Oleh: Muhamad Yunus, SE (Pakiah Batuah)
Direktur Operasional Koperasi Jasa AT Tijarah Al Washliyah
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakah, QS. Al-baqarah Ayat 110.
Sesungguhnya Allah menghalalkan jual beli dan mengaramkan riba, QS. Al-baqarah 275.
Hijrah secara bahasa adalah pindah dari suatu tepat ke tempat lain secara sosiologis. Hijrah bermakna lain adalah kesungguhan untuk melakukan perbaikan dari dalam diri, komunitas sampai negara. Tentu untuk melakukan sesuatu yang baru dalam ridha Allah Swt. Meninggalkan apa yang tidak diridhai Allah swt, baik secara sendiri, keluarga, jamaah, kaum dan bangsa.
Momentum hijrah yang menjadi kalender ummat Islam. Melaksanakan peribadahan untuk menentukan puasa ramadhan dan lebaran idul fitri, ibadah haji dan juga ibadah lainnya.
Hijrah Rasulullah Saw beserta kaum Muhajirin ke Yasrib adalah momentum besar hijrah ummat Islam utuk berada dalam totalitas membumikan Islam dalam kehidupan. Nama Yasrib menjadi Madinah Almunawwarah sebagai sebuah entitas masyarakat mukmin. Madinah menjadi fase akhir dakwah Rasulullah guna implementasi setiap perintah Allah dalam bidang politik, sosial, budaya, ekonomi dan pergaulan secara internasional.
Madinah menjadi penduduk yang mengikat diri dalam sebuah aturan bersama yang bernama piagam madinah. Piagam yang mengatur tentang tata tertib relasi politik, sosial, budaya dan ekonomi. Rasulullah Saw adalah kepala pemerintahan dan kepala negara mengatur banyak hal dan para sahabat dari kalangan muhajirin dan anshar menjadi bagian dari pemerintahan.
Madindah almunawwarah terdiri dari kaum muhajirin, kaum anshar, yahudi, nasrani dan arab badui. Masing-masing suku mengikat diri dalam sebuah konsensus bersama yang menjamin keamanan, keadilan dalam hukum dan juga keadilan dalam kehidupan perekonomian. Semua berprinsip dan dalam naungan Alquran dan sunnah rasulullah Saw.
Dalam bidang ekonomi prinsip keadilan adalah menciptakan pasar yang tidak ada praktek riba didalamnya. Setiap orang memiliki akses untuk dapat bergadang dan melakukan transaksi jual beli barang. Sedangkan untuk mengatur bagaimana pasar Rasulullah Saw menunjuk Umar bin Khattab sebagai penghulu pasar dan Rasulullah Saw juga melakukan inspeksi tentang harga dan perilaku masyarakat madinah dalam bertransaksi.
Secara ekonomi ummat Islam dari golongan muhajirin memiliki keterampilan perdagangan. Hal ini dicontohkan oleh Abdurrahman bin Auf yang meminta ditunjukkan pasar. Sedangkan sahabat yang lain juga adalah para pengusaha, diantaranya Ustman bin Affan, Abu Bakar Asshiddiq dan Umar bin Khattab sendiri.
Untuk mengakomodir transaksi ekonomi yang sebelumnya dikuasai oleh kaum Yahudi Madinah maka dibentuklah pasar Madinah yang terbebas dari praktek gharar (spekulasi), maisir (perjudian), riba dan kecurangan timbangan. Menetapkan standar mata uang berupa dinar dan dirham untuk menjadi landasan keadilan bagi setiap transaksi.
Sedangkan kaum anshar adalah memiliki kemampuan pertanian dan peternakan sebagai basis ketahanan pangan ekonomi. Kaum anshar menjadi mitra strategis untuk memenuhi kebutuhan barang pokok dalam hal pangan. Sistem traksaksi yang jauh dari spekulasi menjamin tidak terjadinya kelangkaan komoditi kebutuhan masyarakat oleh segelintir orang untuk mengeruk keuntungan dan menciptakan kelangkaan.
Sedangkan penghapusan riba yang membuat dinar dan dirham beredar dengan investasi bagi hasil. Dalam ilmu ekonomi Islam disebut dengan akad mudharabah. Juga mengembangkan sistem kerjasama bagi hasil antara pemilik modal, atau barang yang kemudian diperjualbelikan dalam perdangangan di pasar madinah atau lintas sutra dan yaman.
Sedangkan dalam konteks tata kelola ekonomi masyarakat bebas riba sebagai nahi mungkar. Kemudian diikuti dengan amal ma’ruf dengan kewajiban zakat, menganjurkan sedekah, wakaf yang dihimpun dalam sistem baitul Maal. Sebuah tempat penyimpanan dari hasil rampasan perang, pungutan zakat perdangan, pertanian kurma, peternakan domba, unta.
Pola distribusi untuk kepentingan ummat Islam yang dirumuskan dalam surat Attaubah ayat 60. Dimana Baitul Maal menjamin hak-hak dasar dari kaum fakir yang tidak memiliki kemampuan untuk mencari nafkah, termasuk dari sahabat yang cacat, kaum miskin baik muslim maupun non muslim. Hal ini terlihat dari perilaku rasulullah Saw menyuapi orang tua yang buta dari golongan Yahudi. Walaupun orang tua tersebut selalu mencaci maki Rasulullah saw dan juga menjelek-jelekkan Islam.
Sedangkan dalam konteks penganjuran dalam mengolah tanah dan mencari nafkah ada beberapa moment rasulullah memberikan penghargaan dan mendorong untuk melakukan aktivitas ekonomi. Beberapa sahabat mendapatkan bantuan melelang pakaian yang kemudian dibelikan kampak untuk mencari bakar. Kemudian memberikan asset peternakan berupa domba bagi sa’labah untuk digembalakan dan menjadi sumber ekonomi bagi keluarga.
Semua adalah sejarah dan teladan terbaik dari Rasulullah Saw dan para sahabat. Kemudian bagaimana saat ini? Realitas kemiskinan ummat dan sumber daya ekonomi dan sistem ekonomi yang mencengkram ummat Islam tidak tunduk dan patuh kepada ketetapan Allah swt dan meneladani apa yang pernah Rasul contohkan.
Bergeraknya fajar ekonomi syariah dan munculnya lembaga keuangan mikro syariah, perbankan syariah dan juga diakomodirnya sistem baitul maal baik oleh pemerintah melalui Undang-undang dan peraturan pemerintah serta berdirinya Badan Amil Zakat Nasional sampai tingkat Daerah Kab dan kota adalah kabar gembira.
Sedangkan ditingkat organisasi ummat yang bergabung dalam berbagai organisasi giat dalam mengembangkan Baitul Maal yang memiliki keunggulan dan basis masing-masing. Berkaca denggan teladan rasulullah Saw yang menghapuskan sistem riba, maka sepantasnya ummat Islam untuk tidak menempatkan uang dalam sistem perbankan non syariah.
Alangkah baiknya menempatkan uangnya dalam usaha yang membantu saudara seiman dalam satu kawasan berbasis masjid dengan tetatangganya, seperti yang dipraktekkan oleh Masjid Jogokarian di DIY. Sebab sistem perbankan yang ada masih mengandung sistem riba yang belum bisa dihapuskan serratus persen. Gerakan ini membutuhkan perjuangan ummat Islam dari berbagai level, baik secara komunitas, kelembagaan, apalagi Organisasi kemasarakatan seperti Al Jam’iyatul Washliyah.
Menggalakkan berdirinya Baitul Maal berbasis Masjid dan terintegasi dari berbagai organisasi adalah yang mesti dilakukan oleh ummat untuk kembali menjadi pemengang kekuatan ekonomi. Keberadaan Baitul maal mampu menjadi jawaban atas kegelisahan orang yang fakir, miskin, fisabilillah, dan orang yang berhutang untuk terbebas dari cengkraman hutang. Sedangkan dalam bisnis dibutuhkan lembaga investasi bagi hasil yang menjadi mediator bagi pengusaha mendapatkan modal.
Untuk mengurangi efek distribusi akumulatif riba keniscaan untuk menghentikan dari setiap muslim untuk hijrah dari menempatkkan dana di perbankan. Kemudian mengeluarkan dan menginfakkan dalam aktivitas ekonomi sektor riil. Hal ini akan membantu saudara seiman dan satu komunitas untuk menjadi orang yang terbebas dari jeratan rentenir tersistem seperti bank dan juga koperasi atau rentenir perorangan yang teramat mecekik.
Gerakan yang menyentuh setiap level masyarakat muslim. Dan hal ini bisa dilakukan dimulai dari kekuatan masjid ummat Islam, baik yang dikelola oleh organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, Persis, Hidayatullah, Baznas, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, PKPU maupun lembaga amil zakat yang dikelola oleh Perbankan Syariah atau Badan Usaha Milik Pemerintah.
Harus ada pekerjaan bersama untuk merapatkan saf dan barisan seperti rapatnya shaf dalam shalat berjamaah. Ketersediaan sumber daya insani telah cukup dan bahkan berlebih, yang belum adalah kekurangan pemahaman ummat tentang Baitul Maal dan juga hidup dalam sistem ekonomi Islam sebagaimana pernah Rasulullah Saw teladankan.
Setiap individu dan juga para tokoh agama memiliki tanggung jawab bersama dihadapan Allah dan rasul untuk menjadikan kehidupan shalat berjamaah dan pengelolaan zakat meneladani bagaimana rasulullah ajarkan. Sebab bila tidak maka kejayaan dan jaminan Allah menjadi ummat terbaik hanya menjadi azab yang teramat pedih yang Allah timpakan kepada kita ummat Islam.
Realitas kemiskinan ummat yang bersamaan dengan realitas kebodohan akan agama, pendidikan dan keterampilan hidup. Termasuk ketiadaan tempat mengadu dan saling tolong menolong sesama muslim. Tempat melestarikan ummat Islam yang sampai saat ini masih menjadi bancakan ummat lain seperti hidangan yang dinikmati secara berjamaah.
Alhamdulillaah sekarang telah berdiri Koperasi Jasa AT tijarah Al Washliyah sebagai lembaga bagi jamaah Al Washliyah. Mengorganisir pembebasan riba bagi jamaah, dan kegiatan kerjasama bagi hasil lainnya.
Juga telah berdiri Alzis (Al Washliyah Zakat Infak Sedekah) sebagai perwujudan Baitul maal untuk menopang dakwah dalam bidang pendidikan, dan kegiatan Al Washliyah lainnya.