JAKARTA – Berbicara tentang Al Jam’iyatul Washliyah dan sejarah berdirinya paling tidak ada tiga keyword (kata kunci) yaitu Kolonial Belanda, Maktab Islamiyah Tapanuli Jl. Hindu Medan, dan Alim Ulama, Cendikia, Dermawan Muslim.
Pertama Kolonial Belanda, karena memang pada tanggal 30 Nopember 1930 M/9 Rajab 1349 H itu Indonesia masih dalam cengkeraman penjajahan Belanda yang telah menyengsarakan masyarakat Indonesia baik dari segi ekonomi dan sosial politik maupun akidah Islamiyah dan terapan lainnya. Mereka para penggagas pendiri Al Jam’iyatul Washliyah ingin agar tiada lagi penjajahan kolonial tersebut.
Kedua, Maktab Islamiyah Tapanuli Jl. Hindu Medan karena memang para pelajar di maktab itulah yang memprakarsai membentuk semacam kelompok diskusi disebut Debating Club ketika itu. Dari wadah ini mereka sepakat untuk membentuk perhimpunan yang lebih besar dan luas jangkauannya agar dapat memperjuangkan cita-cita yang lebih besar pula, yaitu agama, bangsa dan negara.
Nama-nama penting sejak awal terlibat sebelum jadi perhimpunan, hingga berdiri Al Jam’iyatul Washliyah, sebagai orang pemikir, perancang, dan pejuang adalah Abdur Rahman Syihab, Ismail Banda, M. Arsyad Tholib Lubis, dan Kular (Syamsuddin). Mereka sebagai generasi pendahulu atau pendiri Al Jam’iyatul Washliyah.
Ketiga, Alim Ulama, Cendikia, Dermawan Muslim karena memang mereka yang disebutkan memenuhi kriteria, semua ikut dalam proses pembentukan perhimpunan ini termasuk Syekh H. Muhammad Yunus selaku mudir Maktab Islamiyah ketika itu yang diminta memberikan nama Al Jam’iyatul Washliyah, dan tentu sebuah perkumpulan Muslim akan lebih sempurna dengan adanya dukungan finansial dermawan Muslim.
Kesemuanya itu mereka lakukan dengan kesungguhan keimanan dan keikhlasan yang tinggi, berbuat dengan mengharap ridha Allah Swt. dalam rangka li i’lài kalimatillàh al-ulyà.
Sesuai namanya Al Jam’iyatul Washliyah adalah perhimpunan yang memperhubungkan antara manusia dengan Tuhannya yaitu Allah Swt (hablun minallàh), dan memperhubungkan antara manusia dengan manusia (habllun minnàs).
Natijahnya: Agar mengisi waktu hidup yang diberikan Allah Swt. dalam bebagai aktivitas mengutamakan kesungguhan keimanan dan keihklasan mengharap ridha Allah Swt.[]
Diambil dari buku Burhanuddin Al-Butary; Ruh Pengembangan Al Jam’iyatul Washliyah, (2006).