www.kabarwashliyah.com | Dimulai dengan serangan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap Jepang dengan mengebom Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945 mengakibatkan negara Jepang lumpuh dan tidak berdaya. Pada Tanggal 13 Agustus 1946 Jepang menyerah ke tangan negara sekutu yang dipimpin Amerika Serikat. Setelah mendengar Jepang menyerah, pemimpin-pemimpin Indonesia mengambil kesempatan baik ini dan melakukan musyawarah pada tanggal 16 Agustus 1945. Keputusan yang dihasilkan adalah kemerdekaan Indonesia harus diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB.
Pemuda-pemuda Indonesia di Medan pertama kali mengetahui berita tentang kemerdekaan Indonesia melalui kantor-kantor berita Antara bekas Domey, Bahrum Djamil, Anas Tanjung (pemuda Al Washliyah) bersama-sama Abdul Malik Munir, M.K Yusny mengikuti rapat pemuda yang pertama kali mendukung kemerdekaan Indonesia bertempat di suatu rapat rahasia di Jalan Hozi Medan (sekarang bernama Jalan Imam Bonjol). Pertemuan ini dipimpin oleh Ahmad Tahir yang isinya meyakinkan pemimpin-pemimpin di Sumatera Timur akan perjuangan kemerdekaan dan bahwa sudah ada proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia dan kemerdekaan itu tidak mudah diperoleh dan harus dipertahankan. Pemuda-pemuda tersebut tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang dibentuk Ahmad Tahir.
Berita yang menggembirakan tentang kemerdekaan tersebut secara resmi sampai ke Kota Medan tanggal 30 September 1945 pada saat peresmian Barisan Pemuda Indonesia (BPI) yang bertempat di Sekolah Taman Siswa Jalan Amplas Medan. T.M Hasan menyampaikan pidatonya tentang kemerdekaan tersebut dan berita ini terus disebarkan ke seluruh wiyah Sumatera seperti Palembang, Jambi, Bukittinggi, Tarutung dan Pematang Siantar oleh T.M Hasan. Selanjutnya peringatan kemerdekaan Indonesia diperingati di Medan pada tanggal 6 Oktober 1945 yang bertempat di lapangan Fukuraido (sejak itu lapangan tersebut diganti dengan nama Lapangan Merdeka). Pada tanggal 9 Oktober 1945, Pengurus Besar Al Washliyah mengirim surat kawat (telegram) kepada Ir.Sukarno sebagai Presiden Republik Indonesia di Jakarta dan kepada Mr. Tk. Mohd. Hasan Gubernur Sumatera Utara di Medan, yang berbunyi “Al Washliyah turut mempertahankan Republik Indonesia.”
Sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Subarjo, “sejarah dunia membuktikan bahwa kekuasaan lama yang berabad-abad berakar di sesuatu negeri dan diganti oleh kekuasaan baru senantiasa mencoba untuk merebut kembali kedudukannya yang digulingkan itu.” Indonesia harus siap dan mampu dalam menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selepas diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Beberapa insiden terjadi dalam perebutan senjata. Pihak militer Jepang dalam keadaan serba sulit. Mereka diperintahkan agar tetap mempertahankan senjatanya atau menunggu kedatangan tentara sekutu melucuti senjata mereka. Pemuda-pemuda Indonesia melihat bahwa kedatangan tentara sekutu bukan sekedar melucuti senjata Jepang melainkan di balik itu tersembunyi tentara NICA ingin menguasai Indonesia kembali. Dengan tidak disangka-sangka pada tanggal 13 Desember 194, militer Jepang menyerang Kota Tebing-tinggi Sumatera Utara sebagai pusat dan markas pemuda bangsa kita sehingga terjadilah pertempuran yang mengorbankan pemuda-pemuda dan rakyat kita lebih kurang 1200 orang, di antaranya pemuda-pemuda Al Washliyah, yakni Djalal Ya’kub, Usman Ya’kub dan Abdul Rahim Lubis.
Sebelum penyerangan militer Jepang tersebut di atas, pada 12 Desember 1945 satu delegasi yang terdiri dari Zainal Abidin Rangkuti dan Baginda Marah Said (keduanya adalah pemuda Al Washliyah), serta Raden Sindoro dari Taman Siswa menemui kepala tentara Jepang yang berada di Kebun Bahilang, Jika perembukan tidak sesuai dalam waktu 2 jam maka barisan pemuda-pemuda kita yang bergabung dalam nama Laskar Basmi (Barisan Muslimin Indonesia) yang dipimpin pemuda Al Washliyah bernama Djalal Ya’kub siap menyerbu tentara Jepang di Kebun Bahilang. Perembukan telah tercapai, sehingga pada hari itu tidak terjadi apa-apa. Namun, tanpa diduga-duga Jepang menyerang.
Pada tanggal 10 Desember 1945, sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap Kota Medan. Serangan ini menimbulkan banyak korban di kedua belah pihak. Pada bulan April 1946, sekutu berhasil menduduki kota Medan. Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Pematang Siantar. Pada Agustus 1946, dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komandan ini terus mengadakan serangan terhadap sekutu di wilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Dengan berlindung di bawah bendera sekutu Belanda jelas ingin menguasai kembali tanah air bangsa Indonesia sebagaimana keadaan sebelum terjadi perang dunia kedua. Apabila Inggris melihat kedudukan Belanda telah kuat, maka Inggris akan menyerahkan kekuasaan kepada Belanda.
Kenyataan dan keadaan di atas telah membuktikan bahwa perjuangan bangsa Indonesia berjumlah selesai selepas negara ini memproklamirkan kemerdekaannya, namun menjadi lebih berat, Sebagaimana diungkapkan Anas Tanjung (Ketua Kepanduan/Pemuda Al Washliyah yang turut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan, yang disampaikan beliau di depan pertemuan organisasi Al Washliyah selepas Indonesia memproklamirkan kemerdekaan di penghujung tahun 1945 sebagai berikut, “Perjuangan kita bukan bertambah mudah, bukan bertambah senang tetapi perjuangan kita bertambah hebat dan bertambah berat, berhubung dengan Belanda dan kawannya Inggris sudah mulai pula mencoba akan menginjak kakinya kembali ke tanah air kita yang telah merdeka ini.”
Berbagai organisasi, partai politik aktif membentuk laskar masing-masing dengan ideologinya seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diberi nama Barisan Pelopor dan organisasi Islam termasuk di dalamnya Al Washliyah yang bergabung dalam laskar Hizbullah. (luthfi)
Sumber : Aliman Saragih;Kontribusi Al Jam’iyatul Washliyah Terhadap Kemerdekaan Indonesia (1930-1950)