اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ،و َ نَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
أما بعد فيا عِبَادَ اللَّهِ
أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، فقد فاز المتقون
قَالَ الله تَعَالَى فى كتابه العزيز إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ () فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ () إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَر
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Syukur kepada Allah, pada hari ini 10 Dzulhijjah 1445 adalah merupakan Hari Raya ” Idul Adha”. Hari Raya Qurban.
Kesyukuran pertama,di hari yang mulia ini, kita dapat melaksanakan shalat Idul Adha, sebagai tanda seorang hamba yang taat melaksanakan perintah dengan beribadah kepadaNya.
Kesyukuran kedua, pada hari-hari ini sebahagian umat Islam sedang melaksanakan prosesi ibadah haji di Tanah Suci,sebagai lambang persatuan umat, sebab ukhuwah dan persatuan adalah syarat nencapai kemenangan.
Kesyukuran ketiga,pada hari ini umat Islam melaksanakan penyembelihan hewan qurban yang diberikan kepada kaum masyarakat sebagai bukti bahwa agama Islam adalah agama yang peduli dengan keadaan sosial di tengah masyarakat.
Untuk itu semua, diperlukan sikap dan jiwa
pengorbanan dari setiap pribadi umat sebab merupakan syarat untuk mencapai kemenangan dalam kehidupan. Ini merupakan peraturan hidup sebagaimana dinyatakan dalan firman Allah Taala :
إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ () فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ () إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَر
” Sesungguhnya kami memberikan kepadamu telaga al Kausar. Maka dirikanlah shalat dan berkorbanlah. Sesungguhnya musuh engkau akan kalah “ ( QS. Al kautsar : 1-3)
Dalam kajian tadabbur alquran , tema utama surah ini pengorbanan untuk mencapai kemenangan, maksudnya bawa sudah menjadi sunatullah bahwa kemenangan itu akan dicapai jika seseorang itu telah melakukan pengorbanan dalam setiap usaha yang dilakukannya.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah.
“ Inna a’tahinaka al Kausar “, Kami telah memberikan kepada engkau ” al Kausar “.
Apakah yang dimaksud dengan al Kausar.?Banyak hadis meriwayatkan bahwa makna al Kausar disini adalah telaga al Kausar yang diberikan nanti di dalam surga ( Hadis riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah ).
Al Kautsar dapat juga bermakna nikmat yang banyak, sebab kalimat “Al Kausar ” berasal dari kata-kata ” Kasura” yang berarti “banyak.
Sahabat nabi, Ibnu Abbas menyatakan bahwa Al Kausar juga bermakna “ al khair al kastir “, kebaikan yang banyak, nikmat yang banyak. dan seorang Tabi’in bernama Mujahid juga menyatakan bahwa Kausar adalah “ kebaikan di dunia dan di akhirat “ ( tafsir Ibnu Kasir, Juz 4, hal. 628).
Oleh karena itu “ Inna A’thainaka kal kausar “ juga dapat diterjemahkan “Kami telah memberikan kepada engkau telaga Al Kautsar ” dan ayat ini juga dapat diterjemahkan dengan : “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak “.
Dalam ayat ini Allah menekankan kepada kita bahwa segala nikmat yang didapat adalah pemberian Allah. Artinya jika engkau mendapat nikmat, mendapat rezeki, mendapat kekuasaan, mendapat pekerjaan, mendapat kesenangan, mendapat kesehatan, maka ingatlah bahwa itu semua merupakan pemberian Allah kepadamu. Kerja keras, ketrampilan dan kepakaran, adalah merupakan ikhtiyar, sebab manusia diwajibkan berusaha dan bekerja. Tetapi hasil yang didapat, itu semua hanya kita dapatkan dari rahmat, nikmat dan pemberian Allah Taala.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah.
Setelah kita mendapat nikmat, maka ayat selanjutnya :adalah : “ Fa shalli li rabbika wanhar “ , maka dirikanlah shalat kepada Tuhanmu dan berkorbanlah.
Kalimat” Fa shalli” bermakna ‘ Maka dirikanlah shalat ” sebagai kesyukuran kepada Allah atas nikmat yang diberikan.
Menurut para sahabat nabi dan pengikut sahabat nabi (tabiin) seperti Qatadah dan Ikrimah ayat ” Fa shalli ” bukan hanya bermakna dirikanlah shalat saja, tetapi juga dapat bermakna : “ bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang engkau dapatkan tersebut.”.
Ayat ini adalah mendidik manusia bagaimana mempergunakan nikmat yang telah didapat dengan cara yang benar, sebagai kesyukuran kepadaNya.
Oleh karena itu ayat tersebut, dapat juga diterjemahkan dengan redaksi : “ Jika engkau telah mendapat nikmat yang banyak, maka bersyukurlah kepada Tuhanmu”. Bersyukur maksudnya adalah mempergunakan nikmat tersebut dengan cara yang baik, tidak mubazir, tidak untuk maksiat, tetapi untuk beribadah kepada Tuhan yang mencipta alam.
Pemakaian nikmat tersebut selain untuk keperluan diri sendiri dan keluarga, juga harus dapat dipergunakan untuk kepentingan orang lain dan masyarakat. Oleh karena itu maka ayat “Fa shalli li rabbika” didambung dengan ayat “ wan Har “ , yang bermakna “ dan berkorbanlah “.
Setelah mempergunakan nikmat untuk keperluan diri sendiri dan keluarga, maka perhatikanlah bahwa dalam harta kekayaan tersebut terdapat hak orang lain sebagaimana dinyatakan dalam ayat
وَفِىٓ أَمۡوَٲلِهِمۡ حَقٌّ۬ لِّلسَّآٮِٕلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ ( سورة الذريات : 19)
” Fi amwalihim haqqun lissail wal mahrum ”, dalam harta kekayan mereka itu terdapat hak orang yang meminta dan orang yang memerlukan walaupun otang itu tidak meminta ”.( Surah Dzariyat : 19 ).
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.
Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah.
Kekayan dan kenikmatan yang diberikan Allah adalah dimaksudkan untuk dapat dipergunakan bagi memenuhi keperluan individu, keluarga dan juga keperluan orang lain, sebagimana dinyatakan dalam hadis nabi :
“ Sesungguhnya Allah telah mengkhususkan kaum dengan nikmat yang diberikan kepada mereka agar mereka dapat memberi manfaat bagi orang lain “ ( hadis riwayat Thabrani daripada Abdullah bin Umar ).
Pemberian dan pengorbanan kepada orang lain tersebut sesuai dengan kenikmatan yang didapat, sehingga tidak dapat dinilai dengan bilangan tetapi diukur dengan besarnya nikmat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis :
“ Bertambah besar nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang itu, maka bertambah besar keperluan manusia kepada orang yang memiliki nikmat tersebut “ ( Hadis dari Aisyah diriwayatkan oleh Thabrani ).
Oleh sebab itu dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwa :
“ Sedekah satu dirham dapat mengalahkan seratus dirham “. Sahabat nabi bertanya : “ Ya Rasulullah, Bagaimana hal itu dapat terjadi ?. Rasulullah menjawab : “ Seseorang yang memiliki dua dirham, dan dia bersedekah dengan satu dirham, sedangkan seorang lagi mempunyai seribu dirham, dan dia hanya bersedekah dengan seratus dirham; maka sedekah satu dirham tersebut, lebih utama dan lebih besar pahalanya daripada sedekah seratus dirham “ ( hadis sahih riwayat Nasai )
Mengapa demikian, sebab sedekah satu dirham dari dua dirham adalah limapuluh persen daripada harta yang dimilikinya, sedangkan sedekah seratus dirham dari harta seribu dirham adalah sepuluh persen dari kekayaannya. Oleh sebab itu pahala sedekah satu dirham ( dari dua dirham ) lebih besar dari pahala sedekah seratus dirham.
Berarti dalam bersedekah, Allah bukan hanya melihat berapa banyak di bersedekah, tetapi berapa persen harta yang disedekahkan dibandingkan dengan harta yang dimiliki.
Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah.
Setiap muslim yang memiliki kemampuan dan kekayaan mempunyai tanggungjawab sosial kemasyarakatan, apalagi terhadap kelangsungan dan perjuangan agama, dengan memberikan sebagian harta kekayaan tersebut untuk keperluan orang lain dan keperluan perjuangan agama. Itulah sebabnya dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda :
“ Barang siapa yang memiliki kelapangan pada hari ini ( hari raya Idul Adha ) dan dia tidak mau berkorban, maka janganlah dia dekat-dekat dengan tempat shalat kami ini ( masjid nabi ). “.Hadis riwayat Ahmad,dan Ibnu Majah.
Maksud hadis ini adalah jika seorang muslim memiliki kekayaan dan kelapangan, maka hendaklah dia melakukan pengorbanan untuk umat dan agama dengan melaksanakan korban di hari raya Idul Adha. Jika dia tidak mau berkorban sedangkan dia memiliki kekayaan berarti dia bukan bagian dari umat Islam ( dalam arti jamaah ), sebab dia tidak memiliki tanggungjawab sosial. Oleh sebab itu lebih baik dia tidak datang ke masjid, sebab kedatangan ke masjid adalah sebagai tanda memiliki kepedulian sosial dan sedia untuk berkorban demi agama. Sebab diantara tujuan shalat jamaah adalah untuk memperkuat jamaah dan umat, sedangkan kekuatan jamaah hanya dengan pengorbanan umatnya terhadap agama dan kepedulian terhadap jamaah yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah :
” Bukanlah termasuk umat Muhammad seseorang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam “ ( riwayat Thabrani )
Pengorbanan kepada agama dengan apa yang dimiliki, seperti harta kekayaan bagi orang kaya, dengan pengaruh kekuasaan bagi mereka yang berkuasa, dengan tenaga dan pikiran, dan dengan apa saja yang dapat diberikan, itu merupakan syarat kemenangan suatu agama, sebab itulah dalam kitab suci al Quran, banyak dijumpai ayat ayat “ Jahidu fi sabilillah bi amwalikum wa anfusikum “, berjihadlah, berjuanglah di jalan Allah dengan harta kamu dan diri kamu “. Dalam ayat diatas berkorban dengan harta lebih di dahulukan daripada berjuang dengan diri sendiri.
Sikap bersedia untuk berkorban inilah merupakan kunci kemenangan dalam perjuangan. Siapa saja yang lebih berkorban, maka dia akan menang; dan dapat mengalahkan perlawanan musuh.
Itulah sebabnya setelah perintah berkorban, dalam Surah al Kautsar disambung dengan ayat “ Inna Syani’aka huwal abtar “, Sesungguhnya musuh-musuh engkau akan kalah “. Seakan-akan makna ayat tersebut adalah : “Jika engkau telah berani berkorban dengan mengorbankan harta kekayaan engkau,dan apa saja dari kenikmatan yang engkau terima, dan pengorbanan itu untuk perjuangan dalam menegakkan agama , maka barulah musuh-musuh agama engkau akan kalah “.
Dalam bahasa jawa ada pepatah dalam perjuangan kemerdekaan bangsa dahulu : “Bandu , Bahu, Pikir, Sak Perlu Nyawane Pisan “. Kita berjuang dengan mengorbankan harta, badan, dan akal pikiran, dan kalau perlu kita berjuang mengobankan nyawa untuk mencapai suatu kemenangan “.
ni merupakan sunatullah, merupakan hukum bagi kehidupan. Siapa aja, agama apa saja, umat apa saja, yang lebih banyak berkorban, yang lebih banyak mengorbankan segala sesuatu untuk agamanya, maka agamanya akan menang dibandingkan agama-agama yang lain.
Demikian juga Umat apa saja yang peduli dengan saudaranya yang lain, maka umat tersebut akan unggul dibandingkan denga umat yang lain.
Sikap pengorbanan inilah yang telah dicontohkan para generasi salaf. Sahabat Abubakar Shiddiq, sewaktu mendengar Bilal bin Rabah disiksa, segera menjumpai tuannya dan membebaskan Bilal dengan harga yang tinggi senilai setengah kilo emas ( Sejarah perjuangan Nabi Muhammad, Jilid 2, hal. 349 ) , tanpa tawar menawar.
Sewaktu Rasulullah berhijrah ke madinah, Abubakar memberikan seluruh hartanya untuk perjuangan Rasulullah, demikian juga sejarah mencatat bagaimana pengorbanan para sahabat berkorban untuk beberapa peperangan yang memerlukan biaya yang tinggi.
Umar bin Khatab memberikan separuh hartanya untuk persiapan jihad di jalan Alah. Usman bin Affan membelanjakan 20. 000 dirham untuk membeli telaga yang dimiliki oleh yahudi, agar umat islam dapat minum secara gratis.
Demikian juga yang dilakukan oleh penguasa, konglomerat muslim pada zaman kejayan Islam zaman Umayyah di Damaskus, Abbasiyah di Baghdad, Andalusia di Spanyol, Dinasti Ayubiyah di Mesir, sampai kepada Dinasti Usmaniyah di Turki, sebagaimana Sultan Al faith memberikanbantuan 14.000 keping emas kepada Yayasan yang mengelola Masjid Aya Sophia.
Maka dapat dikatakan bahwa kejayaan umat Islam masa lalu adalah berkat pengorbanan yang dilakukan oleh semua orang yang memiliki kelebihan rezki, yang dititipkan Allah kepada mereka.
Agar umat Islam dapat memiliki sikap pengorbanan tersebut, yang merupakan syarat dalam suatu perjuangan, dan faktur utama dalam kebangkitan dan kejayaan suatu umat, maka dalam setiap tahun, disunatkan bagi mereka yang mampu melakukan penyembelihan hewan qurban di hari raya Idul Adha.
Tujuan utama adalah disunatkan menyembelih hewan qurban adalah mendidik semangat pengorbanan bagi umat Islam untuk masyarakat dan agamanya sepanjang hidup. Inilah falsafah qurban.
Pada saat ini sebagian umat uslam di tindas,dibunuh dan didzalimi sebagaimana terjadi di ghaza, dan lain sebagainya. Mana kepedulian dan pengorbanan para penguasa dan politisi muslim dalam membantu gaza ? Mana pengorbanan konglomerat muslim ? Mana pengorbanan umat islam dalam membantu ghaza dan menghentikan penjajahan israel terhadap ghaza dengan membokot untuk membeli produk ekonomi mereka? Mana embargo mknyak dan gas dari negara islam ntuk menekan penjajah Ghaza ?
Kemenangan ghaza tergantung berapa besar pengorbanan umat islam untuk membantu mereka.
Di sisi yang lain,
Keadaan sarana pendidikan umat, ekonomi umat, dan perjuangan umat masih memerlukan perhatian dan pengorbanan kita semua.
Sudah berapa persen dari harta kekayaan orang kaya kita, konglomerat kita, dari pengaruh politisi kita, dari keilmuan pada ulama dan pakar kita, berapa oersen dari tenaga, pikiran kita yang kita pergunakan untuk kepentingan perjuangan umat dan agama kita? Berapa banyak pengorbanan kita itulah kemenangan kita.
انا اعطيناك كاكوثر فصل لربك وانحر ان شانءك هو الابتر
Semoga semangat qurban umat Islam bukan hanya pada hari raya idul qurban saja, tetapi tetap menyala sepanjang umur dikandung badan.
بأَرَكَ الله لىِ وَ لَكُمْ فِى القَـرْآنِ العَـظِيْم وَ نَفَعَنِى وَ اِيَّاكَمْ بِمَا فِىْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ الـذِّكْرِ الحَكِيْم
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
KHUTBAH KEDUA
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْن وَ بِهِ نَسْتَعِيْنَ عَلَى اُمُوْرِ الـدُّنْيَا وَ الدِّيْن
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الميامين، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أما بعد عِبَادَ اللَّهِ أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ.
اللهم انصر الاسلام و المسلمين و اهلك اعداءك و اعداء الدين و انصر المجاهدين فى غازا و فى كل مكان برحمتك يا ارحم الراحمين
اللَّهُمَّ اغفر للْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ.
Selamat hari Raya Idul Adha, Selamat berqurban, semoga Allah menerima semua amal kita
تَقَبَّلَ الّله مِنَّا وَ مِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَكَرِيْم و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Dr.Muhammad Arifin Ismail, M.Phil
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah