Hanya keledai yang terjatuh dua kali pada lubang yang sama.
KATA mutiara Arab ini nampaknya perlu direnungkan lebih dalam bagi seluruh kader Al Washliyah. Sebab setiap musim Pilpres warga Al Washliyah direpotkan dengan dukung mendukung Capres. Seakan ada kader yang diusung jadi presiden. Selain itu tak sedikit pula berakhir menjadi korban politik, ada yang dipenjara, ada yang masih antri di KPK, ada juga menjadi pesakitan akibat banyak berangan-angan.
Sejatinya, seorang mukmin merujuk hadist Rasulullah yang diriwayatkan Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, ‘Tidaklah seorang mukmin disengat (binatang) pada lubang yang sama dua kali’. Namun, tragedi kelam di era 79/80-an kenyataannya masih eksis hinggah saat sekarang. Seakan tak mampu keluar dari pengabnya sejarah yang berputar dalam perjalanan Al Washliyah.
Celakanya, sebagian oknum kader menyeret tragedi di 80-an untuk dijadikan refrensi dalam pembenaran. Bukan sebaliknya mengekstraksi pristiwa itu menjadi butiran hikmah, agar menjadi suplemen batin dalam menatap masa depan lebih konstruktif.
Kegugupan kita dalam menghadapi siklus politik lima tahunan, ditandai dengan mengadopsi istilah independen dengan bermacam interprestasi, seakan indenpendensilah sebagai resep jitu agar epidemik di kalangan umat tak kambuh lagi. Jika kita hadirkan akal sehat sebaliknya, justru indenpenden telah menyandera entitas Al Washliyah sebagai pembawa bendera (ra’ya) amar ma’ruf nahi mungkar, dan agen Allah di muka bumi sebagai mana diwasiatkan oleh maha guru kita Tuanku Adnan Lubis dalam buku Al Washliyah 1/4 Abad.
Perlu dihadirkan ekstra waras bahwa Al Washliyah bukanlah wasit, bukan juga hakim apalagi KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang harus melebelkan indenpenden di tubuhnya. Apalagi narasi indenpenden tak ditemukan literasinya dalam pijakan (al intilaqiyah) di Al Washliyah, sebagaimana instrumen Al Washliyah selalu berpegang kepada doktrin mazhab Syafi’i.
Dilain sisi, maha guru kita tuanku Arsyad justru mewasiatkan kepada seluruh umat washliyyin untuk tidak meninggalkan politik dan dakwah. Karena keduanya memilki dimensi tematik dan simbiosis dalam negara NKRI yang memiliki multi komuniti. Sekarang kemandirian Al Washliyah terganggu oleh sekumpulan orang-orang dungu dan durhaka pada gurunya, atau sengaja agar mencari kerjaan di Al Washliyah karena tak mampu tarung tanding di luar Al Washliyah.
Sejatinya kemandirian Al Washliyah adalah kebebasan mengabtraksikan pikiran yang jernih untuk membawa kapal Al Washliyah dengan umat sebagai penumpangnya agar cita Islam tercapai. Wallahu a’lam bissawab.[]
Al faqir Gio Hamdani SS, Lc, Bendahara PB Al Washliyah