POLEMIK hukum kebiri diawali dari peristiwa kriminalitas pemerkosaan dan pembunuhan terhadap anak di bawah umur yang terus semakin menjamur di Indonesia. Kasus demi kasus yang terus kian menggurita, sadis, mengerikan dan biadab sebagai contoh seorang bayi wanita berusia dua tahun setengah di Jawa Barat diperkosa tetangganya lalu dibunuh, dan banyak lagi kasus serupa yang lebih ganas lagi.
Hukum pidana pembunuhan dan perkosaan yang selama ini diterapkan di Indonesia kelihatannya belum menyentuh rasa keadilan yang sesungguhnya. Sehingga masyarakat sudah jenuh, sebagai contoh seorang terpidana pemerkosaan disertai pembunuhan jika umur dewasa dihukum 15 tahun kurungan. Perakteknya di lapangan ketika sudah menjalani hukuman, tidak murni 15 tahun, karena undang-undang narapidana membolehkan mendapat remisi setiap tahunnya ditambah kong-kalikong antara terpidana dengan aparat akhirnya vonis 15 tahun penjara bisa berkurang menjadi 7 tahun bahkan penah terjadi pada masa orde baru vonis 15 tahun kurungan bisa dijalani hanya 1 tahun saja, bahkan 1 tahun itu masih bisa berkeliaran di luar penjara ketika malam hari.
Lantas polemik gunung es ini menggurita, masyarakat tidak terima undang-undang pidana kita yang diterapkan selama ini, begitu sangat tidak adil untuk menghukum bagi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan. Kasus Yuyun 12 tahun dari Bengkulu yang diperkosa 15 orang laki-laki dewasa dan dibawah umur, lalu dibunuh dan mayatnya dibuang dijurang hutan tak bertuan, menjadi titik awal akumulasi kemarahan masyarakat seluruh Indonesia yang meminta sang Presiden harus segera mengeluarkan Perppu hukuman tambahan bagi pelaku pemerkosa dan pembunuhan, diantaranya adalah hukuman mati dan kebiri.
Khusus tentang hukuman kebiri terjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Menurut DR.Saleh Daulay (anggota DPR-RI) dalam dialog di TVRI (Mei-2016) mengatakan : “IDI (Ikatan Dokter Indonesia) belum bisa menerima penerapan hukuman kebiri sebagai hukuman kepada pelaku pemerkosaan dan pembunuhan”, begitu juga anggota DPR-RI pusat tidak semuanya setuju dengan rancangan hukuman kebiri. Komnas Wanita dalam sesi dialog di Kompas-TV (26-5-2016) menolak hukuman kebiri diterapkan kepada pelaku pemerkosa dan pembunuhan. Mereka semua memiliki argumentasi yang dibangun dengan landasan hak asasi manusia.
Pertanyaannya? Apakah para pelaku pemerkosaan dan pembunuhan secara sadis yang sudah terang-terangan melanggar HAM harus mendapat perlakuan HAM juga terhadap mereka..? Apa makna keadilan negara demokrasi yang sesungguhnya.? Apa makna kebebasan negara demokrasi yang sesungguhnya? Apa makna hak asasi manusia, hukum dan undang-undang yang sesungguhnya di negara kita ini? Negara Indonesia dengan demokrasinya yang memiliki multi agama, suku, ras, etnik, bahasa, budaya, adat istiadat, dll. Kemanakah kiblat bangsa negara demokrasi kita ini?
Adakah negara memiliki agama..? Apa agama negara..? Sedangkan agama adalah puncak yang tertinggi dari keyakinan yang dianut oleh umat manusia dimanapun berada. Agama bagi negara demokrasi adalah undang-undang dan penegakan hukum yang adil, tegas dan bermartabat. Baik buruknya negara, akan dilihat, sejauhmana penerapan dan ketegasan hukum dan undang-undang yang dimiliki oleh negara tersebut. Lantas adakah agama negara tidak mampu memberikan rasa keadilan, rasa keamanan dan tidak mampu menterjemahkan hakikat akan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.
Harga diri bangsa ini jauh lebih rendah dan hina sudah dipertontonkan oleh kelompok-kelompok tertentu mengatasnamakan HAM dengan berbagai macam dalih dan argumentasinya untuk menolak hukaman kebiri yang akan diberikan kepada pelanggar HAM seperi pemerkosaan dan pembunuhan sadis yang selama ini telah menggurita di negara ini. Negara-negara maju yang tingkat ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi dan tekhnologinya sudah maju seperti Jerman, Amerika, dll tidak menganggap hukuman kebiri sebagai pelanggaran HAM. Lantas kenapa kita masih meragukannya..!
HUKUM KEBIRI MENURUT ISLAM
Tindakan kebiri baik secara permanen ataupun tidak permanen, hukum asalnya adalah “Haram”. Karena tindakan ini sama halnya mengubah ciptaan tuhan tanpa hak. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
لَعَنَهُ اللهُ وَقَالَ لأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادَكَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا {١١٨} وَلأُضِلَّنَّهُمْ وَلأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ اْلأَنْعَامِ وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبَينًا {١١٩} يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَايَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا {١٢٠} أُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلاَيَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا {١٢١} (النسآء [٤] : ١١٨-١٢١)
“Yang dila’nati Allah dan syaitan itu mengatakan: “Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. Mereka itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari dari padanya” (QS. Annisa’ [4] : 118-121)
Ayat di atas jelas yang menyebutkan (فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ ; mereka mengubah-ubah ciptaan Allah), maka tindakan mengkebiri termasuk mengubah ciptaan Allah tanpa hak. Namun hukuman kebiri boleh dilakukan kepada para pelaku tindak kriminal yang luar biasa seperti pemerkosa dan pembunuhan, dan yang sejenisnya. Bahkan didalam agama Islam bagi pelaku perampokan sadis, pemerkosa dan pembunuhan boleh diberi sangsi lebih dari tindakan pengkebirian yaitu seperti: dihukum mati, disalib, dipotong tangannya atau dipotong kakinya. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِى إِسْرَاءِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي اْلأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ {٣٢} إِنَّمَا جَزَاؤُا الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي اْلأَرْضِ فَسَادًا أَن يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْتُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنفَوْا مِنَ اْلأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيُُ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ {٣٣} (المآئدة [٥] : ٣٢-٣٣)
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan (membunuh, memperkosa, merampok dengan sadis) dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.(membunuh, memperkosa, merampok dengan sadis) Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan (membunuh, memperkosa, merampok dengan sadis) di muka bumi, hanyalah (sangsi bagi) mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (QS. Almaidah [5] : 32-33)
Makna ayat di atas, di dalam Tafsir Aljalalain disebutkan sangsi dunia bagi pelaku kriminal pemerkosaaan pembunuhan, teroris dan perampokan sadis seperti begal (قطع الطرق ; highway robbery, banditry, brigandage), bagi mereka boleh di salib, dipotong tangan kirinyanya, jika melakukan kriminal kembali maka dipotong kaki kanannya, jika melakukan kembali maka dipotong tangan kanannya, jika melakukan kembali maka dipotong kaki kirinya dan diusir dari negerinya, dan jika melakukan kembali boleh dihukum mati. Menurut Madzhab Imam Hanafi mereka boleh diperangi karena melakukan kejahatan sebagamana kejahatan di atas.
Jika mereka menyerahkan diri, maka mereka dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Namun jika mereka melawan dengan kekuatan maka aparat penegak hukum boleh memeranginya sampai mati. Jika mereka mati dalam perlawanan, maka mayatnya tidak boleh di solati. Menindak terhadap pelaku kriminal kejahatan (Qath’u-at Thuruq ; قطع الطرق), Bughat (Makar), Fanatik (‘Ashabiyah) menurut Madzhab Imam Hanafi sama sangsinya, sebagaimana tersebut di atas. (lihat tulisan KH.Ovied. R yang berjudul “Yang Berhak Mengeluarkan Hukum Jihad”)
KESIMPULAN
Maka hukuman kebiri tersebut jauh lebih ringan dibandingkan sanksi pada pelaku kriminal luar biasa, sebagaimana yang digambarkan oleh ayat Alqur’an di atas. Apalagi hukuman kebiri yang akan diberlakukan di Indonesia sifatnya tidak permanen. Untuk kemaslahatan umat dan bangsa yang lebih besar dan bermartabat, lantas kenapa kita masih meragukannya. Wallahua’lam Bis-Shawab.
KH. Ovied.R
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com