Oleh: H. Abdul Mun’im Ritonga
Menyongsong HUT ke 89 Al Washlyah 30 November 1930
Bagian Kedua
Peletakan Dasar Sejarah dan Nilai-Nilai Dasar Perjuangan Al Washliyah.
PERIODE awal, sejak berdiri sampai seperempat abad Al Washliyah tahun 1930 – 1955, dapat dikatakan sebagai periode peletakan dasar sejarah dan nilai-nilai dasar perjuangan Al Washliyah. Dari sinilah perjuangan Al Washliyah berawal.
Periode ini menjadi catatan sejarah penting dalam mengawali kegiatan perjalanan panjang Al Washliyah. Hal ini dapat diketahui dari buku 1/4 Abad Al Washliyah. Untunglah ada buku sejarah ini, jika tidak mungkin warga Al Washliyah dan pihak lain yang membutuhkan untuk keperluan penelitian dan lainnya sudah kehilangan jejak.
Dengan membaca sejarah ini akan terlihat apa yang menjadi dasar pergerakan Al Washliyah yang diajarkan oleh para pendiri dan orang-orang yang bergiat di masa itu. Ini akan dijadikan pijakan dasar bagi perjuangan Al Washliyah selanjutnya.
Banyak hal penting yang perlu diceritakan pada periode ini, namun sedikit yang dapat dikemukakan dalam kolom yang terbatas ini.
Seperti diketahui, Al Washliyah didirikan sebagai ormas Islam di Medan pada zaman penjajahan Belanda tanggal 30 November 1930, (15 tahun sebelum Indonesia merdeka) oleh tokoh-tokohnya antara lain; H.M. Arsyad Thalib Lubis seorang ulama terkenal, Ismail Banda seorang diplomat RI, Abd. Rahman Syihab anggota DPR Pusat, dan lain-lain. Sebelumnya sudah lebih dahulu lahir Muhammadiyah 18 November 1912 dan NU 31 Januari 1926 dan beberapa ormas Islam lainnya.
Motivasi dan daya dorong yang cukup kuat saat mendirikan orgnisasi Al Washliyah sebelum kemerdekaan, selain menjalankan program utama bidang Pendidikan, Dakwah dan Amal Sosial, sesungguhnya yang lebih penting lagi adalah “gerakan politik Islam”, ingin melakukan pergerakan untuk kemerdekaan Indonesia dengan mengusir penjajah, merdeka, lalu mempertahankan kemerdekaan.
Gerakan politik Islam jadi pilar utama kegiatan ormas-ormas Islam saat itu termasuk Al Washliah, untuk memperjuangkan kejayaan negara dan kepentingan umat Islam. Sedangkan kegiatan dakwah dan pendidikan dimaksudkan untuk membangun SDM yang beriman dan berilmu dalam rangka mempersiapkan kelangsungan perjuangan generasi selanjutnya.
Selain itu, Al Washliyah juga ingin tampil menjadi washilah (penghubung) sesuai dengan namanya, bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Akibat dari politik pecah belah yang dilakukan oleh penjajah Belanda di Indonesia, bangsa dan umat Islam bisa terbelah. Dalam hal ini Al Washliyah mengambil peran sesuai namanya untuk menghubungkan antara manusia dengan Khaliknya dan menghubungkan antara manusia dengan manusia.
Saat itu umat Islam yang bergiat di organisasi Islam berjuang dengan penuh kesulitan dan kekurangan. Sampai saat ini masih dikenal oleh kader-kader Al Washliyah ungkapan yang memberi semangat mengatakan “berjuanglah dikala ada dan tiada”.
Pada periode ini, Pengurus Besar Al Washliyah beserta anggotanya ikut berjuang untuk Kemerdekaan RI. Setelah merdeka, pada tahun 1947, ikut begerilya bersama lasykar dan tentara mengusir penjajah Belanda, sampai-sampai banyak dokumen organisasi yang hilang berserakan.
Ketika itu Dewan Fatwa Al Washliyah mengeluarkan fatwa yang dipatuhi oleh warganya; “Wajib hukumnya menolak kedatangan orang Belanda untuk menguasai Indonesia. Orang Islam yang mati dalam peperangan termasuk mati syahid”. Dari fatwa itu bergelora jiwa para mujahid Al Washliyah diikuti oleh masyarakat Islam lainnya untuk ikut berperang melawan penjajah. Niat mereka suci, ini mungkin yang dulu disebut nilai-nilai juang 1945.
Pelajar Al Washliyah saat itu sudah mulai muncul di Sumut, dan sebagian ada yang pernah belajar di Makkah dan Madinah, Saudi Arabia, sambil mengerjakan ibadah haji dan umroh seperti almarhum Hasan Maksum, almarhum Mohammad Yunus dan lainnya. Sebagian belajar di Universitas Al Azhar Cairo, seperti Ismail Banda termasuk beberapa Dosen Universitas Al Washliyah (UNIVA). Belajar di Cairo lebih diminati karena fahamnya Sunni dan bermazhab Syafi’i, sesuai dengan keyakinan Al Washliyah.
Selama 15 tahun berdiri Al Washliyah, sampai di proklamirkannya kemerdekaan RI, kegiatannya tak terlepas dari usaha untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan sampai terbentuknya negara Republik Indonesia.
Sepuluh tahun setelah merdeka sampai tahun 1955. Al Washliyah terus ikut berjuang menghadapi agresi Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan RI. Ulama-ulama dan pelajar Al Washliyah ikut berjuang bahu membahu bersama mayarakat menghadapi serangan agresi Belanda tahun 1947.
Selain itu kegiatan Al Washliyah terus berlanjut di bidang pendidikan untuk ikut serta mencerdaskan bangsa dan menjaga akhlak mulia. Saat itu Islam masih sering direndahkan (dicemooh) oleh orang yang tidak suka kepada Islam dan orang anti Tuhan, karena mereka masih belum mengenal Islam secara baik. Ada juga upaya untuk mencegah pengaruh negatif dari Westernisasi. Di pemerintahan juga masih terjadi ketidakadilan antara lain; dalam membagi dana subsidi bagi pendidikan Islam dan non Islam. Untuk itulah ormas Islam berjuang.
Dalam rangka mempertahankan eksistensi organisasi, Al Washliyah melakukan konsolidasi organisasi. Hanya dua bulan sesudah diproklamirkannya kemerdekaan RI pada tanggal 27 sd 28 Oktober 1945 Al Washliyah mengadakan Konferensi di Medan dan tanggal 30 November 1945, diadakan Kongres di Pematang Siantar.
Pada periode ini Al Washliyah sudah mulai membangun sekolah, madrasah dan panti asuhan di Provinsi Sumatera Utara, di kota Medan dan sekitarnya. Dengan susah payah dan sarana yang kurang, terus diupayakan mendirikan cabang organisasi Al Washliyah dan organisasi bagiannya di berbagai daerah temasuk membangun gedung madrasah.
Ulama Al Washliyah masa ini cukup berpengaruh, mewanai panggung dan kegiatan dakwah Islam di Medan dan sekitarnya. Al Washliyah saat itu menjadi ormas Islam terbesar di Sumut, sangat terkenal dan disegani di tengah-tengah masyarakat. Digiatkan membangun rumah ibadah Islam, menghidupkan tabligh dan pengajian di mana-mana, membuat penerbitan majalah dan buku-buku, mengisi berita di surat kabar-surat kabar. Dari kegiatan ini orang banyak mengenal Al Washliyah pada masa itu.
Dengan memperhatikan penjelasan di atas warga Al Washliyah tidak perlu segan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dalam membela kepentingan bangsa, kepentingan agama Islam dan secara khusus untuk kepentingan organisasi. Berjuang dilapangan politik bukan semata-mata untuk kepentingan individu. Itulah antara lain yang dilakukan dan dicontohkan oleh para pendiri dan pendahulu Al Washliyah pada periode awal.
Wassalam.[]
*Penulis adalah Ketua PB Al Washliyah.