Ketika group band Coldplay berencana tampil di Jakarta, aneka penolakan terjadi. Bukan atas nama estetika atau musikal, namun karena alasan lain: keberpihakan Coldplay pada LGBT. Ada sebuah kekhawatiran jika Coldplay manggung disini akan makin membuat marak perkembangan LGBT di Indonesia. Lalu kenapa seperti harus “dimusuhi” seperti itu?
LGBT adalah akronim dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender”. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa “komunitas gay”. Komunitas LGBT memperoleh tempat dan berkembang di dunia barat. Penentangan terhadap eksistensi LGBT dianggap sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak azasi manusia. Maka pintu pun terbuka lebar bagi eksistensi LGBT di dunia barat. Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi perkawinan sesama jenis.
Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung perlindungan hak asasi pelaku LGBT yaitu Global Equality Fund yang diluncurkan pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton. Lembaga ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.
Lalu bagaimana sebenarnya LGBT jika ditinjau dari beberapa sisi, yaitu psikologis dan agama?
Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang pria menjadi gay atau penyuka sesama jenis. Menurut tinjauan psikologis faktor pemicu itu di antaranya adalah ia berada di lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang biasa atau umum. Karena tidak ada nilai-nilai moral atau agama yang membekali pengetahuannya sehingga ia memiliki wawasan yang tidak lurus mengenai hubungan antara pria dan perempuan.
Dahulu dalam DSM (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder) I dan II, homoseksualitas dimasukkan sebagai penyimpangan yang termasuk gangguan jiwa. Namun, dalam DSM III, homoseksualitas tidak lagi dianggap sebagai gangguan jiwa setelah mendapatkan kritikan dari American Psychiatric Association (APA). Namun pada pandangan lain, homoseksualitas dianggap merupakan pilihan orientasi seksual seseorang. Perubahan ini tentu saja berdampak besar terhadap konsep dan legalitas LGBT. Disisi lain, dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) merupakan gangguan jiwa, penyimpangan orientasi seksual, yang bisa menular ke orang lain.
Maka jelaslah betapa sama sekali ada sebuah celah pun untuk menyebut LGBT sebagai kecenderungan yang normal atau wajar. Orientasi sex yang menyimpang itu bahkan pernah dimasukkan ke dalam kategori gangguan jiwa.
Lalu bagaimana LGBT dilihat dari kacamata agama? Bisa dikatakan dengan tegas bahwa semua agama menolak LGBT. Kita bisa lihat hal tersebut dalam tinjauan agama Islam dan Kristen.
LGBT dalam pandangan Islam, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al-Quran dan Sunnah, homosek merupakan perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. Pada masa Nabi Luth kaum homosek langsung mendapat siksa di balik buminya dan dihujani batu panas dari langit. Selain zina dan pemerkosaan, pelanggaran seksual menurut Islam termasuk LGBT, incest (persetubuhan sesama muhrim) dan menjimak binatang. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman mati, RasulullahSAW bersabda: ”…dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa menjumpai kalian orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang mengerjakan dan orang yang dikerjai”.[Hadist Ibnu Majah No. 2561 Kitabul Hudud].
Sementara itu agama Kristen tidak kalah tegasnya bicara soal LGBT. Kitab Perjanjian Lama menyebut hukum hubungan sesama jenis sebagai bentuk kekejian dan layak dihukum rajam: ”Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” (Imamat 18:22). Malah ada sebuah bagian dari alkitab yang bicara secara jauh jeras lagi, ”Apabila seorang laki-laki tidur dengan seorang laki-laki dengan cara bersetubuh dengan seorang perempuan, maka keduanya melakukan kekejian, maka mereka harus dihukum mati dan darah mereka ditanggungkan atas diri mereka sendiri.” (Kitab Taurat, Imamat 20:13)
Melihat fakta di atas maka rasanya kita sulit mencari pembenaran atas kehadiran LGBT. LGBT adalah sebuah penyakit yang harus diobati, bukan diterima sebagai Takdir Tuhan, yang jika menentangnya disebut sebagai pengkhianatan terhadap Kekuasaan Tuhan. Hukum etika barangkali bisa berubah dalam beberapa waktu, tetapi Hukum Tuhan adalah sebuah kebenaran yang tidak bisa dperdebatkan.
MUHAMAD ZARKASIH
Ketua Satuan Komunitas (SAKO) Pramuka Al Washliyah