BerandaDunia islamPeran Keluarga dalam Pendidikan Anak Menurut Islam

Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak Menurut Islam

PENDIDIKAN merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk membentuk pribadi anak yang berkarakter dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Untuk itu peran keluarga dalam memberikan pendidikan kepada anak sangat urgen dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dewasa ini mengalami dekadensi moral.

Prof. Habib Mufti, dalam sebuah tulisannya dalam “The Islamic Journal”, memulai tulisannya yang berjudul Impact of Modern Civilization on Muslim Family, dengan kalimat : Above all, Islam paid prime importance to family structure as fundamental and the basic starting point for micro and macro level societal reforms. Prophet Muhammad peace be upon him initiated his grand scheme codes of behavior in his own family and immediate neighboorhood…”.
“Di atas semua itu, Islam menghormati sangat pentingnya struktur keluarga sebagai dasar dan landasan bagi dimulainya reformasi kemasyarakatan baik dalam tataran mikro maupun makro. Nabi Muhammad Saw. memulai rencana besarnya menyangkut aturan tingkah laku di dalam keluarganya sendiri dan tetangga dekatnya (lingkungan sekitarnya)…”

Islam memandang bahwa pentingnya peran keluarga dalam menentukan kepribadian anak, sebagaimana di dalam hadis Rasulullah saw. “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Sebagian ulama menafsirkan Fitrah yang dimaksud adalah potensi, baik itu akal (‘aql), hati (qalb) dan jiwa (nafs) yang dibentuk melalui pola asuh kedua orangtua sedini mungkin. Imam Al-Ghazali menilai peranan keluarga yang terpenting dalam fungsi didiknya, adalah sebagai jalur pengembangan “naluri beragama secara mendasar” pada saat anak-anak usia balita sebagai fitrah mereka. Pembiasaan ibadah-ibadah ringan seperti membaca doa sebelum dan sesudah makan, membaca doa setiap melakukan aktifitas, menghormati orang yang lebih tua, bahkan mengajarkan anak kalimat-kalimat thoyyibah (laailaahaillallah) sejak anak mulai belajar berbicara.

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi seseorang, dan orang tua sebagai kuncinya. Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam pengembangan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana. Pendidikan dalam konteks ini mempunyai arti pembudayaan, yaitu proses sosialisasi dan inkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengantar anak agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak luhur, tangguh, mandiri, kreatif, inovatif, beretos kerja, setia kawan dan lain sebagainya.

Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam ajaran Islam, fungsi dan peranan keluarga dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut:

1. Yang Memberikan Keyakinan Agama
Sebagaimana Alquran telah mengisahkan tentang Nabi-nabi dan orang-orang sholeh mengenai keyakinan terhadap Tuhan, seperti Nabi Ibrahim kepada anaknya Ismail, Lukman kepada anaknya, bahwa mengajarkan tauhid kepada anak mutlak dilakukan oleh kedua orangtua, agar anak mampu meyakini adanya Tuhan yang wajib disembah, sehingga enggan melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Dengan demikian peran orangtua diharapkan mampu menjadi teladan dalam beribadah kepada Allah swt.

2. Yang Menanamkan Nilai-Nilai Moral dan Budaya
Beberapa hadis Nabi saw. yang menjelaskan mengenai hal ini adalah:
a. memberikan nama yang baik (an yuhsina ismahu)
b. memberikan makanan yang halal (an yuth’imahu bihalalin)
c. mengajari membaca Alquran (an yuallimahu alkitab)
d. melatih sopan santun (an yua’ddabahu ta’diban hasanan)
e. mencintai Nabi Muhammad saw. (hubbun nabiyyi)

Penanaman budaya dan tatakrama kepada anak sudah berabad-abad lalu telah di jelaskan di dalam Alquran, seperti nasihat Luqman kepada anaknya untuk tidak berkata “ah” kepada kedua orangtua, untuk berbuat baik kepada kedua orangtua. Selain itu Alquran juga melarang agar tidak saling mengolok-olok, melarang agar tidak berlaku sombong, agar tidak berlaku curang dan mengajarkan untuk saling tolong menolong.

3. Yang Memberikan Teladan
Dalam hal ini orangtua harus memulai segala kebaikan mulai dari diri sendiri (ibda’ binafsih), dalam penerapannya harus melalui pendekatan, melalui (moral knowing), memberi tahu kepada anak mengenai kebaikan, melalui (moral action) memberi tahu kepada anak cara melakukan kebaikan, dan melalui (moral feeling) memberi tahu kepada anak manfaat yang didapat setelah melakukan kebaikan. Pendekatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan sehingga diharapkan dapat menjadi kebiasaan (moral behaviour) bagi anak untuk selalu melakukan kebaikan.

4. Yang Memberikan Keterampilan Dasar
Memberikan keterampilan kepada anak, dalam sebuah hadis, Rasululullah saw. bersabda:
“Kewajiban orangtua terhadap anaknya itu antara lain harus mengajari menulis, renang dan memanah” (HR. Imam Baihaqi)

Dalam hadis yang lain, ditambah dengan mengajarkan anak berkuda. Keterampilan-keterampilan tersebut menjadi kebutuhan hidup pada zaman itu, sehingga peran keluarga dipandang perlu untuk membekali anak-anaknya.
Tidak jauh berbeda pada zaman sekarang ini, keluarga berperan menjadikan anak agar mampu berdikari (qadirun ‘ala kasbi), melatih kemampuan minat dan bakat yang dimiliki anak agar memiliki pekerjaan yang layak, mendidik anak agar tidak bergantung kepada orang lain terutama dalam hal untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

5. Yang Memberikan Perlindungan
Sebagaimana yang termaktub di dalam Alquran surah At-Tahrim ayat 6 “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka….”. Peran keluarga sebagai pemberi perlindungan terhadap anak, yakni:
a. melindungi akalnya dengan ilmu pengetahuan yang diperlukan dan disesuaikan dengan kebutuhan anak
b. melindungi hatinya dari segala penyakit hati, senantiasa mengingatkan anak untuk berdzikir kepada Allah swt. dimanapun dan kapanpun.
c. melindungi tubuhnya dari segala yang membahayakan, termasuk memberikan makanan dan minuman yang sehat, bergizi dan halal.

Suatu kenyataan yang sangat memperihatinkan adalah semakin berkurangnya perhatian orangtua terhadap keluarga dalam pendidikan dan pembinaan kualitas manusia. Hal ini terbukti dengan kecilnya usaha dan penelitian serta kajian dari kalangan ahli pendidikan sendiri, sehingga kita semua mengalami kemandekan metodologi pendidikan dalam pranata keluarga, sehingga peranan keluarga sebagai pranata pendidikan terabaikan dan mempercayakan pembinaan kualitas manusia kepada sekolah atau lembaga-lembaga lain diluar keluarga. Padahal kenyataan yang banyak kita hadapi memberikan bukti bahwa pada umumnya manusia-manusia yang berkualitas berasal dari lingkungan keluarga yang memberikan pendidikan dengan baik.

Pada tahun 1990, Muhammad Tholhah Hasan dan beberapa rekannya melakukan penelitian tentang “Menurunnya peran keluarga sebagai pranata pendidikan”. Ada tiga pertanyaan kunci yang diajukan kepada responden tentang sebab menurunnya peran keluarga sebagai pranata pendidikan tersebut, yaitu:
1. Apakah karena kurangnya kemauan dari pihak orangtua?
2. Apakah karena kurangnya kemampuan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya?
3. Apakah karena kurangnya kesempatan (waktu) untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya di tengah-tengah kehidupan keluarga?

Ternyata jawaban terbanyak mengemukakan karena “tidak mempunyai kesempatan/ waktu” untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Bagi masyarakat level bawah berdalih, bahwa waktunya habis untu dapat memenuhi “kebutuhan hidup”. Bagi level menengah mengatakan bahwa waktunya habis untuk memenuhi kegiatan sosial dan memperoleh “kesenangan hidup” yang lebih baik. Sedangkan yang ada pada level atas mengatakan bahwa waktunya habis untuk mengejar ambisi, karier dan kepuasan materi sebanyak mungkin, yang dipandang sebagai “prestasi hidup”. Tetapi apapun alasannya, pada kenyataanya berakibat sama, yakni mundurnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan langsung kepada anak-anaknya dan keluarga sebagai pranata pendidikan mengalami disfungsi (tidak dapat berperan).

Untuk itu, di era globalisasi saat sekarang ini dimana teknologi tak terlepas dari aktivitas sehari-hari yang dapat mempengaruhi perilaku anak ke arah negatif, terlebih lagi pengaruh teman sebaya, lingkungan masyarakat, tontonan televisi yang tidak mendidik, serta penyakit masyarakat lainnya, membuat peran orangtua harus lebih ekstra dalam memberikan pendidikan kepada anak agar terciptanya keluarga yang sejahtera dan masyarakat yang madani, yang mampu melahirkan generasi-generasi Islam yang berilmu dan beriman serta berakhlak mulia.

Oleh: Ummi Mawaddah, Bendahara Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Al Washliyah Kecamatan Medan Amplas.

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille