HARI INI,1 Juli 2024, institusi Polri telah sampai di usia perjalanannya yang ke-78. Sebuah perjalanan usia yang panjang, yang secara logis telah juga dipenuhi oleh pengalaman panjang pula, baik itu itu pengalaman positif mau pun negatif. Tetapi itulah hakikat perjalanan sebuah usia.
Melihat kembali wajah Polri hari ini adalah bagaikan melihat wajah Indonesia dalam perspektif yang kecil; ada banyak warna dan ekspresi di dalam melihatnya. Di satu sisi, Polri tetap menjadi harapan terbesar bagi terciptanya sebuah situasi yang aman, nyaman dan kondusif, di sisi lain, Polri juga terus-menerus dihujat dan ditempatkan bagai sesuatu yang seolah tak berharga. Maka demikian pula sudut pandang orang melihat Indonesia: dicintai namun juga dihujat.
Kita mencatat setidaknya ada tiga kasus besar yang membuat Polri mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat, pertama pada kasus Sambo, lalu kasus narkoba Teddy Minahasa dan terakhir di kasus Vina Cirebon. Ketiga kasus itu secara tidak fair lalu dipakai sebagai justifikasi untuk memberi stempel bahwa “polisi bobrok, polisi tak professional”. Padahal, secara logika, tak elok membakar lumbung jika di dalamnya ada seekor tikus. Tetapi itulah risiko sebagai sebuah institusi yang sejatinya masih cintai, masih diharapkan oleh masyarakat. Secara sederhana, itulah “wujud rasa cinta” masyarakat terhadap Polri, di dalam perspektif yang berbeda, dalam ekspresi berbeda. Pahit memang, namun bagaikan obat, pahitnya akan melahirkan rasa sehat.
Polri memang harus menjawab semua tudingan negatif terhadapnya. Jawabannya tentu saja melalui upaya-upaya yang nyata, bukan hanya dengan melemparkan narasi yang bisa dianggap hanya sebagai pembelaan diri. Sebab memang yang diharapkan oleh masyarakat adalah bentuk nyata perbuatan, bukan rangkaian narasi, yang justru akan menjadi sesuatu yang kontra-produktif. Tak selamanya layak narasi dibalas oleh narasi pula.
Pada kasus Sambo dan Teddy Minahasa, harus diakui dengan jujur bahwa Polri telah mampu melakukan sebuah jawaban yang tepat dan presisi, yang pada akhirnya mampu mematahkan pandangan negatif terhadap Polri. Penegakan hukum yang presisi itu telah memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Maka istilah ‘oknum’ pun menjadi relevan di dalam melihat kedua persoalan besar tersebut. Bahwa kesalahan besar yang dibuat oleh anggota Polri itu sejatinya adalah ulah oknum, dan sama sekali tak melibatkan Polri sebagai institusi. Justru Polri sangat dirugikan oleh kasus-kasus tersebut.
Pada akhirnya Polri memang harus terus fokus kepada penegakan hukum yang berlaku secara universal, tanpa pandang bulu. Telah terbukti bahwa Polri bahkan harus dengan tegas menindak seorang jenderal bintang 2 dan 3, padahal kedua jenderal itu memiliki ‘kekuatan’ yang besar. Tetapi itulah penegakan hukum, ia harus berdiri di atas keadilan, bukan di atas kepentingan-kepentingan yang justru berada di luar hukum itu sendiri. Penegakan hukum yang tegas oleh Polri – setidaknya – pada dua kasus besar yang melibatkan petinggi Polri itu selayaknya menjadi cerminan, menjadi cambuk untuk terus melakukan penegakan hukum yang fair dan berkeadilan. Semangat yang makin besar selayaknya saat ini dimiliki oleh Polri untuk terus melakukan hal sama, pada kasus apa pun, entah di kasus melibatkan anggota Polri atau tidak.
Harapan besar kepada Polri tentu ditempatkan di pundak Kapolri sebagai pemegang tampuk tertinggi institusi kepolisian, namun harus juga disadari bahwa beban itu tak seharusnya hanya dipikul oleh seorang Kapolri, tetapi justru adalah menjadi beban dan tanggung jawab seluruh anggota Polri. Mewujudkan polisi yang presisi adalah melekat kepada setiap seragam yang dipakai oleh setiap anggota Polri. Karena itulah satu-satunya cara untuk menjawab setiap ketidak-puasan atas kinerja Polri, itu menjadi jawaban nyata atas narasi-narasi miring yang selama ini gencar mengarah kepada Polri.
Masyarakat masih mencinta Polri, terlepas dari bagaimana ekspresi dan bentuk narasi yang dilontarkan kepada Polri. Polri harus terus hadir di dalam setiap ruang dan waktu rakyat Indonesia, oleh sebab Polri memiliki tanggung jawab itu. Hal itu tentu senada dengan tema yang diusung oleh Polri di dalam memperingati HUT Bhayangkara kali ini, yaitu “Polri Presisi mendukung percepatan Transformasi Ekonomi yang Inkusif dan Berkelanjutan Menuju Indonesia Emas”.
Selamat ulang tahun, Bhayangkara. Semua harapan dan rasa cinta masih tetap ada kepadamu.
KBP (P) DR.(C) Muhamad Zarkasih,SH.,MH
Ketua Sako Pramuka Al Washliyah