MEDAN – Jelang dua bulan dari HUT Ormas Islam Al Jam’iyatul Washliyah, saya kembali diberi kesempatan mengunjungi tanah kelahiran organisasi itu. Meski telah beberapa kali menginjakan kaki di Kota Medan, Sumatera Utara tapi kunjungan kali ini agak berbeda. Kenapa berbeda? Karena kedatangan ke Medan ini terbilang lama dan benar-benar dimanfaatkan untuk Al Washliyah.
Bersama dengan rombongan PB Al Washliyah dari Jakarta, saya berangkat ke Medan dalam rangka menghadiri Tablig Akbar di Kota Tanjungbalai. Tablig Akbar itu digelar sebagai bentuk kontribusi Al Washliyah dalam menciptakan perdamaian di kota kerang. Acara yang diadakan pada Jumat (16/9) siang menampilkan Ketum PB Al Washliyah Dr. Yusnar Yusuf, MS dan dihadiri warga Al Washliyah sekitar.
Dua hari setelah acara itu, sebagian besar fungsionaris PB Al Washliyah kembali ke Jakarta kecuali saya. Saya masih sekitar seminggu kemudian kembali ke Jakarta. Kondisi ini benar-benar saya manfaatkan untuk berkeliling Kota Medan dan memfokuskan diri bersilaturahmi dan berkunjung ke tempat bersejarah bagi Al Washliyah.
Dengan ditemani seorang aktivis IPA Sumut Abdullah Fathoni, keliling Medan pun dimulai pada Senin (19/9). Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan. Maktab ini begitu bersejarah bagi Al Washliyah karena di sini dilahirkannya organisasi berlambang bulan sabit bintang lima.
MIT yang kini telah berubah nama menjadi Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah 1 itu terletak di jalan Hindu, Kesawan Kota Medan. Kami sampai di MIT selepas Dzuhur. Maktab tersebut berada di belakang Masjid Lama Gang Bengkok. Sebelum ke MIT, kami sempat melaksanakan sholat Dzuhur di masjid tersebut. Baru setelah itu kami mendatangi MIT.
Bila kita melihat MIT maka bisa dipastikan tidak ada perubahan yang berarti dari fisik bangunannya. Apa yang ditampilkan di buku 1/4 Abad Al Washliyah maka seperi itu kondisinya sekarang. Ciri khas dari MIT adalah tangga untuk naik ke lantai dua yang berada di depan bangunan membentuk segitiga. Tangga tersebut hingga kini masih ada dan dibuat permanen. Tokoh-tokoh Al Washliyah sering berfoto dengan latar belakang tangga tersebut.
Foto: Berlatar MIT yang telah menjadi Madrasah Al Washliyah 1, M. Razvi Lubis foto bersama pengelola madrasah tersebut ustadz Silmy Tanjung.
Setelah meminta izin kepada pengelola madrasah yaitu Ustadz Silmy Tanjung yang juga merupakan putra tokoh Al Washliyah Hubban Tanjung, kami masuk ke dalamnya. Di lantai dua itu sudah ada beberapa siswa dan seorang ustadzah sebagai guru pengajar. Di tingkat dua itu lantainya masih terbuat dari papan. Kami sempat masuk ke dalam lokalnya dan ruang guru. Semua ruangnya dipakai untuk kegiatan belajar mengaji. Seluruh bahan bangunannya terbuat dari kayu dan saya yakin masih orisinil.
Setelah beberapa saat melihat-lihat kondisi tempat bersejarah di lantai dua itu, saya lalu turun ke bawah. Lantai bawah itu tidak digunakan sebagai kelas. Ruangan bawah yang cukup luas dimanfaatkan untuk tempat barang-barang yang tidak digunakan atau berfungsi sebagai gudang.
Ditemani seorang siswa madrasah Al Washliyah 1 kami masuk ke dalamnya. Tidak digunakannya lantai dasar ini karena sering terendam ketika hujan lebat. Maklumlah, letak madrasah ini tidak jauh dari sungai Deli. Di lantai dasar ini pun tidak ada perubahan yang berarti. Bahkan pintu masuknya pun akan copot karena jarang dibuka.
Usai melihat lantai dasar, kami sempatkan melihat bagian samping dan belakang bangunan yang dulunya MIT itu. Bila kita perhatikan dari luar, nuansa melayu begitu melekat dari bangunan itu. Seluruh bagian atas dikelilingi dengan jendela yang terbuat dari kayu. Bangunan tua ini merupakan bagian dari sejarah berdirinya Al Washliyah. Usianya sudah pasti lebih dari 90 tahun.
Di madrasah tersebutlah para pendiri Al Washliyah yang sebagian besar pelajar menimba ilmu. Seorang pelajar bernama Abdurrahman Syihab memimpin group diskusi pelajar yang diberi nama Debating Club. Dari kelompok diskusi itu lalu tercetus untuk membuat sebuah perkumpulan yang lebih luas lagi.
Di sini dideklarasikan pertama kali lahirnya sebuah organisasi besar bernama Al Jam’iyatul Washliyah (Perkumpulan yang Menghubungkan). Di tempat ini para pendiri organisasi berembuk dan berdikusi sehingga bersepakat membentuk Al Washliyah pada 30 November 1930. Namun sayangnya bangunan bersejarah itu nampak tidak terurus. Lantai duanya masih dari papan, dan sebagian besar terbuat dari kayu dan kini sudah lapuk. []
Penulis M. Razvi Lubis, Redaktur www.kabarwashliyah.com sekaligus Sekretaris PB Al Washliyah Periode 2015-2020.