SUATU saat, seorang pemuda melakukan sebuah dialog dengan Buya Hamka. Si pemuda tersebut mengatakan, bahwa meskipun dia sedang berada di sebuah negara Islam, tetapi dia tahu mana wanita yang berprofesi sebagai pelacur dan mana yang bukan.
Dengan bangganya pun dia mengatakan juga, bahwa berdasarkan pengalaman dia dalam mencari wanita-wanita pelacur di negara-negara Arab untuk dia kencani, dia tetap akan bisa membedakannya, meskipun para wanita tersebut tetap menutup auratnya, bahkan memakai cadar.
Tentu saja, awal niat pemuda ini membuka wacana tersebut dengan Buya Hamka, adalah untuk mengejek Islam, dan para muslimahnya yang harus selalu menutup aurat, sekaligus juga memberikan tes kecendekiawanan kepada Buya Hamka untuk menanggapi hal tersebut.
Dengan tenang, Buya Hamka pun menanggapi ejekan si pemuda tersebut.
Kemudian Buya Hamka berkata, bahwa dia pernah pergi ke Amerika, ke kota Los Angeles tepatnya. Buya Hamka menceritakan, bahwa selama di Amerika, dia tidak menemui seorang pelacur pun, meskipun pakaian para wanita di Amerika sangat terbuka sekali auratnya, dan gaya pergaulan mereka adalah gaya pergaulan bebas.
Pemuda inipun tertawa mendengar ucapan Buya Hamka. Dia mengatakan bahwa Buya Hamka berbohong, sebab berdasarkan pengalaman dia yang juga pernah pergi ke Amerika, bahwa justru di Amerika adalah tempat gudangnya para pelacur.
Buya Hamka pun tersenyum. Buya Hamka mengatakan bahwa dirinya tidak berbohong, karena ketika dia pergi ke Amerika, dia tidak berniat untuk mencari pelacur, tetapi berniat untuk memenuhi undangan dakwah warga Indonesia di sana, sehingga dia tidak tahu jika ada banyak pelacur di Amerika.
Sedangkan meskipun pemuda tersebut pergi ke negara-negara Islam di Arab, dia tetap akan menemukan pelacur, karena memang para pelacur itulah yang dia cari. Para pelacur itulah yang dia tuju. Maka jalan untuk menemukan para pelacur pun terbentang dihadapannya dengan mudah, bahkan dia bisa membedakan mana pelacur dan mana yang bukan, meskipun para wanita tersebut memakai hijab.
Artinya, apa yang diniatkan dan apa yang diinginkan untuk didapatkan oleh manusia sebagai tujuan akhirnya, maka sesungguhnya jalannya akan selalu terbentang dan terbuka untuk dicapainya.
Hal ini dikarenakan manusia telah diberikan unsir metafisik yang bernama kehendak bebas (free will) yang berbentuk nafsu, akal, dan qalbu, untuk menjalankan kehidupannya.
Jika nafsunya tersebut digunakan untuk melakukan kejahatan, dan melakukan dosa-dosa lainnya, maka sesungguhnya jalan untuk itu akan selalu tersedia.
Sebaliknya, jika nafsunya tersebut dikendalikan untuk mendapatkan kebaikan dan keberkahan dari Tuhannya, maka Tuhan pun akan memberikan jalan itu.
Mendengar perkataan Buya Hamka ini, pemuda itupun akhirnya terdiam.
Ya, seperti diamnya kita. Diam karena malu terhadap diri sendiri, karena terlalu banyak kehendak bebas yang kita turuti ke dalam keburukan.
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Surah Al-Ankabut (29:69)).
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (Surah At-Talaq (65:2-3)).
Semoga dengan bertambahnya usia, pengalaman hidup, dan ilmu kita, kita akan semakin dapat memahami, akan dibawa ke arah manakah unsur metafisik kita yang bernama kehendak bebas ini? karena apa yang kita tuju, itu yang akan kita dapat.
Jadi, apakah yang akan kita cari dan kita tuju siang ini, sore ini, malam ini, besok, minggu depan, dan bahkan di tahun yang datang…..kebaikan, keburukan, ataukah daerah abu-abu yang berada di antara kebaikan dan keburukan?
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 26 Desember 2024
H. J. Faisal
Dosen Sekolah Pacasarjana Prodi MMPI UNIDA Bogor
Director of Logos Institute for Education and Sociology Studies (LIESS)
Pemerhati Pendidikan dan Sosial
Sekretaris Majelis Riset dan Digitalisasi PB Al Jam’iyatul Washliyah
Anggota PJMI