Saya tidak mengetahui Beliau SAW puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadan. Para ulama menguatkan pendapat ini diantaranya Ibnu Mubarak dan lain lain mengatakan, bahwa puasa sunat setelah nishfu Sya’ban tidak dianjurkan. Jika ada diantara umatnya ada yang berpuasa satu bulan penuh bulan Sya’ban
bahkan tiga bulan berturut dari bulan Rajab, Sya’ban, Ramadan,tidak ada larangan sama sekali.
Adapun larangan berpuasa selepas pertengah Sya’ban hingga mendekati Ramadan,kuat dugaan larangan tersebut bukan larangan haram, karena puasa yang dilarang dalam satu tahun hanya 5 hari yaitu puasa hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan tanggal 11,12 13 bulan Zulhijjah (hari Tasyriq).
Atau boleh jadi larangan tersebut berlaku bagi orang yang tidak membiasakannya, karena dikhawatirkan akan melemahnya fisik dan menurunnya stamina badan ketika melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadan.
Sampai pada puncaknya di pertengahan Sya’ban Rasullullah Saw meningkatkan amal ibadahnya menghidupkan malam nya dengan melaksanakan salat dan puasa di siang harinya dan bersedekah disebabkan pada malam nisyfu sya’ban merupakan malam istimewa di antara satu bulan malam sya’ban.
Diriwayatkan dari Aisaya Ra : Suatu malam ia kehilangan Raslullullah Saw dan mencarinya kesana kemari akhirnya ia menemukan Nya di Baqi’ sedang menengadahkan wajahnya ke langit Beliau berakata; Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni dosa sebanyak-banyaknya melebihi bulu domba Bani Kilab (HR.Turmuzi,Ahmad,Ibnu Majah) dan banyak lagi hadis yang dapat menjadi pendukung (syawahid) kualitas hadis tersebut menjadi hasan dan pantas untuk diamalkan.
Akhirnya kalau kita merujuk kepada sumber asli seperti kutubusittah kita akan banyak menemukan hadis yang menerangkan keutamaan bulan sya’ban,dan nishfu sya’ban,namun karena kebanyakan orang banyak melupakannya,lalu bila melihat orang yang memuliakannya dengan mengisinya dengan berbagai kegiatan amal ibadah,sebagian orang ada yang berteriak membid’ahkannya bahkan menghukumnya sebagai orang sesat dan ahli neraka. Wallahu Alamu Bhishsawab
Dr.H.Muhammad Nasir Lc,MA
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah