SABTU 19 November 2022 lalu, Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah (LKSA) Pengurus Besar (PB) Al Jam’iyatul Washliyah mengadakan diskusi tentang “Pemikiran Politik H.M. Arsjad Th. Lubis.” Diskusi yang telah digelar ini semakin menguatkan bahwa M. Arsjad Th. Lubis atau biasa disebut Tuan Arsjad adalah ulama yang berpandangan bahwa politik termasuk bidang yang amat penting dalam mencapai cita-cita Islam di Indonesia selain bidang pembangunan dan pembinaan (pendidikan, dakwah dan amal sosial).
Hal ini ia sampaikan dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Pendirian Al Djamijatul Washlijah.” Hal yang juga menarik perhatian, Tuan Arsjad merupakan ulama pendiri Al Washliyah yang paling produktif selain H.Yusuf Ahmad Lubis. Sejauh ini, secara pribadi saya sudah berhasil mengoleksi sebanyak 55 karya Tuan Arsjad dalam berbagai bidang mulai bukunya yang diterbitkan pada tahun 1932 sampai tahun 1971.
Tuan Arsjad, selain turut secara aktif mempertahankan kemerdekaan Indonesia, juga mengisi kemerdekaan dengan terjun ke ranah politik praktis. Pada tanggal 8 Februari 1946, ia menyelesaikan penulisan buku yang berjudul Toentoenan Perang Sabil yang dicetak di Medan oleh percetakan Soeloeh Merdeka. Syukur sekali saya secara pribadi mengoleksi terbitan perdana buku itu, sedangkan yang banyak beredar saat ini adalah edisi revisinya yang diterbitkan di Medan oleh penerbit Madju pada tahun 1957, sebelas tahun setelah edisi perdana buku ini diterbitkan. Buku ini di antaranya membahas pendapat Tuan Arsjad tentang hukum melawan bangsa Belanda dan para pembantunya yang hendak kembali menguasai Indonesia.
Selain mengeluarkan resolusi jihad sebagaimana halnya KH. Hasyim Asy’ari di Jawa Timur, Tuan Arsjad juga ikut berperang melawan bangsa Belanda dan kaki tangannya, bahkan pihak musuh berhasil menangkap dan memenjarakannya selama beberapa bulan lantaran sikap non-komprominya terhadap bangsa Belanda dan kaki tangannya (termasuk para pendukung Negara Sumatera Timur yang pro Belanda) di Sumatera Timur.
Tuan Arsjad juga bukan tipikal ulama yang abai terhadap persoalan sosial politik di Indonesia. Ini terlihat dari posisinya sebagai anggota Madjlis Sjuro Partai Masjumi sampai partai ini bubar, dan juga anggota Konstituante, yang kedua posisi ini kemudian berhasil menempatkannya sebagai ulama yang mampu berkiprah di pentas nasional. Sejak itu, ia bukan lagi hanya ulama terkemuka di Sumatera Utara, melainkan juga ulama yang terpandang di Indonesia. Ia adalah ulama terkemuka di Nusantara. Buya Hamka, dalam sambutannya untuk buku Risalat Penjelesaian Pemberontakan dan Perang Saudara Menurut Hukum Fikih Islam karya Tuan Arsjad, mengatakan “Tuan Arsjad adalah seorang ulama [yang] telah membuktikan keluasan [ilmu] agamanya.” Pada era Orde Baru, sebagaimana bekas politisi Partai Masjumi lainnya, ia melibatkan diri dalam pembentukan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara. Ini menegaskan bahwa Tuan Arsjad tidak anti politik.
Satu isu yang mungkin menarik ditelaah adalah bagaimanakah komitmen Tuan Arsjad terhadap Pancasila? Benar bahwa pada era Orde Lama, ia sebagai anggota Konstituante dari Fraksi Partai Masjumi mendukung Islam sebagai dasar negara. Tetapi, seiring perjalanan waktu, ia tidak lagi memperdebatkan masalah Islam dan Pancasila sebagai dasar negara. Perjuangan kaum Muslim untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara secara konstitusional telah selesai di Konstituante yang kemudian lembaga negara ini dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Sampai akhir hayatnya, Tuan Arsjad mendukung penegakan dan pengamalan Pancasila dengan sebaik-baiknya.
Dua majalah terbitan tahun 1970, dua tahun sebelum Tuan Arsjad wafat, yang saya baca memberitakan isi ceramah Tuan Arsjad di dua tempat yang berbeda perihal Pancasila. Majalah pertama adalah Al-Quswa yang diterbitkan oleh Biro Dakwah/Penerangan PW Ikatan Pelajar Al Washliyah Provinsi Sumatera Utara. Majalah ini memuat berita berjudul “Al-Ustadz H.M. Arsjad Th. Lubis: Siapa yang Tidak Sembahyang Anti Pancasila.” Majalah kedua adalah Mimbar Penerangan yang diterbitkan oleh Departemen Penerangan Republik Indonesia. Majalah Al-Quswa memberitakan ceramah maulid Tuan Arsjad di perguruan Al Washliyah di Belawan. Sedangkan Mimbar Penerangan memberitakan ceramah maulid Tuan Arsjad yang diadakan di jalan Perjuangan, Medan. Tiga poin penting menggambarkan isi ceramah Tuan Arsjad yang di dalamnya berbicara tentang Pancasila: tuduhan bahwa kaum Muslim anti Pancasila, relasi Islam dan Pancasila, dan implementasi Pancasila di Indonesia.
Soal tuduhan bahwa kaum Muslim anti Pancasila, Tuan Arsjad sebagaimana diberitakan dalam Al-Quswa menyatakan bahwa tidak masuk akal manakala kaum Muslim dituduh hendak merongrong bahkan tidak setia pada Pancasila. Alasannya, kaum Muslim selama ini terbukti sebagai pihak yang benar-benar gigih mempertahankan Pancasila, sehingga tidak mungkin mereka hendak menghancurkannya. Bagi Tuan Arsjad, saat ini tidak perlu mencari pihak yang merongrong Pancasila, yang terpenting adalah menegakkan Pancasila di Indonesia.
Media Penerangan memberitakan bahwa Tuan Arsjad dalam ceramahnya kembali menegaskan bahwa umat Islam sama sekali tidak merongrong Pancasila, karena katanya “merongrong atau menentang Pancasila berarti merongrong dan menentang al-Qur’an dan agama Islam.” Alasannya, kata Tuan Arsjad, “oleh karena sila-sila dalam Pancasila itu sesungguhnya telah tercantum dalam al-Qur’an, dan telah menjadi dasar dari Islam”. Tuan Arsjad juga kembali menegaskan bahwa tidak mungkin umat Islam menentang Pancasila karena menurutnya “umat Islamlah golongan terbanyak di Indonesia yang membela Pancasila mati-matian lewat perjuangan-perjuangannya yang menghendaki berlakunya secara menyeluruh Ketuhanan Yang Maha Esa, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, kebangsaan dan peri kemanusiaan.” Tuan Arsjad, sekali lagi, menyatakan bahwa “menentang Pancasila sama dengan menentang al-Qur’an,” bahkan katanya “setiap orang yang tidak melaksanakan sila-sila Pancasila di atas itu akan mendapat hukuman dari Tuhan”.
Soal relasi Islam dan Pancasila, majalah Al-Quswa memberitakan pendapat Tuan Arsjad bahwa Islam mencakup isi keseluruhan Pancasila. Karena itu, kaum Muslim di Indonesia secara otomatis telah melaksanakan dan menegakkan Pancasila. Menurut Tuan Arsjad, tidak mungkin menghadap-hadapkan Islam dengan Pancasila. Karena, Islam mengajarkan masalah keesaan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Islam mengajarkan soal kemajemukan manusia, bahwa manusia dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal, bukan saling bermusuhan; dan Islam juga mengajarkan berlaku adil termasuk adil dalam rumah tangga dan adil dalam pemerintahan. Itulah mengapa Tuan Arsjad misalnya mengatakan “siapa Muslim yang tidak sembahyang, itulah yang anti Pancasila.” Maksudnya, jika seorang Muslim tidak salat, maka Muslim itu sudah menjadi sosok yang anti Pancasila, karena tidak mengimplementasikan sila pertama Pancasila.
Soal penegakan nilai-nilai Pancasila di Indonesia, Tuan Arsjad sebagaimana disebut dalam majalah Al-Quswa menegaskan bahwa Pancasila belum benar-benar ditegakkan di Indonesia. Untuk menegakkannya, setiap umat beragama harus lebih dahulu melaksanakan perintah agama masing-masing. Jika mereka berhasil melaksanakan perintah agamanya masing-masing, maka Pancasila secara otomatis dapat tegak secara utuh. Tuan Arsjad menyatakan bahwa Pancasila harus ditegakkan dengan hati dan perilaku sekaligus. Ini sesuai pernyataannya bahwa “Pancasilanya seseorang itu bukan hanya dengan hati, tetapi harus juga dengan gerak anggota tubuh, dengan tindakan dan perbuatan yang nyata. Untuk menegakkan Pancasila, buktikan dan buktikanlah dahulu ke-Pancasilaan kita dengan melaksanakan apa yang termaktub dalam Pancasila.”
Dalam Mimbar Penerangan, majalah yang diterbitkan oleh Departemen Penerangan Republik Indonesia memberitakan bahwa Tuan Arsjad merasa ironi bahwa Pancasila belum tegak secara sempurna sebagaimana diharapkan. Untuk itu, Tuan Arsjad menyeru agar umat Islam harus berjuang untuk menegakkan Pancasila. Ia menyeru “umat Islam untuk mengamalkan dan menegakkan Pancasila yang menjadi dasar negara dengan sebaik-baiknya.”
Kesimpulannya, Tuan Arsjad adalah ulama yang Pancasilais. Menurutnya, Islam tidak bertentangan dengan Pancasila. Umat Islam harus menegakkan Pancasila. Umat Islam dilarang merongrong dan menentang Pancasila. Menentang Pancasila berarti juga menentang Islam dan al-Qur’an. Kaum Muslim yang tidak menegakkan dan mengamalkan kelima sila dalam Pancasila akan mendapatkan hukuman dari Tuhan.
Dr. Ja’far, M.A. (Ketua LKSA PB Al Washliyah & dosen Pascasarjana IAIN Lhokseumawe, Aceh)