Jakarta – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan sembilan temuan saat memeriksa keuangan penyelenggaraan haji. Sembilan temuan itu mendapat opini wajar dengan pengecualian. Hal ini disampaikan BPK dalam rapat konsultasi dengan Komisi VIII DPR RI menggelar di Gedung Nusantara II Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/09/2016). Rapat tersebut membahas kinerja Kementerian Agama (Kemenag) terkait penyelenggaraan ibadah haji.
Sembilan temuan yang disampaikan BPK meliputi:
1. Saldo aset tetap neraca per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 1.134.903.943.691 tidak dapat diyakini kewajarannya. 2. Saldo utang BPIH terkait sebesar Rp. 77.828.074.334.345 tidak dapat diyakini.
3. Perhitungan sisa dana operasional sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011, tidak mengakomodir risiko perubahan nilai tukar mata uang, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp. 63,07 miliar antara sisa kas riil dari personal haji tahun 2015 dengan jumlah yang disetorkan kepada DAU (Dana Alokasi Umum). Atas nilai tersebut belum ditetapkan status dan peruntukannya.
4. Kebijakan penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) belum mempertimbangkan prinsip keadilan bagi calon jemaah haji daftar tunggu. Sebagai contoh dengan menggunakan simulasi perhitungan menggunakan tingkat imbal deposito sebesar BI Rate, maka diketahui dari Rp. 3.735.970.884.175 nilai manfaat yang dapat dipergunakan untuk operasional haji 2015 hanya Rp. 1.388.212.981.111,11.
Sedangkan sisanya sebesar Rp. 2.347.757.903.063,89 berasal dari nilai manfaat setoran awal jemaah yang belum berangkat pada 2015.
5. Penyimpanan dan pencatatan pendapatan hasil gugatan terhadap perusahaan ANA Catering senilai SAR 27.000.000,00 ekuivalen Rp. 99.596.021.857,00 di giro setoran lunas tidak tepat. Atas penerimaan tersebut, seharusnya dicatat sebagai pendapatan lain-lain dari operasional haji tahun 2015 pada Subdit PAOH. Sehingga dapat diperhitungkan dalam penghitungan sisa dana operasional haji yang akan dilimpahkan ke DAU, karena dana tersebut merupakan sisa operasional dana haji tahun sebelumnya.
6. Penyusunan laporan keuangan pada Kanwil Kemenag Provinsi dan Kantor Kemenag Kabupaten/Kota serta laporan keuangan tingkat Eselon I Pusat belum sesuai dengan PMA nomor 23 tahun 2011.
7. Penggunaan deposito setoran awal Haji Khusus sebesar USD 133.308.116,16 untuk membiayai inderect cost tidak didukung dengan dengan sistem dan prodesur yang memadai.
8. Pembenaran biaya operasional pengelolaan Dana Abadi dan biaya sewa staff teknis Kantor Urusan Haji sebesar Rp. 1.873.526.884,00 pada pelaksanaan Anggaran Operasional Haji (PAOH) tahun 1436 Hijriah atau 2015 Masehi tidak tepat, dan seharusnya dibiayai menggunakan APBN.
9. Biaya pemondokan Jemaah Haji di Madinah melebihi pagu awal yang ditetapkan oleh DPR sebesar SAR 28.297.447,00 ekuivalen sebesar Rp. 94.450.652.647,66.
Menyikapi temuan BPK ini, Bendahara Umum Pengurus Besar Al Washliyah Raditya Perwira mengatakan tak heran dengan temuan itu. “Sebelumnya saya sudah menyampaikan bahwa sedikitnya ada tujuh kecederaan dalam pengelolaan keuangan haji. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah kami minta secara terbuka (melalui media masa) untuk periksa agar pengelolaan dana haji ini sesuai syariah,” katanya melalui pesan tertulisnya, Senin malam (26/09/2016).
Cidera pertama, saat melakukan setoran awal, calon jemaah haji membuka tabungan dengan saldo minimal 25 juta yang akan di debet saat melakukan setoran awal. Pendebetan tersebut belum secara jelas jenis akadnya, apakah jual beli, hutang, titipan atau apa.
Cidera kedua, Kemenag dapat menggunakan dana tersebut dengan membeli Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Pada fase ini, pelimpahan hak calon jemaah haji kepada Kemenag belum diakadkan. Apakah calon jemaah haji setuju atau tidak. Tentu ada keharusan skema akad dalam penerapan muamallah.
Cidera ketiga, jumlah kuota haji saat ini untuk reguler sebesar 155.200. Jumlah pendaftar haji yang waiting list kisaran 3 juta pendaftar. Jika dana haji dioptimalisasi dan ada hasilnya maka hasil ini digunakan untuk subsidi 155.200 pertahun (bergiliran). Lantas bagaimana dengan pendaftar haji yang mengantri di bawahnya. Apakah besar subsidi akan sama, dan apakah ada skema akad misalkan takaful atau saling tolong menolong dan disetujui oleh calon jemaah haji. Jika tidak maka akan ada disparitas dan kecemburuan.
Cidera keempat, dalam proses menunggu, calon jemaah haji tidak dapat menarik dananya. Kecuali Membatalkan atas kemauan sendiri atau wafat. Barulah dana dapat keluar. Lalu bagaimana zakat atas dana yang terpendam ini, padahal secara mutlak dana tersebut adalah kepunyaan calon jemaah haji. Belum lagi penurunan nilai uang. Tidak sama uang hari ini dengan tahun depan, walau secara jumlah sama besarnya. Artinya calon jemaah haji dalam kerugian dalam kajian nilai waktu uang (present value).
Cidera kelima, optimalisasi dana haji masih berorientasi pada bunga bukan ujrah. Seperti dana haji masih di depositokan, dan lainnya. Padahal pengelolaan dana haji memakai perbankan syariah.
Cidera keenam, pengelolaan dilakukan nirlaba namun pada implementasinya ada pembelian atau penempatan dana haji pada sukuk dan penyertaan modal pada salah satu bank syariah. Apakah sukuk dan penempatan dana untuk modal pada sebuah lembaga keuangan tidak tergolong dalam tindakan investasi.
Cidera ketujuh, hukum waris dan manfaat. Jika calon jemaah haji wafat maka tidak serta merta dapat digantikan oleh ahli waris walaupun ahli waris sudah memutuskan secara sah siapa yang akan menggantikan yang wafat itu. Pilihannya hanya satu yakni otomatis batal dan uang kembali.
Ini beberapa kecideraan pengelolaan dana setoran awal haji. Jika dikupas secara mikro maka akan banyak lagi cedera lainnya.
“Kami minta agar KPK menindaklanjuti hasil temuan BPK itu. Segera lakukan investigasi, ini dana umat, dana untuk ibadah. Kemarin pejabat tinggi masalah 100 juta saja diproses, ini trilyunan loh. Jangan sampai dana haji ternodai bahkan oleh bunga bank sekalipun. Dana haji inikan disetorkan pada bank syariah. Kalau namanya syariah ya harus sesuai tuntunan Islam. Kalau tidak ya lelang saja, bank mana yang bisa berikan imbal jasa (ujrah) tinggi maka bank itu yang akan menerima setoran haji. Jadi lebih adil dan transparan,” sindir Raditya.
(rilis/mrl)