LKSA [Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah] PB Al Washliyah bekerjasama dengan Centre For Al Washliyah Studies baru saja menerbitkan buku yang berjudul Jejak Sang Bintang. Buku ini menceritakan biografi lima figur sentral Al Washliyah pada periode awal. Buku ini merupakan buku ke-20 yang diinisiasi oleh Dr. Ja’far, M.A. yang pada saat ini diamanahkan sebagai Ketua LKSA PB Al Washliyah, dan buku ke-7 yang diterbitkan lembaga otonom PB Al Washliyah ini.
Buku berbasis riset ini sudah dapat diakses secara online melalui Google Books. Dalam sinopsis disebutkan alasan buku ini diberi judul Jejak Sang Bintang. Mengapa sang bintang? Kata “bintang” dalam judul ini diambil dari ucapan dari Syekh ‘Abd al-Qâdir al-Mandilî, ulama asal Indonesia yang berkarir di Masjidilharam, yang dalam sebuah pertemuan di Medan pada awal abad ke-20 berkata: “Deli ini telah kejatuhan sebutir bintang yang gilang gemilang, akan tetapi penduduk belum mengetahuinya. Tambah lama bintang Zohra itu akan bertambah memancarkan sinarnya, dan mudah-mudahan dapatlah kerajaan Deli ini seorang pujangga Islam yang jarang didapati.”
Syekh Muhammad Ya’kub sebagai tuan rumah pertemuan tersebut menanyakan makna kalimat tersebut kepada Syekh ‘Abd al-Qâdir al-Mandilî yang akhirnya
menuturkan: “adalah ia itu (Syekh Hasan Ma’sum) seorang di antara alim yang telah mencapai makam yang tinggi… sebab itu kamu sekalian aku nasihatkan, apakala kelak ia telah menjadi ulama besar di kerajaan Deli ini, janganlah alpa dan lalai untuk menuntut ilmu padanya”. Dengan demikian, kata “bintang” dalam ucapan Syekh ‘Abd al-Qâdir al-Mandilî di atas merujuk kepada sosok Syekh Hasan Ma’sum mengingat derajat keilmuan dan keulamannya, dan ini memang sesuai dengan makna “bintang” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni “orang yang terbaik (terpandai dalam suatu lingkungan).”
Jadi, Syekh Hasan Ma’sum merupakan “bintang” di masa hidupnya, dalam arti orang yang terpandai dalam masalah agama sehingga menjadi tempat rujukan dan sandaran kaum Muslim di Sumatera Timur khususnya para pelajar agama. Tidak hanya itu, sosok Syekh Hasan Ma’sum juga berhasil mengkader “bintang-bintang” baru yang menjadi rujukan dan sandaran umat di belakang hari, di antara mereka adalah H. Ismail Banda, H. Abdurrahman Sjihab, H.M. Arsjad Th. Lubis dan H. Yusuf Ahmad Lubis. Keempat tokoh ini merupakan para pendiri organisasi Al Jam’iyatul Washliyah.
Buku Jejak Sang Bintang ini memberikan deskripsi dan analisis tentang jejak intelektual dan spiritual ulama-ulama terbaik di Sumatera Timur yang merupakan pendiri dan pengembang organisasi Islam yang berpengaruh di Indonesia, yakni Al Jam’iyatul Washliyah. Sejumlah “bintang” lain juga diketahui turut mendirikan Al Washliyah, akan tetapi keterbatasan data saat ini membuat mereka belum memungkinkan untuk diteliti.
Ke depan, buku ini akan terus dilengkapi dengan artikel-artikel berbasis riset mengenai para pendiri Al Washliyah termasuk mereka yang berjasa bagi perkembangan awal Al Washliyah. InsyaAllah. Selamat membaca!
Penulisnya, Dr. Ja’far, M.A. saat ini bertugas sebagai dosen Filsafat pada Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Ia pernah berkarir sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan (2010-2021) untuk tingkat Sarjana (S1), Magister (S2) dan Doktor (S3). Saat ini ia diamanahkan sebagai Ketua Lembaga Kajian Strategis Al Washliyah Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah (periode 2021-2026), anggota Dewan Fatwa Al Jam’iyatul Washliyah (sejak tahun 2016), dan Sekretaris Centre For Al Washliyah Studies/Pusat Kajian Al Washliyah (sejak tahun 2010). Saat ini, selain menjadi editor pada dua jurnal bereputasi nasional (Sinta 2): Journal of Contemporary Islam and Muslim Societies dan MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, ia diamanahkan sebagai Reviewer Penelitian, Publikasi Ilmiah, dan Pengabdian kepada Masyarakat (Litapdimas) Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2022-2024.