PERLU mendapat perhatian bahwa nikah itu mempunyai banyak kelebihan, faedah dan manfaat, baik duniawi maupun ukhrowi. Anjuran tentang perkawinan ini telah banyak disebutkan di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam hal ini Allah Swt. telah berfirman, “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur, 24:32).
Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum, 30.21).
Rasulullah shallalalhu alaihi wa sallam telah bersabda, “Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih merundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu, maka hendaknya ia bershaum karena sesungguhnya shaum itu dapat merendam nafsunya.” (HR. Jamaah).
Salah satu hikmah pernikahan ialah lebih menenangkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt. Apabila seseorang tidak mempunyai kemampuan untuk menikah, padahal kondisi tubuhnya sehat, maka hendaklah ia banyak berpuasa karena puasa dapat merendam birahinya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Barang siapa nikah atau beristri maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena itu hendaklah dia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separohnya lagi.” (HR. Al-Hakim dan Aththahawi).
Orang yang hendak memilih teman hidup, hendaklah memilih wanita yang kuat agamanya, gemar berbuat baik dan berbakti kepada orang lain, meski ia seorang miskin dan tidak terlampau cantik. Nabi Saw. telah menyuruh kita memilih wanita yang kuat beragama dan mengajurkan kita agar mengutamakan dari yang lain dengan sabdanya yang berbunyi, “Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu, “karena harta bendanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama (kuat agamanya), niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah r.a.).
Rasulullah Saw. bersabda, “Jangan sekali-kali menikahi wanita karena kecantikannya, karena kecantikan bisa mencelakakannya. Jangan menikahi karena harta, sebab hartanya mungkin menyebabkannya bermegah diri dan takabur. Tetapi, nikahilah mereka karena kuat agamanya.”
Adakalanya wanita itu dinikahi karena harta bendanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya atau karena agamanya. Akan tetapi, wanita yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat ialah wanita yang beragama (yakni kuat agamanya). Dalam hadis lain disebutkan bahwa, sebaik-baik kesenangan di dunia ini adalah wanita (istri) yang saleh. Tidak sepantasnya seseorang menikahi wanita karena memandang harta bendanya dan kecantikannya semata-mata. Sebab, yang demikian itu makruh hukumnya. Kecantikan dibatasi oleh umur, kemampuan dibatasi oleh usia, kemesraan diganggu oleh kehidupan yang beranekaragam coraknya. Agar segala-galanya tidak mengganggu ketenteraman maka diperlukan saling pengertian dalam mendayungkan bahtera rumahtangga.
Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa menikahi seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa menikahi wanita karena memandang harta bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barang siapa menikahinya karena memandang keturunanya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barang siapa menikahi seorang wanita karena bermaksud ingin merendam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkatinya bagi istrinya dan memberkahi istrinya baginya.” (HR. Al-Bukhari).
Pernikahan adalah sarana untuk membentuk keluarga, sementara keluarga adalah unit terkecil pembentuk masyarakat, di mana kebaikan dan kemajuan sebuah masyarakat bergantung padanya. Pernikahan adalah Sunah Rasulullah Saw, dan barangsiapa tidak suka terhadap sunahnya maka dia bukan termasuk umatnya. Satu rakaat salat yang dikerjakan oleh orang yang sudah menikah lebih utama di sisi Allah Swt. dibandingkan sepuluh rakaat salat yang dikerjakan oleh orang bujang.
Terkadang seseorang mengira bahwa dia akan hidup miskin setelah menikah. Namun kemudian dia mendapatkan sebaliknya, bahwa pintu rezeki justru terbuka lebar dihadapannya setelah menikah. Ini bukan berarti seseorang harus mengabaikan factor usaha dan hanya bergantung kepada pertolongan gaib, melainkan kita harus menggabungkan keduanya.
Menikah adalah alat untuk memperbanyak keturunan. Dan, sebagus-bagusnya menikah adalah menikah di usia muda. Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa menikah di usia muda mempunyai keutamaan tersendiri. Salah satunya adalah memelihara kekuatan seksual laki-laki – kebalikan dari menikah di usia senja – dan melahirkan keturunan yang kuat.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Nikahlah kalian, niscaya kalian akan menjadi banyak, dan sesungguhnya aku berbangga diri dengan kalian di hadapan umat-umat lain kelak di hari kiamat.” (HR. ‘Abdur Razzaq). Dalam hadis lain disebutkan, “Nikahlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak.” (HR. Abu Dawud).
Nabi Muhammad Saw. menganjurkan kepada kita sebagai umatnya agar nikah, karena nikah akan lahirlah keturunan, yang berarti memperbanyak jumlah umat Nabi Muhammad Saw. Di hari kiamat nanti beliau akan merasa bangga karena pengikutnya jauh lebih banyak daripada pengikut nabi-nabi lainnya.
Nikah itu akan mengurangi was-was setan dari dalam dada terhadap nafsu perempuan. Nikah itu akan mengekang mata dari melihat sesuatu yang haram dan memelihara kemaluan dari melakukan hal-hal yang terlarang. Dalam hal ini, terdapat banyak riwayat yang menunjukkan kelebihan perkawinan. Kesemunya itu dipetik dari al-Qur’an dan al-Hadits yang telah diketahui secara luas.
Allah subhanahu wa taala telah berfirman, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur, 24:30).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Tampakkanlah pernikahan kalian dan sembunyikanlah khithbah (lamaran) kalian.” (HR. ad-Dailami melalui Ummu Salamah r.a.). Tampakkanlah pernikahan kalian; maksudnya agar pernikahan kalian disaksikan oleh orang banyak sehingga mereka mengetahui pasangan-pasangan kalian; dalam hal ini banyak mengandung maslahat. Lain halnya dengan khithbah atau pinangan, dianjurkan agar disembunyikan karena dengan tidak menampakkannya banyak mengandung maslahat. Seandainya pinangan ditampakkan, lalu karena sesuatu hal tidak sampai pada pernikahan (putus sebelum nikah), akibatnya akan menimbulkan mafsadat pada kedua belah pihak yang bersangkutan.
Dalam hadis lain disebutkan, “Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakan di masjid, serta pukullah rebana oleh kalian (untuk meramaikannya).” (HR. Turmudzi melalui Siti Aisyah r.a.). Dalam hadis di atas telah disebutkan bahwa pernikahan itu dianjurkan agar dilakukan dengan terang-terangan, sedangkan pinangan hendaknya disembunyikan. Dalam hadis ini disebutkan bahwa pernikahan itu dianjurkan agar diketahui oleh umum dan dimeriahkan dengan pukulan rabana atau hiburan lainnya yang dihalalkan. Karena pernikahan itu merupakan Sunnah Nabi Saw., maka lebih utama jika dilakukan di dalam masjid. Di dalam masjid selalu banyak orang, dengan demikian pernikahan dapat diketahui orang banyak.
Rasulullah Saw. bersabda, “Seburuk-buruk makanan adalah jamuan walimah, yang hanya mengundang orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barang siapa tidak memenuhi undangan (walimah) berarti dia berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.’ (HR. Syaikhan). Seburuk-buruk walimah atau pesta yang tercela ialah yang mengundang orang-orang kaya saja, sedangkan kaum fakir miskin tidak diundang. Akan tetapi barang siapa yang diundang ke suatu walimah atau pesta lalu ia tidak datang berarti ia telah berbuat durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Kawinlah, dan janganlah kalian menjatuhkan talak karena sesungguhnya talak itu dapat menggoncangkan ‘Arasy” (HR. Ibnu ‘Addi). Dalam hadis yang lain disebutkan, “Perkara halal yang paling dimurkai oleh Allah adalah talak.” (Ditengahkan oleh Abu Dawud di dalam kitab Sunannya).
Pada hakikatnya talak itu dihalalkan menurut dalil Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw., tetapi dibenci oleh Alllah Swt. Dalam masalah ini bukan talaknya yang dibenci, melainkan penyebab-penyebab yang menjurus kearah talak. Seperti hubungan suami istri yang buruk, banyaknya perselisihan dan persengketaan yang terjadi di antara keduanya. Nabi Saw. sendiri pernah menalak Siti Hafshah r.a. kemudian merujukinya. Dalam hadis yang ke dua menganjurkan kepada kita untuk nikah, dan juga memperingatkan kepada kita agar jangan mudah menjatuhkan talak atau cerai, sebab pengaruh perceraian itu dapat menggoyahkan ‘Arasy. Wallahu A’lam bish-Shawwab.
Drs.H.Karsidi Diningrat, M,Ag
* Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung
* Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah.
* Manta Ketua Umum PW Al Washliyah Jawa Barat.