PENDIDIKAN merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dalam memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejak dulu, dunia pendidikan merupakan sarana bagi masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia agar dapat bersaing dan membuat perubahan menjadi lebih baik. Apalagi saat sekarang ini dan tentunya tahun-tahun mendatang yang penuh kompetisi tak terbatas pada satu, dua, tiga aspek. Peluang-peluang baru semakin terbuka dan inovasi dalam pendidikan niscaya mengikuti, suka atau tidak suka.
Selain sektor pendidikan formal, lembaga pendidikan bermunculan dalam memicu keterbutuhan untuk menjadikan diri menjadi lebih baik sesuai cita dan desakan persangingan yang semakin ketat.
Lembaga kursus pelatihan dan bimbingan belajar (bimbel) tak terbantahkan berpengaruh besar dalam terhadap pembagunan sumber daya manusia. Tak terkecuali bimbingan dan pelatihan manasik bagi calon jemaah haji dan umrah.
Pelatihan dan bimbingan bagi calon jemaah haji dan umrah selama ini dilakukan pemerintah, perseorangan maupun dengan membentuk kelompok bimbingan adalah dalam menjalankan mandat pelayanan, pembinaan, dan perlindungan.
Ketiga komponen mandat ini senantiasa disikapi dengan membangun hal-hal baru mengikuti keterbutuhan bagi calon jemaah haji dan umrah dengan pilihan-pilihan.
Saat ini bimbingan haji sendiri cenderung dilakukan secara periodik, kurang terstruktur, tanpa kluster calon jemaah haji dan umrah sesuai strata pendidikan dan kemampuan, dan kluster pembimbing.
Secara periodik, bimbingan dan pelatihan manasik haji hanya dilakukan dengan beberapa parameter. Pertama berstatus calon jemaah haji dan umrah, dan dilakukan menjelang keberangkatan.
Kurang terstrukur, masih menjalankan proses bimbingan manasik haji dengan pola temporer dan materi bimbingan mengeneralisasi semua jemaah haji dan umrah. Selain itu bimbingan masih minim menyentuh kepada calon (orang yang belum mendaftar).
Tanpa kluster, bimbingan dan pelatihan jemaah haji masih mengeneralisasi tanpa memperhatikan strata sosial, pendidikan dan kemampuan yang berpeluang pada kecilnya tingkat keberhasilan proses bimbingan itu sendiri.
Kluster pembimbing, belum mengkluster tenaga pembimbing dan penyelarasan dengan jemaah haji dan umrah yang dibimbing.
Menjawab tiga hal dimaksud menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk melakukan inovasi baru dalam sistem bimbingan dan pelatihan, baik waktu, materi, kluster jemaah haji dan umrah, kluster pembimbing. Kondisi riil ini semestinya dijawab dengan pembentukan Bimbingan Belajar (Bimbel) Manasik Haji Umrah, yakni Lembaga Kursus Manasik Haji Umrah Sepanjang Tahun, baik kepada jemaah haji umrah maupun calon.
Mengenai bimbel yang berkatagori sebagai pendidikan non formal ini dijelaskan dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan pada pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Ayat lima (5)menjelaskan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
UU 20/2003 tersebut selaras atau junctis dengan UU 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji pada bagian kedua yakni kewajiban pemerintah pada pasal 6 yang menjelaskan kewajiban pemerintah melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan. Pada bagian ketiga juga menjelaskan ada hak jemaah memperoleh bimbingan manasik. Lalu dimana peran masyarakat dan individu. Perannya dijelaskan dalam bab pembinaan pada pasal 30 bahwa dalam rangka pembinaan ibadah haji, masyarakat dapat memberikan bimbingan ibadah haji, baik dilakukan secara perseorangan maupun dengan membentuk kelompok.
Terbuka peluang membuka bimbel dengan membentuk Bimbel Manasik Haji Umrah, yakni Lembaga Kursus Manasik Haji Umrah Sepanjang Tahun. Tidak hanya pada calon jemaah haji dan umrah, juga kepada masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah (calon). Pembentukan bimbel ini dengan membuat peraturan bersama yang berisikan izin, materi, pola, biaya, kluster, dan waktu. Perturan bersama yang disepakati bersama antara Kementerian Agama,Kementerian Pendidikan Dasar dan menengah, dan jika memungkinkan juga dengan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Pembentukan lembaga ini nantinya sesuai dan tidak bertentanagan dengan regulasi yang ada. Karena pihak-pihak swasta penyelenggara pendidikan non formal tersebut perlu mendapatkan izin pendirian lembaga agar terlindungi oleh pemerintah. Pihak pemerintah lewat undang-undang mengatur hal tersebut pada UU 20/2003 yang dijelaskan pada pasal 62 ayat (1) setiap satuan pendidikan formal dan non formal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah.
Apakah nantinya Kelompok Bimbingan Manasik Haji (KBIH) akan bermigrasi menjadi lembaga bimbel manasik ini adalah merupakan pilihan. Hadirnya lembaga bimbel manasik ini tidak akan mengganggu esistensi KBIH, justru membuka peluang bagi KBIH untuk memberikan bimbingan manasik sepanjang tahun. Tentu, campur tangan pemerintah sangat penting dengan menguatkan dan melakukan perubahan pada masa bimbel sepanjang tahun, menstruturkannya dalam silabus modern, klusterisasi kelas bagi jemaah dan calon jemaah haji umrah sesuai strata pendidikan dan kemampuan, sosial, usia dll dan melakukan klusterisasi pembimbing.
Bagaimanapun juga, ada perbedaan cara memberikan bimbingan kepada orang yang tidak pandai membaca menulis, tak bisa berbahasa Indonesia, tingkat pendidikan formasl yang berbeda, jenis kelamin, disabilitas. Artinya kelas bimbingan tidak dapat dilakukan dengan mengeneralisasinya. Jika bimbingan dipaksakan dengan generalisasi maka akan ada disparitas yang berdampak kepada kecilnya capaian keberhasilan manasik haji dan umrah. Hingga kemandirian manasik menjadi impian tanpa kenyataan akan terjadi. Apalagi jika disinggung dengan bebas buta manasik, maka akan semakin jauh tercapai.
Ini pendapat dan kritik membangun. Tidak ada usaha melakukan marginalisasi atas peningkatan layanan yang sudah dilakukan saat ini. Bahwa usaha melakukan perubahan dan inovasi adalah keniscayaan untuk bersinergi dengan kondisi, fakta dan perkembangan zaman, dan siapapun dapat memberikan pemikirannya bersandar pada ilmu pengetahuan, bukan pendapat imaginer. Semoga bermanfaat.[]
*Affan Rangkuti, penulis adalah pegiat haji dan umrah, ekonom syariah dan salah satu pengurus besar ormas Islam Al Washliyah.