SETIAP tanggal 17 Agustus, masyarakat Indonesia, sebagaimana masyarakat dunia lainnya, memperingati hari kemerdekaannya.
Pada tanggal itulah, tepatnya 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa merdeka, berdaulat, bebas dari belenggu penjajahan.
Sejarah mencatat, betapa tidak mudah, mencapai kemerdekaan itu.
Perjuangan bangsa Indonesia cukup panjang untuk memperoleh kebebasan dari belenggu penjajahan kolonial dengan pengorbanan yang cukup besar baik berupa harta, darah dan air mata.
Segala daya dan upaya dilakukan masyarakat Indonesia untuk mencapai jembatan emas kemerdekaan.
Yang cukup menarik dan perlu dicatat adalah semangat perjuangan masyarakat Indonesia untuk bebas dari belenggu penjajahan tidak lepas dari semangat keagamaan masyarakat Indonesia.
Keyakinan keagamaan masyarakat Indonesia, yang mayoritas beragama Islam tàk pelak lagi menjadi pendorong utama bangkitnya semangat memerangi kolonialisme.
Sepanjang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, praktis tidak pernah lepas dari semangat keagamaan yang bertitik tolak dari kesadaran melaksanakan ajaran Islam.
Islam Menentang Penindasan
Agama Islam secara tegas menentang penindasan. Setiap manusia dalam pandangan Islam lahir dengan keadaan merdeka, bebas dari belenggu apa pun.
Kemerdekaan dalam pandangan Islam merupakan salah satu karunia tertinggi yang diberikan Allah SWT kepada manusia.
Karena kesadaran itulah maka masyarakat Indonesia yang beragama Islam tak pernah putus asa berjuang menghadapi penjajahan Belanda.
Pengaruh Kiai dan Ulama Dominan
Ahli sejarah Islam Ahmad Mansyur Suryanegara, secara tegas mengatakan hampir tidak ada perjuangan merebut kemerdekaan, perjuangan menghadapi Belanda yang lepas dari Kiai dan Ulama.
Bahkan, peran Kiai dan Ulama (Al-Jam’iyatul Washliyah (AW) Muhammadiyah (MD) Nahdhatul Ulama (NU) dan lain-lainnya, begitu dominan (berpengaruh kuat) dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Sayangnya, data- data menarik itu, tidak banyak ditemukan dalam pelajaran sejarah Indonesia, kata pengajar Universitas Pajajajaran Bandung itu.
Selanjutnya Ahmad Mansyur, menjelaskan kerancuan sejarah itu lebih banyak menyebut literatur dari penulis Belanda yang berbicara obyektif tentang perlawanan masyarakat Indonesia.
Rasanya, bukan tanpa alasan kalau para pendiri Republik ini mencantumkan pada kalimat Pembukaan UUD1945, kemerdekaan itu dicapai dengan Berkat Rahmat Allah Subhana Wata’ala.
Karena dorongan dari pengabdian kepada Allah serta kesadaran kekuatan Allah kemerdekaan indonesia berhasil dicapai.
Kini setelah 76 tahun Indonesia merdeka, secara fisik memang sudah lepas dari belenggu penjajahan.
Namun demikian, harus disadari masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan terutama membebaskan sebagian dari masyarakat indonesia yang berada dalam belenggu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan lainnya.
Kemerdekaan yang dinyatakan oleh para pendiri Republik ini saja tidak cukup.
Maka harus mengisinya dengan kerja keras dan bersenergi, sebagai tanda syukur kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman: “Siapa saja bersyukur kepada Allah, niscaya Allah tambahkan nikmatnya. Dan siapa saja kufur, siksa Allah sungguh amat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).
Kemerdekaan adalah nikmat dan rahmat Allah, dan wajib mensyukurinya serta mengisi kemerdekaan itu dengan kerja keras, usaha keras membawa masyarakat Indonesia secara keseluruhan menuju masyarakat yang “Baldatun Tayyibatun Warabbun Ghafur, negara yang makmur yang berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
Semoga….
Wallahu a’lam bish shawab.
Wassalam.
“Dirgahayu Republik Indonesia 76 Tahun. 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2021. Indonesia Teguh, Indonesia Tumbuh.”
Aswan Nasution
Penulis, Alumni Pelajar Qismus ‘Aly Al Washliyah 79’ Isma’iliyah, Medan, Sumatera Utara. Berdomisili di Lombok, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).