Oleh: Raja Fanny Fatahillah
ORGANISASI Islam merupakan suatu gerakan yang masif pada saat pra-kemerdekaan dengan tujuan ingin menggaungkan semangat kemerdekaan melawan sistem kolonial penjajah. semangat ormas-ormas isIam berhasil membakar militansi masyarakat muslim khususnya dan masyarakat nusantara pada umumnya untuk merebut kemerdekaan. kemudian setelah terjadinya proklamasi dan kemerdekaan negeri ini, ormas islam bergerak dinamis seiring perubahan tatanan pemerintahan. Beberapa ormas islam mulai muncul sebagai tatanan baru atau boleh dikatakan sebagai tonggak penggerak rakyat dalam bernegara sekaligus bersosial masyarakat yang di selimuti nilai-nila keislaman. sebut saja NU, MUHAMMADIYAH, WASHLIYAH, PERSIS, NAHDATHUL WATHAN, dan lain-lain.
Barisan-barisan tersebut hadir di tengah masyarakat untuk membina serta mengajak masyarakat untuk bangkit setelah terjajah sekian lama. Di antara beberapa ormas Islam di atas, NU dan Muhammadiyah menjadi ormas Islam yang paling banyak dikenal serta mempunyai pengikut terbanyak di negeri ini. Diperkirakan warga NU di Indonesia mencapai kisaran kurang lebih 60-120 juta penduduk. Sedangkan Muhammadiyah diperkirakan memiliki anggota sebanyak 22-50 juta penduduk di negri ini. Artinya dari total seluruh masyarakat muslim Indonesia sebanyak 36,1% mengaku menjadi warga NU, dan sebanyak 6,3% mengaku berafiliasi dengan Muhammadiyah. sementara 54,6% penduduk muslim Indonesia mengaku di luar dari pada dua ormas Islam tersebut (Sumber: Alvara Research Centre).
Penulis berkesimpulan bahwa sebaran sisa penduduk muslim di atas juga kemungkinan besar memiliki afiliasi kepada ormas-ormas Islam lainnya seperti Al Washliyah, Persis, Nahdlatul Wathan, dan lain-lain. Dengan data tersebut, penulis ingin menganalisa Wasliyah di antara dua ormas Islam besar di republik ini dari sisi sejarah, pendidikan, politik, pergerakan, serta eksistensi hingga kini. Maka daripada itu artikel ini diberi judul “AL WASHLIYAH BETWEEN NU AND MUHAMMADIYAH”.
Historical Background (Latar Belakang Sejarah)
NU (Nahdathul Ulama) didirikan 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai rais akbar. Untuk menegaskan organisasi ini, KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Sedangkan Muhammadiyah dilahirkan pada Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M). Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaharu, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kemudian bagaimana dengan Washliyah? Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30 November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Adapun Tokoh pendiri Al Al Washliyah adalah Ismail Banda, H.M. Arsyad Thalib Lubis, dan H. Abdurrahman Syihab.
Artinya, dari segi sejarah ketiga ormas Islam ini mempunyai persamaan yang sangat terlihat. tahun dilahirkannya ketiga ormas ini berdekatan. Itu menandakan bahwa saat itu hubungan pendiri-pendiri ormas Islam tersebut memiliki visi-misi yang sama yaitu memperjuangkan semangat kemerdekaan. Kemudian ketika kita membaca literatur biografi pendiri masing-masing tentunya mereka adalah sahabat satu sama lain. Mereka menuntut ilmu dengan silsilah guru yang sama saat menuntut ilmu di Timur Tengah. Dari ketiga ormas Islam tersebut yang termuda adalah Al Washliyah.
Yang menariknya adalah pemberian nama Washliyah untuk perhimpunan baru setelah terciptanya NU dan Muhammadiyah. Kenapa? menurut penulis itu berkaitan dengan makna dari nama tersebut serta berhubungan dengan NU dan Muhammadiyah. Yaitu menurut bahasa Arab, Washliyah itu “Washl” yang berarti menghubungkan.
Mungkin persepsi penulis ingin menyimpulkan bahwa seyogyanya Washliyah dapat hadir sebagai umat pertengahan serta sebagai fasilitator di antara ormas-ormas Islam lainnya dengan segala pertentangan di dalamnya. Dengan kata lain, Washliyah dapat menjadi “Checks and Balances” untuk keberlangsungan hidup dalam nafas-nafas Islam.
Political Approach (Pendekatan Politik)
Dari segi politik, kita melihat bahwa Washliyah masih jauh dalam berpartisipasi aktif dalam percaturan politik di negri ini. Sebut saja NU dengan dinamika siyasah-nya di negri ini, sangat cenderung aktif dan partisipatif. sedangkan Muhammadiyah tampil ke panggung politik lewat kader-kader personalnya yang memang berkompetensi dalam mengisi percaturan politik Indonesia. dapat dikatakan bahwa NU dan Muhammadiyah memiliki semangat siyasah yang tinggi akan tetapi mempunyai warna politik yang berbeda.
Bagaimana dengan politik Washliyah? Kader-kader washliyah hari ini banyak yang berkecimpung di kancah politik. Akan tetapi di sisi lain ada ironi yang gamblang terlihat dari situasi tersebut. Satu sisi dengan maraknya kader berkecimpung dipolitik, akan menguras semangat dakwah dan independensi Washliyah sebagai ormas Islam dakwah. Yang pada khittahnya Washliyah merupakan ormas Islam yang concern di pendidikan, dakwah masyarakat. Tapi di sisi lain maraknya kader yang terjun ke dunia politik membuat eksistensi Washliyah di kalangan elitis menjadi terkenal dan mudah mendapat perhatian pemerintah pusat maupun daerah.
Kemudian warna politik Washliyah cenderung lebih sama terpusat seperti Muhammadiyah, yaitu berporos sama personal kader yang terjun ke politik. sementara NU hadir di kancah politik cenderung dengan sistem kolektif mengingat porsi kuantitatif warga NU sangat besar dan menjadi bargaining politik yang “SEXY” bagi kalangan elit politik.
Lalu kritik penulis terhadap warna politik Washliyah adalah banyak dari kader Washliyah terjun ke dunia politik sering mengalami amnesia politik. Artinya ketika sudah menjadi pejabat politik, banyak kader yang lupa mengabdi kembali kepada keberlangsungan pendidikan dakwah yang menjadi jargon Washliyah sebagai rumah mereka pada sebelum ke dunia politik. Dengan kata lain sering muncul dagelan di kalangan warga Washliyah seperti ini “Washliyah hanya menjadi Kapal Politik” para kader yang ingin terjun ke dunia politik.
Walaupun tidak semua kader politik Washliyah seperti itu. secara dinamika organisasi pun memang tidak salah sepenuhnya, dan Washliyah pun tak menuntut apapun dari kader yang terjun kedunia politik. Menurut penulis, harapannya Washliyah memiliki arah baru dalam menggaungkan semangat berpolitik serta pendidikan politik terhadap warganya.
Memang berdakwah lewat jalan politik itu mulia, dan kita harus mengapresiasi pahlawan jihad politik Washliyah. Artinya setiap kader yang terjun ke dunia politik pastinya ingin berdakwah lewat jalan politik dan kita harus apresiasi sekaligus memberikan semangat kepada rekan-rekan tersebut. Setidaknya ketika berpolitik pun jangan melupakan semangat rumah kita, Washliyah yang mengutamakan nilai-nilai dakwah keumatan, bukan mengakomodasi kepentingan politik praktis pribadi hingga mengorbankan citra rumah kita bersama, AL WASHLIYAH.
Educational Approach (Pendekatan Pendidikan)
Ketika berbicara tentang pendidikan ketiga ormas Islam di atas, penulis akan mengupas secara sederhana persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh ketiga ormas Islam tersebut. Pertama ketika kita menyebut pendidikan NU, tentunya yang terlintas di kepala kita adalah pesantren-pesantren yang mendunia. banyak kalangan orang tua yang bermimpi memondokkan anak-anaknya di pesantren yang berafiliasi dari NU. Artinya NU berhasil membuat sistem pendidikan tradisional yang melekat pada segenap hati masyarakat muslim di negri ini.
Sedangkan Muhammadiyah hadir dengan modernisasi pendidikannya terutama dalam hal pendidikan tinggi berbasis universitas-universitas yang bagus. Tidak ada provinsi hari ini yg luput dari expansi kampus-kampus Muhammadiyah. Mulai dari UMJ, UMSU, UMM, UMY, dan lainnya. Tentunya dengan catatan tersebut makin menasbihkan Muhammadiyah pada ormas Islam yang berkonsentrasi penuh dalam modernisasi pendidikan negeri ini.
Lalu apa cerita dengan pendidikan Washliyah? Pendidikan Washliyah sejak ormas ini didirikan tetap konsisten dalam memperjuangkan nilai-nilai dakwah dalam praktek lapangannya. Maka daripada itu selain membuat sekolah-sekolah dan universitas-universitas, Washliyah mempunyai ciri-ciri pendidikan khas untuk mencerminkan warga Washliyah.
Jikalau disebut pendidikan Washliyah seperti apa, tentunya pendidikan yang bersifat “Grass Root”. Artinya Washliyah tak pernah lelah untuk menyebarkan pendidikan dakwah ke dalam pelosok-pelosok negeri ini. Da’i Washliyah sangat terkenal dengan pengabidan ikhlasnya dalam menyebarkan ilmu agama ataupun umum pada daerah-daerah pelosok. itu merupakan nilai tambah daripada dunia pendidikan Washliyah ketimbang ormas-ormas Islam lainnya. Da’i dan ulama Washliyah tidak peduli dengan keuntungan pribadi yang tak didapatkan jika harus terus turun ke pelosok negri untuk menyampaikan ilmu.
Penulis banyak menemui ulama-ulama Washliyah di daerah pelosok di Sumatera Utara saat mengikuti KKN dari Kampus. Artinya memang benar bahwa ulama-ulama dan da’i Washliyah sangat ikhlas mengabdi untuk menyebarkan dakwah ilmu. Bukti lainnya adalah Washliyah mulai hadir dalam membangun serta membudidayakan pendidikan di kawasan Badui, Karo, Nias, Tanah Batak dan Mentawai yang notabenenya kurang mendapat perhatian dari pemerintah pusat, daerah apalagi ormas-ormas Islam lainnya. Walaupun masih minim perkembangan pada prosesnya.
Artikel ini dimuat bertujuan untuk menjelaskan ke khalayak ramai seperti apa posisi Washliyah sebagai salah satu ormas Islam pelopor kemerdekaan. Apalagi di hadapkan dengan banyaknya ormas-ormas Islam yang terus menunjukkan eksistensi seperti NU dan Muhammadiyah. Harapan penulis, artikel ini menjadi muhasabah bagi kita warga Washliyah untuk terus belajar hal positif yang bisa kita pelajari dari rekan juang ormas Islam lainnya seperti NU dan Muhammadiyah. Kemudian artikel ini juga menjadi sinopsis dari buku dengan judul yang sama karya penulis yang Insha ALLAH akan terbit dalam waktu dekat dengan kajian mendalam tentang “Al Washliyah Between NU and Muhammadiyah”.[]
17 Juli 2021.
Penulis adalah Wasekjen Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Al Washliyah (PP ISARAH).