34.8 C
Jakarta
Kamis 21 September, 2023

Alumni Lemhanas: Kemenag Harus Transparan Gunakan Dana Haji Khusus

JAKARTA – Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor: 76/2017 tentang Penetapan Biaya Haji Khusus yang dipublikasikan pada halaman website haji.kemenag.go.id. dinilai belum menyampaikan transparansi. Kemenag diminta untuk menjelaskan lebih terbuka tentang KMA tersebut. “KMA ini sudah seharusnya diikuti dengan publikasi penggunaan dana secara rinci (rigit) beserta akad yang dibangun,” kata Alumni Lemhanas 2012, Guntur Syaputra Al Karim melalui pesan tertulisnya, Kamis (9/03).

Guntur juga menjelaskan bahwa dasar hukumnya jelas yaitu UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 1 Ayat 3. “Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”

“Tentang hak dan kewajiban Badan Publik dan Publik diatur dalam Bab III yaitu tentang Hak dan Kewajiban Pemohon dan Pengguna Informasi Publik Serta Hak dan Kewajiban Badan Publik,” kata Guntur.

Dia juga menyoroti lima hal tentang KMA Nomor 76/2017 agar rigitnya perlu diketahui publik. “Lima hal ini perlu ditransparankan kepada publik. Karena itu hak publik dan menjadi kewajiban badan publik (Kemenag). Selama inikan tidak pernah ditransparansikan penggunaannya secara rinci untuk apa dana haji khusus itu. Hanya secara umum saja dijelaskan, tidak bisa lagi seperti itu. Saat ini publik begitu dinamis dan kritis, jadi harus transparan,” kata Guntur.

Pertama, Kementerian Agama (Kemenag) adalah badan publik. Kedua, rincian atas penggunaan harus dipublikasikan rigit penggunaannya atas 277 USD ditambah 14 USD bagi jemaah haji khusus dan  277 USD ditambah 14 USD bagi petugas haji khusus. Ketiga, rincian dimaksud harus jelas peruntukannya secara rinci (rigit) dan tidak secara lumpsum.

Keempat, penggunaan 50 USD sebagai jaminan juga harus dipublikasikan maksud dan tujuannya. Kepada siapa diberikan, tanda bukti pemberiannya, dan dikembalikan atau dipotong akibat ada persoalan juga harus dipublikasikan. Kelima, skema akad atas penggunaan 277 USD, 14 USD dan 50 USD juga harus dipublikasikan, dan siapa yang menandatangani akad dimaksud juga harus jelas.

“Sepatutnya Kemenag menyampaikan rician detil (rigit) atas KMA tersebut agar tidak terjadi dugaan negatif dalam penggunaan dana yang disebutkan di dalam KMA dimaksud,” pintanya.

Yurisprudensi hukum sudah ada, terjadi baru-baru ini yakni atas persoalan salah satu gerai mini market. “Bayangkan, mini market saja bisa dituntut untuk transparan atas penggunaan dana pungutan (sumbangan) dari publik. Bisa saja publik melakukan tuntutan kepada Komisi Informasi Publik (KIP) agar penggunaan dana haji khusus sesuai KMA itu jika Kemenag tertutup atau tidak ada niatan baik dalam mempublikasikannya secara rinci,” kritik  Guntur.

(rilis/mrl)

About Author

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansSuka
1,230PengikutMengikuti
206PengikutMengikuti
100PelangganBerlangganan

Latest Articles