Wajib Hukumnya Menjaga Keutuhan Bangsa
Pertanyaan
Assalamu’alaikum, yang terhormat Pak Kiyai di tempat. Setiap kali kita menghadapi jelang pemilu atau pilkada selalu timbul konflik sara, khususnya tentang masalah pemimpin yang beda agama. Kita sebagai negara NKRI dengan pancasila, bhinneka tunggal ika, UUD-45 yang multi agama, suku dan budaya apa hukumya jika kita memilih pemimpin yang berbeda agama. Ada Kiyai yang membolehkan kita memilih pemimpin non Islam, namun saya belum dapati dalilnya secara gamblang (jelas), apakah ada dalilnya terdapat di dalam Alqur’an atau hadis. Tetapi banyak juga saya dengar fatwa yang mengharamkan bagi pemimpin non Islam di republik ini, mereka para kiyai bahkan perwakilan dari MUI-Pusat (dalam acara ILC, Selasa malam Rabu, 11 Oktober 2016) secara terang-terangan menggunakan sebagai dalil ayat-ayat Alqur’an diantaranya yang terdapat di dalam surat Almaidah ayat 51 yang artinya berbunyi sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al-maidah [5] : 51)
Jika memang ayat Alqur’an sebagaimana di atas sudah mutlak seperti itu, berarti apa hukumnya bagi kami yang beragama Islam jika memilih pemimpin negeri ini yang bukan beragama Islam. Banyaknya para ulama dan lembaga fatwa, seperti ormas Islam yang memfatwakan berbed-beda, lalu mana diantara mereka yang harus diikuti? Atas jawabannya saya ucapkan terimakasih. Wassalam Dari Bapak H.DR. Syafri Abdurrauf, M.Pd – Menteng Jakarta Selatan.
Jawaban:
Kita tentunya sudah sepakat bahwa para pendiri bangsa ini, sejak kemerdekaan kita pada tahun 1945 bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, UUD-45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Apa yang terjadi sebuah pernyataan dengan mengatasnamakan MUI Pusat di acara televise yang ditayangkan oleh TV-One sebuah acara Talk-Sow ILC perlu dicermati secara seksama. Mari sama-sama kita lihat tentang lembaga MUI Pusan tujuan dan fungsinya. Ormas-ormas Islam Ahlussunnah Waljama’ah pendiri MUI-Pusat (26 Juli 1975M/17 Rajab 1395H) adalah sebagai berikut,
1. Al Washliyah (Aljam’iyatul Washliyah) <> (Madzhab Syafi’i)
2. Nahdhatul ‘Ulama (NU) <> (Madzhab Syafi’i)
3. Muhammadiyah <> (DNA ; Wahabi)
4. Syarikat Islam. <> (DNA ; Wahabi)
5. Perti (Persatuan Islam) <> (DNA ; Wahabi)
6. Mathla’ul Anwar. <> (DNA ; Syafi’iyah sebahagian dan Wahabi sebahagian)
7. GUPPI.
8. PTDI.
9. DMI (Dewan Mesjid Indonesia) (DNA ; Wahabi)
10. Al Ittihadiyah (Madzhab Syafi’i)
Tujuan didirikan MUI-Pusat
1. Terwujudnya masyarakat yang brkualitas (khairah ummah) dan Negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniyah dan jasmaniah yang diredhai oleh Allah Swt (Baldah Thayyibah wa Rabb Ghafur).
2. Untuk mencapai tujuan tersebut MUI melaksanakan usaha-usaha seperti memberikan tuntunan dan bimbingan, merumuskan kebijakan dakwah, memberikan nasihat dna fatwa, merumuskan pola hubungan keumatan, meningkatkan hubungan dan kerjasama antar ormas/lembaga Islam, dan sebagainya.
Visi MUI-Pusat
Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, yang memperoleh ridho dan ampunan Allah Swt (Baldah Thayyibah wa Rabb Ghafur) menuju masyarakat berkualitas (khairah ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (Izzul Islam wal Muslimin) dalam wadah NKRI.
Misi MUI-Pusat.
1. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (Qudwah Hasanah).
2. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar dalam mengembangkan akhlakul karimah agar terwujud masyarakat berkualitas dalam berbagai aspek kehidupan.
3. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah NKRI.
Jika kita lihat visi dan misi MUI-pusat sebagaimana di atas, maka dengan demikian MUI Pusat tidak berhak mengeluarkan pernyataan dengan menggunakan ayat-ayat Alqur’an yang menimbulkan polemik yang menyebabkan akan terjadinya perpecahan dan dapat melemahkan Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD-45. Kita tau meskipun pernyataan itu bukan bersumber dari Komisi Fatwa MUI-Pusat tetapi dampak dari pernyataan tersebut akan dapat membuat masyarakat jadi terpecah dan salah paham, khususnya bagi umat Islam itu sendiri. Yang seharusnya fatwa itu dikeluarkan oleh Komisi Fatwa, lantas kenapa dikeluarkan oleh para pengurusnya dan disahkan oleh ketuanya. Ada apa ini semua?
Seorang Ahok keturunan China dengan gaya kepemimpinan yang congkak dan arogan, sifat seperti ini harus kita maklumi mungkin jika kita menilik dengan ilmu jiwa (Physicology; علم النفس), aganya ahok ini dilahirkan dan dibesarkan dengan cara-cara yang keras sehingga watak dan kejiwaannyapun keras. Etika akhlak ucapan dan sikap kelembutan gaya fisik baginya adalah konyol, karena jika ia paksakan juga harus bertutur sapa dengan sopan dan sikap gerak badan yang lembut, ia akan demam, menggigil dan meriang sehigga harus dirawat di rumah sakit berminggu-minggu lamanya, dan itu semua akan menguras APBD DKI itu sendiri. Kata orang betawi bacotnya lebih buruk dari binatang yang tak sedap dipandang. Namun sebagian orang menganggap bacotnya itu malah indah dan mempesona, karena tujuannya adalah untuk mengkemplang para koruptor dan pungli yang tak pernah hilang didalam segala lini di birokrasi pemerintahan.
Memang nasib Ahok sudah kepalang tanggung menjadi seorang Gubernur negeri DKI-Jakarta ini. Ini harus kita pahami, dan sadari bersama akan besar bencana, petakah maupun makna dan hikmahnya untuk bangsa ini. Agar kita bisa introfeksi diri sebagai pemimpin atau calon pemimpin negeri ini jangan berpenampilan shaleh tapi kelakuan Tholeh (Bangsat), bergaya Shufi tapi kelakuan munafik selalu pungli dan mempersulit rakyat, bermunajat dan berdo’a dengan tetesan air mata diliput oleh semua media dalam kempanyenya, tetapi dibelakang layar ia malah mendatangi sang dukun, peramal sebagai muara tempat pujaannya, sehignga tidak heran jika kita saat ini, menghadapi sebuah kenyataan yang memilukan dan memalukan, bahwa seorang anggota MUI-Pusat DR. Marwah Dawud, MA yagn dikenal salah seorang srikandi intelektual yang dilahirkan oleh lembaga pendidikan Amerika yang kental rasionalnya, malah lebih percaya Kanjeng Dimas Taat Pribadi ketimbang kepada para ulama shaleh itu sendiri. Ia lebih baik keluar dari keanggotaan ICMI dan MUI-Pusat ketimbang harus percaya terhadap fatwa sesat yang ditujukan kepada Taat Peribadi, ujarnya penuh keyakinan: “Taat Pribadi itu memiliki karomah” bukan sesat. Na’udzubillah Mindzlik.
Polemik Fatwa
Kekeliruan dan keterbatasan pemahaman tentang ayat ayat yang berkaitan dengan larangan menjadikan pemimpin dari kalangan non-Islam, perlu diluruskan agar umat tidak terus terjerat dan terjebak dalam kebodohan dan petaka konflik disetiap Pemilukada dan Pilpres. Diantara ayat-ayat yang terjadinya kekeliruan dalam menafsirkannya dalam konteks ke-Indonesiaan yaitu sebagai berikut:
1. Surat Al Maidah, nomor surat 5, ayat ke-51,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {المآئدة [٥] : ٥١}
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Almaidah [5] : 51)
2. Surat Al Maidah nomor surat 5, ayat ke-
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَآءَ وَاتَّقُوا اللهَ إِن كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ {المآئدة [٥] : ٥٧}
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman” (QS. Al Maidah [5] : 57)
3. Surat Annisaa, nomor surat 4, ayat yang ke-138-139
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا .الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ للهِ جَمِيعًا {النسآء [٤] : ١٣٨-١٣٩}
Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah (QS. Annisaa’ [4] : 138-139)
4. Surat Annisaa, nomor surat 4, ayat yang ke-144
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُوا للهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا {النسآء [٤] : ١٤٤}
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS. Annisaa’ [4] : 144)
Semua ayat yang maknanya tidak boleh menjadikan pemimpin non-Islam (لاَتَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ) sebagaimana di atas sepakat para ulama (Ahlussunnah Waljama’ah) jika orang-orang non-Islam itu setatusnya memerangi, mengusir umat Islam dari tempat dan negeri mereka, yaitu memerangi dengan tindakan perbuatan secara fisik (يحاربون الإسلام فعلا), bukan ucapan (ليس قولا). Jadi, jika mereka setia dengan NKRI, Pancasila, UUD-45, Bhinneka Tunggal Ika dan tidak memerangi dan mengusir umat islam dari tempat dan negeri mereka, maka umat Islam wajib hukumnya memperlakukan mereka (orang-orang non-Islam) dengan kebaikan dan keadilan (أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ; QS.Almumtahanah). Yang dimaksud dengan keadilan disini adalah mereka (non-Islam) sama haknya dengan orang Islam dalam menjaga, memelihara dan mengurus negara. Apapun jabatan dinegeri ini (NKRI) hak orang non-Islam dan orang-orang Islam setatusnya adalah sama kedudukannya didepan hukum dan undang-undang. Inilah hakikat makna dan tafsir ayat-ayat di atas, sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama kita diantaranya: Syekh DR.Yusuf Qardhawi, Syekh Ghazali, Syekh Muhammad Abduh, Syekh Rasyid Ridha, Syekh DR. Muhammad Salim Al ’Awa, Syekh Karim Zaidan. Syeikh At-Thabari, Syekh Jalaluddin Al Mahalli, Syeikh Jalaluddin As-Syuyuthi, dll.
Penafsiaran Para Ulama Tentang Pemimpin Non-Islam
Mayoritas para ulama Ahlussunnah Waljama’ah terkecuali Khawarij (الخوارج) bahwa seluruh ayat-ayat suci Alqur’an yang menyatakan larangan mengangkat atau menjadikan orang non-Islam sebagai pemimpin (لا تتخذوا اليهود و النصارى أوليآء), jika mereka memerangi atau mengusir umat Islam secara terang-terangan dengan perbuatan (يحاربون فعلا), bukan non-Islam yang ada didalam negara damai (أهل الذمة) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Syekh Muhammad Abduh mengatakan : “Semua ayat-ayat yang terdapat di dalam kitab suci Alqur’an tentang larangan pemimpin dari orang-orang non-Islam, jika mereka (orang-orang non-Islam) itu menyakiti penduduknya dengan perbuatan, menghalangi (memerangi) kemaslahatan atau memerangi umat Islam” Teksnya sebagai berikut:
يلاحظ أن الآيات الكريمة حين نهت عن الموالاة أو الموادة لغير المسلمين كان هذا مقيدًا بعدم إلحاق الأذى بالمسلمين، وتفويت مصالحهم، وتقوية شوكة الأعداء منهم، فالممنوع من ذلك في الجملة هو (ما يكون فيه خذلان لدينك وإيذاء لأهله، أو إضاعة لمصالحهم) كما يقول الشيخ محمد عبده .
2. Menurut pendapat Syeikh Ghazali (guru DR.Yusuf Qardhawi): “Ayat-ayat Alqur’an tentang larangan orang non-Islam diangkat sebagai pemimpin, maksudnya adalah jika mereka (Yahudi dan Keristen) terang-terangan memusuhi dan memerangi umat Islam. Yahudi dan keristen talam konteks ayat tersebut (larangan menjadikan mereka sebagai pemimpin) bahwa jika mereka memerangi Islam secara perbuatan (bukan ucapan) ” Teksnya sebagai berikut,
ويؤكد الشيخ الغزالي أن الآيات التى تنهى عن موالاة غير المسلمين (إنما وردت جميعًا في المعتدين على الإسلام والمحاربين لأهله، ونزلت لتطهير المجتمع الإسلامي من مؤامرات المنافقين الذين ساعدوا فريقا معينًا من أهل الكتاب اشتبكوا مع الإسلام في قتال حياة أو موت، فاليهود والنصارى في هذه الآيات يحاربون الإسلام فعلا، وقد بلغوا في حربهم منزلة من القوة جعلت ضعاف الإيمان يفكرون في التحبب إليهم) .
3. DR. Syeikh Yusuf Qardhawi menerangkan tentang ayat suci Alqur’an tentang larangan menjadikan pemimpin non-Islam, kesimpulannya adalah bahwa jika mereka (Yahudi dan Keristen) terang-terangan memerangi, menyakiti dan merusak nilai-nilai ketauhidan umat Islam, jika mereka tidak melakukan itu, maka mereka (orang non-Islam) harus diperlakukan oleh umat Islam secara baik, adil terhadap hak-haknya.
4. DR. Muhammad Salim Al ‘Awa mengatakan: “Orang-orang non-Islam peranan, mereka didalam komunitas umat Islam sama-sama memiliki peranan yang sama dalam membangun bangsa sudah berlangsung sejak awal terbentuknya sebuah negara dalam Islam yang ada di Madinah Almunawwarah, keberagaman agama dalam membangun negeri ketika itu berlangsung sampai wafatnya Rasulullah Saw, bahkan sampai saat ini ” Teksnya sebgai berikut:
وغير المسلمين في المجتمع الإسلامي هم شركاء الوطن ــ كما يقول الدكتور العواــ منذ كانت للإسلام دولة، دولته الأولى في المدينة المنورة، ودولته التي توالت بعد انتقال النبي إلى الرفيق الأعلى، وحتى يوم الناس هذا .
5. Ahli tafsir Syekh At-Thabari menerangkan tentang larangan mengangkat orang non-Islam sebagai pemimpin sebagaimana yang terdapat di dalam Alqur’an sebagaimana di atas, maksudnya adalah jika mereka orang-orang non-Islam itu memerangi, dan mengusir orang Islam dari negeri mereka. Teksnya sebagai berikut:
قال شيخ المفسرين الطبري في ذلك: (لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين، من جميع أصناف الملل والأديان أن تبروهم وتصلوهم، وتقسطو إليهم، إن الله عز وجل عمّ بقوله:﴿الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ ﴾ جميع من كان ذلك صفته فلم يخصص به بعضا دون بعض) . وقد جاء نهي القرآن للمؤمنين من اتخاذ الذين قاتلوا المسلمين وأخرجوهم من ديارهم ومن عاونوا على إخراجهم أولياء ونصراء، ومن يتخذهم أولياء فقد وضع ولايته في غير موضعها .
Jadi keliru dan salah besar jika ayat-ayat yang bermakna tidak boleh menjadikan pemimpin non-Islam (لاَتَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَآءَ) dialamatkan dalam konteks ke-Indonesiaan. Karena seluruh orang-orang non-Islam yang terdapat didalam naungan NKRI sudah sepakat untuk sama-sama menjaga dan menjamin keutuhan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD-45. Jika dipaksakan oleh kelompok manapun atau lembaga manapun menjadikan ayat-ayat suci Alqur’an ini untuk memecah belah umat, sehingga dapat melemahkan bahkan dapat meruntuhkan keutuhan dan kedaulatan NKRI, maka siapa saja, kelompok-kelompok tersebut atau lembaga-lembaga itu wajib hukumnya bagi Presiden, Mahkamah Agung (MA), TNI, Kapolri, Depkum-HAM untuk membubarkannya dan tindakan mereka sudah dapat dianggap sebagai makar (Bughat).
Larangan didalam Alqur’an memilih pemimpin bukan hanya kepana non-Islam tetapi juga kepada orang-orang Islam yang hatinya memiliki kecenderungan kepada kekafiran. Sebagaimana Allah Swt berfirman sebagai berikut:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّخِذُوا ءَابَآءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيمَانِ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ {التوبة [٩] : ٢٣}
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(pemimpinmu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali (pemimpin), maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Attaubah [9] : 23)
Ancaman bagi orang-orang yang menzalimi non-Islam
Islam sangan melarang bagi umatnya melakukan kezaliman atau berlaku tidak adil kepada siapapun bahkan terhadap orang-orang non-Islam sekalipun, banyak riwayat, sejarah Islam bahkan Rasulullah Saw juga memberikan teguran dengan tegas terhadap hal tersebut, para ulama Ahlussunnah Waljama’ah menguraikan pendapat para ulama, sahabat dan hadis Rasulullah Saw tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Banyak terdapat ucapan Nabi Saw dan wasiat dari para sahabat bahwa Ahlu Az-Dzimmah (أهل الذمة) atau orang non-Islam yang hidup damai ditengah komunitas umat Islam, bahwa mereka adalah bahagian dari umat Islam itu sendiri dalam mmembangun negerinya. Maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berlaku adil kepada mereka (orang-orang non-Islam), dan haram hukumnya mengurangi akan hak-hak mereka atau memikulkan beban kepada mereka diatas kemampuan yang mereka miliki. Teksnya sebagai berikut:
وقد وردت النصوص النبوية، ووصايا الصحابة بأهل الذمة لتؤكد على أنهم جزء من الضمير الإسلامي الحي، والواجب الدينى المستمر، لا يحل انتقاصهم أو تكليفهم فوق الطاقة، أو ظلمهم.
2. Rasulullah Saw mengharamkan dan mengancam kepada orang yang melakukan kezaliman terhadap orang-orang non-Islam, sebagaimana sabda beliau sebagai berikut:
فقد أخرج أبو داود عن بعض أبناء الصحابة عن آبائهم عن النبي قالوا: ” من ظلم معاهدًا أو انتقصه أو كلفه فوق طاقته أو أخذ منه شيئًا بغير طيب نفس فأنا حجيجه يوم القيامة “ .
Para sahabat mengatakan yang bersumber dari Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang melakukan kezaliman terhadap Mu’ahid (non-Islam dalam negeri yang damai) atau mengurangi akan hak-haknya, atau membebankan tanggung jawab diatas kemampuannya, atau mengambil hak-haknya dengan cara tidak berperikemanusiaan, maka aku (Rasulullah Saw) akan menuntutnya kelak pada hari kiamat” (HR.Abu Dawud)
3. Rasulullah menganjurkan untuk melakukan kebaikan terhadap orang-orang non-Islam seperti yang ada di Mesir (Keristen Koptik) dengan perlakuan yang sebaik-baiknya, sebagaimana sabda beliau sebagai berikut:
وأخرج عبد الرزاق قال: أخبرنا معمر عن الزهري عن عبد الرحمن بن كعب بن مالك قال عن كعب بن مالك قال: قال رسول الله : “إذا ملكتم القبط فأحسنوا إليهم، فإن لهم ذمة، وإن لهم رحمًا”.
Diberitakan oleh Mu’ammar dari Az-Zuhri dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik berkata, Rasulullah Saw bersabda : “Jika kamu menguasai negeri Mesir (orang Mesir yang beragama Keristen Koptik), maka berlaku ihsanlah (sebaik-baik akhlak) kepada mereka, karena mereka adalah Dzimmah (orang non-Islam yang hidup damai dalam komunitas Islam), karena sesungguhnya mereka juga memiliki sifat kasih sayang”(HR. Abdurrazzaq)”.
Kalimat Inna Lahum Rahman (إن لهم رحمًا) menurut Abdurrazzaq sebagaimana teks hadis di atas bermakna adalah karena Ibrahim anaknya Nabi Muahammad Saw, ibundanya adalah berasal dari orang Mesir.
4. Wasiat Khalifah Umar bin Khatab wajib hukumnya memperlakukan kebaikan dan keadilan terhadap orang-orang non-Islam yang hidup damai dalam komunitas umat Islam, sebagaimana beliau mengatakan sebagai berikut:
فقد أوصى عمر قال: أوصى الخليفة من بعدي بأهل الذمة خيرًا أن يوفي لهم بعهدهم، وأن يقاتل من ورائهم، وأن لا يكلفوا فوق طاقتهم .
Wasiat Khalifah Umar bin Khattab, beliau berkata: “Ku wasiatkan kepada khalifah (para pemimpin umat Islam) setelahku kelak, bersikap baiklah kepada Ahlu Az-Dzimmah (orang non-Islam yang hidup damai dalam komunitas umat Islam/أهل الذمة) dengan teguh perpegang terhadap perjanjian yang telah mereka buat (terhadap umat Islam), jangan memerangi mereka, dan jangan membebani tanggung jawab kepada mereka diatas kemampuan yang mereka miliki”.
5. Wasiat Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk memperlakukan orang-orang non-Islam yang lemah dengan adil dan sebaik-baiknya, sebagaimana ucapan beliau sebagai berikut:
وقد كتب عمر بن عبد العزيز إلى عدى بن أرطاة بالبصرة كتابًا جاء فيه: (وانظر مَنْ قِبَلك من أهل الذمة قد كبرت سنه، وضعفت قوته، وولت عنه المكاسب، فأَجْرِ عليه من بيت مال المسلمين ما يصلحه) .
Wasiat Khalifah Umar bin Abdul Aziz, ketika beliau mengirimkan surat kepada ‘Udai bin Arthat (penguasa) di negeri Bashrah (Iraq) yang isinya: “Dan perhatikanlah orang-orang disekelilingmu, terdapat Ahlu Az-Dzimmah (orang non-Islam yang hidup damai dalam komunitas umat Islam/أهل الذمة) yang umurnya sudah tua renta, begitu lemah kondisi fiksiknya, sehingga begitu sulit dan sukar bagi mereka untuk bekerja (mencari nafkah), maka berikan kepada mereka gaji dengan cuma-cuma yang bersumber dari Baitul Mal (Bank) milik umat Islam untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari”
6. Rasulullah Saw menghormati Jenazah orang Yahudi ketika hendak dikuburkan, Sebagaimana terdapat didalam hadis shahih Imam Bukhari sebagai berikut:
روى البخاري من حديث سهل بن حنيف وقيس بن سعد قالا: إن النبي مرت به جنازة فقام. فقيل له: إنها جنازة يهودي. فقال: ” أليس نفسًا “.
Dari Sahal bin Hanif dan Qais bin Sa’ad, mereka berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw berdiri (untuk menghormati) jenazah orang Yahudi ketika lewat dihantar (dihadapan beliau), lantas para sahabat merasa heran dan mereka berkata: “Itukan jenazahnya orang Yahudi”, Lalu Rasulullah Saw berkata: “bukankah ia juga adalah manusia yang memiliki jiwa (yang harus dihormati?)” (HR. Imam Bukhari)
Antara Dzimmah dan Kewarganegaraan
Adzimmah (الذمة) menurut bahasa Al’ahdu (العهد ; perjanjian), karena wajib menunaikannya dengan sebuah perjanjian yaitu berupa perjanjian, keamanan, dan tanggung jawab. Sedangkan Dzimmi (الذمي) orang yang mengadakan sebuah perjanjian yang diberikan atas dasar perjanjian keamanan, terhadap hartanya, dirinya, agamanya. Dzimmi atau Dzimmah adalah sebuah perjanjian yang dibuat jaminan itu oleh semata-mata dari ummat Islam. Ahlu Adzimmah (وأهل الذمة) mereka adalah orang -orang Yahudi dan Nasrani yang memegang atau mengadakan sebuah perjanjian. Dzimmi non-Islam adalah orang yang tinggal menetap disebuah Negara Islam dengan mengadakan akad perjanjian. Adapun Dzimmi non-Islam menurut bahasa sekarang, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Abu Zahrah :
“Mereka (orang-orang non-Islam) adalah sebagai warganegara yang berkedudukan didalam sebuah negara mayoritas Islam, seperti contohnya keberadaan umat Keristen Koptik yang sekarang berada di Mesir”. Sedangkan menurut DR.Abdul Karim Zaidan yang dikatakan Dzimmah (الذمة) adalah kewarganegaraan (الجنسية) yang hidup dalam sebuah Negara, sebagaimana Negara modern yang kita kenal sekarang. Mereka para ulama tersebut mengatakan:
والذميون من أهل دار الإسلام يتمتعون بجنسيتها. ومعنى أهل دار الإسلام أى من أهل وطن الإسلام، أى مواطنون فى دولة الإسلام بالتعبير المعاصر.
Orang-orang Ahlu Zimmah (non-Islam) adalah bahagian dari Dar Al-Islam, yang mereka itu bebas (menjalankan hak-haknya) hidup dalam sebuah bingkai negara, sedangkan pengertian dari Dar Al-Islam adalah penduduk (non-Islam) yang berada di negeri Islam artinya siapa saja warga negara (non-Islam) yang hidup ditengah-tengah mayoritas Islam, sebagaimana yang kita kenal istilah tersebut dalam konteks negara modern sekarang ini.
‘Aqad Adzimmah (عقد الذمة) yaitu akad komitmen orang-orang non-Islam (dalam tatanan sebuah negara) terhadap umat Islam yang meliputi perlindungan jiwa (عصمة النفس) dan perlindungan harta (عصمة المال). Jika komitmen ini sudah tercapai, maka hak-hak non-Islam sama kedudukannya terhadap umat Islam itu sendiri, sebagaimana Imam Ali r.a mengatakan:
وعن سيدنا علي ــ قال: ” إنما قبلوا عقد الذمة لتكون أموالهم كأموالنا ودماؤهم كدمائنا)
Dari Ali r.a Rasulullah Saw bersabda: “Hanya saja mereka (orang-orang non-Islam) dapat diterima sebagai Ahlu Az-Dzimmah (orang non-Islam yang hidup damai dalam komunitas Islam yang mengadakan komitmen sebuah perjanjian), agar supaya (perlindungan) harta mereka, seperti (melindungi) harta kita sendiri, (perlindungan terhadap ) darah mereka (sama) seperti melindungi darah kita”.
Maksud hadis ini adalah hak dan tanggungjawab umat Islam dan masyarakat non-Islam dalam menjaga, memelihara, mengelola, dll terhadap sebuah negara itu adalah sama. Dari ucapat Imam Ali r.a sebagaimana tersebut di atas lahirlah kaidah yang begitu agung dikalangan ahli Fikih sudah sejak lama berkembang di dalam peradaban Islam, yang berbunyi:
” لهم مالنا وعليهم ما علينا “ (القاعدة العامة في ذلك مااتفقت عليه كلمة الفقهاء من قديم).
“Bagi mereka apa yang ada pada kita, dan atas mereka apa yang ada pada kita” artinya mereka bertanggung jawab terhadap (melindungi segala hak-hak) yang kita miliki, dan kitapun bertanggung jawab terhadap (melindungi segala hak-hak) yang mereka miliki.
Dari kaedah sebagaimana di atas, maka jabatan bagi orang-orang non-Islam didalam negara yang berasas Islam saja diperbolehkan oleh mayoritas ahli Fikih kontenporer, mereka (non-Islam) menduduki jabatan dari tingkat RT, DPR-RI, DPD, sampai gubernur, menteri, dan lain sebagainya. Hanya sedikit sekali keterbatasan non-Islam tidak dapat mengendalikan kekuasaan di negara yang berasaskan Islam seperti Presiden dan panglima perang, karena perkara ini menyangkut akan tujuan-tujuan Syari’ah yang bertujuan agar tidak terjadinya fitnah dan rusaknya kemaslahatan ummat. Pendapat ini disepakati oleh Syekh Muhammad Abduh, DR. Abdul Karim Zaidan, DR.Yusuf Qardhawi, DR.Muhammad Salim Al ‘Awa, teksnya sebagai berikut:
يري كثير من الفقهاء المعاصرين جواز تولي غير المسلمين الوظائف العامة في الدولة وتحمل أعبائها باستثناء بعض الوظائف القليلة جدًا التي يغلب عليها الصبغة الدينية كالإمامة ورئاسة الدولة وقيادة الجيوش، ومن هؤلاء الشيخ محمد عبده، والدكتور عبد الكريم زيدان، والدكتور يوسف القرضاوي، والدكتور محمد سليم العوا .
Syekh Qardhawi menjelaskan sebagai berikut:
واشتراك غير المسلمين المواطنين في دولة الإسلام في عضوية المجالس النيابية، من أجل المشاورة في بحث أمور الدولة وشؤونها العامة لتحقيق المصلحة العامة في المجالات السياسية والإدارية والاقتصادية وغيرها أمر مسموح به، ولا تحول دونه نصوص الشريعة ولامقاصدها العامة .
“Bergabungnya orang-orang non-Islam di dalam Negara Islam dalam ikut serta sebagai DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bertujuan untuk saling musyawarah untuk membahas dalam masalah pemerintahan yang bersifat umum untuk mewujudkan kemaslahatan umat dalam ruang lingkup politik, birokrasi, ekonomi, dll diperbolehkan, dan tidaklah ini bertentangan dengan nash Syari’ah maupun dari hermeneutic tujuan-tujuan agama itu sendiri”
Hak non-Islam dalam undang-undang Mesir (negara mayoritas Islam), sebagaimana disebutkan sebagai berikut:
وقد جاء في المادة (24) من الدستور الذي أعده المستشار على جريشة الإقرار بحق المواطنين السياسي (لكل فرد أن يمارس حقه السياسي على الوجه المبين بالقانون، ولا يسلبه أحد حقه بسبب عقيدته أو رأيه)
“Setiap warga negara dalam politik sama dimata hukum (undang-undang), tidak boleh dikurangi hak-hak mereka atas dasar akidah ataupun pandangannya”
Dari uraian sebagaimana di atas maka “Wajib” hukumnya bagi kita menjaga keutuhan bangsa”. Tentang kepemimpinan juga dapat dilihat maqalah KH.Ovied.R dengan judul, Ketaatan Pada pemimpin Yang Tidak Menaati Kampanyenya (Maqalah ini ditulis Kamis, 30 April 20115M/11 Rajab 1436H sebagai bahan untuk Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia Ke-V di Pondok Pesantren At Tawhidiyah Cikura Tegal Jawa Tengah Pada 7-10 Juni 2015M/19-22 Sya’ban 1436H), maqalah berikutnya “Hukum Memilih Pemimpin Non Islam Dalam Konteks Ke-Indonesiaan (16 November 2015M/3 Safar 1437H) dan maqalah berikutnya “Empat Pilar Harga Mati Nasionalis Dalam Gugatan ” (Jakarta Timur, Rabu 12 Sya’ban 1434H/12 Juni Juni 2013M. )
Wallahua’lam Bis-Shawab
Bahan Rujukan (المراجع)
١- بدائع الصنائع ، (٢) شرح السير الكبير ، (٣) السياسة الشرعية ، (٤) سيرة ابن هشام ، (٥) لأموال لأبي عبيد ، (٦) الأقباط والصعود السياسي للإخوان ، (٧) السياسة الشرعية د. إبراهيم عبد الرحيم ، (٨) في النظام السياسي للدولة الإسلامية ، (٩) الماوردي الأحكام السلطانية ، (١٠) غير المسلمين في المجتمع الإسلامي ، (١١) أحكام الذميين والمستأمنين 202 ، (١٢) فتاوى معاصرة ، (١٣) الإسلام وأوضاعنا السياسية ، (١٤) الملل والنحل ، (١٥) أصول الدعوة ، (١٦) إعلام الموقعين ، (١٧) الفقه الإسلامى فى طريق التجديد ، (١٨) منهاج الإسلام في الحكم ، (١٩) موسوعة الفقه الإسلامي المعاصر ، (٢٠) الأحكام السلطانية للماوردي ، (٢١) أحكام الذميين والمستأمنين صـ 69 وقد نسبه للدكتور محمد ضياء الدين الريس في النظريات السياسية ، (٢٢) تفسير الطبري ، (٢٣) تفسير المنار ، (٢٤) حقوق الإنسان للغزالي ، (٢٥) غير المسلمين في المجتمع الإسلامى صـ 5. د. يوسف القرضاوي، مكتبة وهبة، الطبعة الرابعة 1425هـ ــ 2005م. ،(٢٦) نهج البلاغة صـ 600، وهو مجموع ما اختاره الشريف الرضى من كلام الإمام على بن أبى طالب، شرح الأستاذ الإمام محمد عبده، دار البلاغة، الطبعة الأولى 1405 هـ، 1985 م ،(٢٧) حقوق الإنسان للشيخ محمد الغزالي ، (٢٨) المعجم الوسيط ، (٢٩) القصاص بين المسلم والكافر .. دراسة فقهية مقارنة صـ 202 د. سيف رجب قزامل. بحث من العدد التاسع من حولية كلية الشريعة والدراسات الإسلامية جامعة قطر 1412هـ-1991م ، (٣٠) غــير المـسـلـمـين فى الفقه السياسى الإسلامى ، الدكتور/ فتحى أبو الورد ، مدير مكتب الاتحاد العالمى لعلماء المسلمين بالقاهرة، ١٣ يونيو ٢٠١٤ ، في أصول الفقه ، (٣١) تفسير الجلالين .
Penulis adalah KH. Ovied.R “Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Hp: 0813.824.972.35. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com”