PERTANYAAN: Assalamu’alaikum Pak Kiai. Kami sudah lama dan sering mendengar shalat gerhana, namun saya secara peribadi tidak tau bagaimana tata cara melaksanakan shalat gerhana, baik gerhana Matahari atau Gerhana Bulan. Semoga Allah SWT memberikan keberkahan kepada Pak Kiai dan keluarga. Amin. Atas jawabannya terimakasih. Wassalamu’alaikum, dari Siti Nur Halimah – Jakarta Selatan
Jawaban : Gerhana
Gerhana Matahari secara bahasa disebut dengan Alkusuf As-Syams (الكسوف الشمس ; eclipse, solar eclipse; occultation), sedangkan Gerhana Bulan disebut Alkhusuf Alqamar (الخسوف القمر : eclipse, lunar eclipse; occultation). Kalimat Alkhusuf (Gerhana Bulan) terdapat di dalam Al Qur`an sebagaimana berikut,
وَخَسَفَ الْقَمَرُ {القيامة [٧٥] : ٨}
“dan apabila bulan telah hilang cahayanya”. (QS. Al Qiyamah [75] : 8)
Istilah Alkusuf (الكسوف) dan Alkhusuf (الخسوف) menurut Fikih memeliki pengertian yang sama, namun begitu populer dalam penulisan-penulisan dikalangan para ulama Fikih kedua penyebutan itu dipisah.
Hukum Shalat Gerhana
1.Madzhab Imam Hanafi dan Madzhab Imam Malik: Shalat Gerhana Matahari Sunnah Muakkaddah (سنة مؤكدة) yaitu sunnah yang dikuatkan. Sedangkan shalat Gerhana Bulan hukumnya hanya Sunnah saja (مندوبة). Menurut kedua Madzhab ini tidak sama shalat gerhana Matahari dan shalat gerhana Bulan. Khusus untuk shalat sunnah gerhana Bulan dilakukan sendiri (tanpa berjemaah) di rumah sebagaimana shalat sunnah biasanya. Sedangkan menurut Madzhab Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hanbal shalat gerhana Bulan sama dengan shalat gerhana Matahari, sunnah hukumnya dilaksanakan dengan berjemaah di Mesjid.
2.Sepakat para ulama Fikih shalat kedua gerhana (gerhana Bulan dan gerhana Matahari) hukumnya Sunnah yang dikuatkan (سنة مؤكدة). Sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَمِنْ ءَايَاتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لاَتَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلاَلِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ {فصلت [٤١] : ٣٧}
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah”. (QS. Fus-Shilat [41] : 37)
Ayat di atas memberi pengertian bahwa para ulama sepakat sangat dianjurkan shalat jika terjadi gerhana (Matahari dan Bulan). Begitu juga Rasulullah Saw menyebutkan sebagai berikut,
قال صلى الله عليه وسلم يوم مات إبنه إبراهيم : “إن الشمس و القمر آيتان من آيات الله ، لا ينكسافان لموت أحد ولا لحياته ، فإذا رأيتم ذلك ، فصلوا وادعوا ، حتى ينكشف ما بكم” (رواه البخاري و مسلم و أحمد)
“Rasulullah Saw bersabda: ketika wafat anak beliau Ibrahim: Sesungguhnya Matahari dan Bulan keduanya merupakan diantara tanda-tanda kekuasan Allah Swt, bukanlah terjadinya gerhana (Matahari dan Bulan) sebab adanya kematian seseorang dan bukan pula karena kehidupannya, maka jika kamu melihat itu (gerhana Matahari dan gerhana Bulan), hendaklah kamu shalat dan berdo’alah (Kepada Allah Swt) sampai hilang gerhana tersebut dari kamu”. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
3.Disyari’atkan melaksanakan sholat gerhana bagi orang yang menetap ataupun dalam kondisi musafir baik laki-laki ataupun wanita yang sudah Mukallaf.
4.Disyari’atkan dalam pelaksanaan shalat gerhana tanpa adanya mengumandangkan Adzan (أذان) dan Qamat (إقامة). Disunnahkan pelaksanaannya dengan berjama’ah, dan sunnah hukumnya ketika akan melaksanakan shalat gerhanya menyeru dengan ucapan “As-Shalaatu Jaami’ah ; الصلاة جامعة”.
5.Boleh melaksanakan shalat gerhana (Matahari atau Bulan) dengan berjemaah atau sendirian (seorang saja). Membaca bacaan dalam shalat gerhana boleh dengan suara kuat (جهرا) atau pelan (سرا). Boleh dilaksanakan memakai Khutbah ataupun tidak. Disunnahkan sebelum shalat gerhana, mandi sunnah terlebih dahulu sebagaimana mandi shalat Jumat atau mandi shalat dua hari raya. Madzhab Imam Malik dan Madzhab Imam Syafi’i: Bagi Imam Shalat gerhana Matahari bacaannya disirkan (سرا). Sedangkan menurut Madzhab Ahmad bin Hanbal, shalat gerhana (Bulan dan Matahari) bacaan shalatnya dijaharkan (جهرا) yaitu disuara dikuatkan tidak ada perbedaan antara gerhana Bulan dan Matahari.
Dasar Hukum Tata Cara Shalat Gerhana
(١) عن إبن عباس رضي الله عنهما : صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم الكسوف فلم أسمع منه حرفا من القرءة (رواه أحمد و أبو يعلى و البيهقي و الطبراني و أبو نعيم)
“Dari Ibnu Abbas: “Aku shalat gerhana Matahari bersama Rasulullah Saw, aku tidak mendengar satu hurufpun dari apa yang di baca oleh Rasulullah Saw”. (HR. Ahmad, Abu Ya’la, Albaihaqi, At-Thabrani dan Abu Na’im)
(٢) عن سمرة رضي الله عنه فقال : صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في الكسوف ، لا يسمع له صاوتا (أخرجه أصحاب السنن الأربعة ، و قال الترمذي : “حديث حسن صحيح”
“Dari Samrah r.a: “Rasulullah Saw shalat gerhana Matahari bersama kami, tidak terdengar suara beliau (ketika membaca)”. (HR.Ash-Habussunan Al-Arba’ah, Berkata Imam Turmudzi: Hadits Hasan Shahih)
(٣) عن عائشة : إن النبي صلى الله عليه وسلم جهر في صلاة الخسوف بقراءته ، فصلى أربع ركعات في ركعتين ، و أربع سجدات (رواه البخاري و مسلم)
“Dari ‘Aisyah r.a berkata: “Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw membaca dengan kuat pada shalat gerhana Bulan, beliau shalat empat kali ruku’ dalam dua rakaat dan Ampat kali sujud”. (HR. Albukhari dan Muslim)
(٤) عن إبن عباس رضي الله عنهما قال : خسفت الشمس ، فصلى رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فقام قياما طويلا نحوا من سورة البقرة ، ثم ركع ركوعا طويلا ، ثم رفع فقام قياما طويلا ، وهو دون القيام الأول ، ثم ركع ركوعا طويلا ، وهو دون الركوع الأول ، ثم سجد ، ثم قام قياما طويلا ، وهو دون القيام الأول ، ثم ركع ركوعا طويلا ، وهو دون الركوع الأول ، ثم رفع فقام قياما طويلا ، وهو دون القيام الأول ، ثم ركوع ركوعا طويلا ، وهو دون الركوع الأول ، ثم سجد ، ثم إنصرف ، ورد تجلت الشمس ….إلخ (متفق عليه)
“Dari Ibnu ‘Abas r.a berkata: “ketika terjadi gerhana Matahari, Rasulullah Saw shalat, beliau berdiri lama sekali seperti membaca surah Albaqarah (seluruhnya), kemudian ruku’, ruku’ yang panjang, kemudian beliau berdiri lama, tidak seperti berdiri yang pertama, kemudian ruku’, ruku’ yang panjang (lama), tidak seperti ruku’ yang pertama, lalu sujud, kemudian bangkit berdiri lama, tidak seperti berdiri yang pertama, kemudian ruku’ lama (panjang), tidak seperti ruku’ yang pertama, kemudian beliau berdiri lama, tidak seperti berdiri yang pertama, kemudian ruku’, ruku’ yang panjang (lama), tidak seperti ruku’ yang pertama, lalu kemudian beliau berdiri lama, tidak seperti berdiri yang pertama, kemudian ruku’ lama (panjang), tidak seperti ruku’ yang pertama, lalu sujud, (setelah salam) beliau berpaling, sampai hilang gerhana Matahari”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Tata Cara Shalat Gerhana Menurut Madzhab Ahlussunnah Waljama’ah
Sebagaimana Hadis-Hadis di atas tentang pelaksanaan shalat gerhana (Matahari dan Bulan) yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dengan cara yang berbeda-beda, maka para ulama Mujatahid Ahlussunnah Waljama’ah yang Mu’tabarah menyimpulkan sebagai berikut:
A.Madzhab Imam Hanafi.
Shalat gerhana Matahari dilaksanakan dua (2) rakaat berjemaah di Mesjid, seperti shalat dua hari raya, shalat Jum’at atau shalat-shalat sunat lainnya. Dilaksanakan tanpa ada Khutbah, adzan dan Qamat (Iqamah) dan tidak perlu adanya ruku’ yang berulang-ulang setiap rakaatnya. Ruku’ dilakukan cukup sekali saja setiap rakaatnya dan dilakukan sujud dua kali setiap rakaatnya, jadi pelaksanaannya mirip persis seperti shalat sunnah biasa dua rakaat.
Sedangkan shalat gerhana Bulan dilaksanakan dua rakaat atau ampat (4) rakaat dilakukan sendiri-sendir (tidak berjemaah) yaitu seperti shalat sunnat biasa dua rakaat di rumah, dan bacaannya disirkan (سرا) tidak dikuatkan.
B.Madzhab Imam Malik.
Disunnahkan melaksanakan shalat Gerhana Bulan dua rakaat (dua kali ruku’) membaca dengan suara kuat (جهرا) seperti shalat sunnat biasa, namun dilakukan hanya dengan berdiri dan ruku’ saja (tanpa ada sujud). Madzhab Imam Malik dan Madzhab Imam Syafi’i: Bagi Imam shalat gerhana Matahari bacaannya di sirkan (سرا) yaitu tidak dikuatkan.
C.Madzhab Imam Syafi’I dan Madzhab Ahmad bin Hanbal (Hanabilah)
Shalat gerhana Matahari atau gerhana Bulan dilakukan dengan berjemaah dengan dua kali ruku’, dua kali berdiri, dua kali membaca (Alfatihah dan Ayat), dua kali sujud setiap rakaatnya. Bacaan dalam shalat dengan suara kuat (جهرا) tidak dengan suara pelan (سرا) sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,
لقوله عائشة : إن النبي صلى الله عليه وسلم جهر في صلاة الخسوف بقرائته ، فصلى أربع ركعات في ركعتين ، و أربع سجدات (متفق عليه)
Dari ‘Aisyah r.a. “Sesungguhnya Nabi Saw mebaca dengan kuat (جهرا) ketika melaksanakan shalat gerhana bulan, beliau shalat ampat kali rukau’ dalam dua rakaat dan ampat kali sujud (dalam dua rakaat)”. (HR. Bukhari Muslim).
Madzhab Imam Syafi’I mensunnahkan setelah shalat gerhana (Matahari atau Bulan) Imam mengadakan dua Khotbah sebagaimana dua Khotbah pada shalat dua hari raya atau shalat Jum’at, karena mengikut sunnah sebagaimana yang terdapat di dalam Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang bersumber dari ‘Aisyah r.a tentang pelaksanaan shalat gerhana. (Lihat dalam kitab Subulus-salam, Alfiqhul Islami Wa-adillatuhu, Bidayah Almujtahid, Mughni Almuhtaj, Fath Alqadir, dll)
D.Jumhur Ulama (Pendapat Mayoritas Para Ulama)
Shalat Gerhana Matahari 2 rakaat, ampat kali ruku’, ampat kali berdiri dan dua kali sujud. Caranya sebagai berikut,
a. Rakaat pertama (dua kali berdiri, dua kali ruku’), berdiri setelah niat dan takbir, membaca Alfatihah, kemudian Ayat. Lalu ruku membaca Tasbih, kemudia berdiri kembali membaca Alfatihan dan Ayat, lalu ruku’ kembali membaca tasbih, kemudia berdiri, lalu sujud membaca tasbih.
b.Rakaat ke dua (dua kali berdiri dua kali ruku’), caranya sama seperti rakaat pertama, setelah berdiri, membaca Alfatihah, kemudian Ayat. Lalu ruku membaca Tasbih, kemudia berdiri kembali membaca Alfatihan dan Ayat, lalu ruku’ kembali membaca tasbih, kemudia berdiri, lalu sujud membaca tasbih, kemudian Tasyahud akhir lalu salam.
Disunnahkan mebaca Ayat-ayat Surat Alqur’an yang panjang dan tasbih yang panjang ketika ruku’ dan sujud, sebagaimana Rasulullah Saw mengamalkannya sebagai berikut:
1.Albaqarah seluruhnya, yaitu pada waktu berdiri yang pertama, pada rakaat pertama.
2.200 Ayat (dari surah Ali-Imran) dibaca pada waktu berdiri yang ke dua, pada rakaat pertama..
3.150 Ayat (dari surah Annisa’) di baca pada waktu berdiri yang ke tiga pada rakaat yang ke dua.
4.dan 100 Ayat (dari surah Almaidah) di baca pada waktu berdiri yang ke ampat pada rakaat yang kedua.
Jika tidak bisa sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw sebagaimana di atas, boleh membaca Surat atau ayat apa saja yang mampu dibaca.
KESIMPULAN
Sepakat para ulama Fikih, hukumnya “Sunnah” shalat gerhana Matahari dilakukan dengan berjemaah di Mesjid, dengan mengumandangkan : “Asshalaatu Jaami’ah ; الصلاة جامعة”. Khusus shalat gerhana Matahari disunnahkan dilakukan berjemaah di mesjid, Sebagaimana Rasulullah Saw bersabbda di dalam Hadits Shahih,
عن عائشة رضي الله عنها قالت : خرج النبي صلى الله عليه وسلم إلى المسجد ، فقام و كبر ، وصف الناس وراءه (متفق عليه)
“Dari ‘Aisyah r.a berkata: “Keluar Nabi Saw ke Mesjid, kemudian beliau berdiri, dan bertakbir, dan orang-orang (para shahabat) membuat shaf di belakangnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun Madzahab Imam Syafi’I dan Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal boleh dilakukan shalat gerhana Matahari sendiri-sendiri (tidak berjemaah), sebagaimana shalat sunnah lainnya.
Meskipun pendapat para ulama di atas tentang tata cara shalat gerhana memiliki dalil-dalil yang kuat dan benar. Untuk lebih memudahkan kepada kita, dikarenakan masyarakat Indonesia sangat jarang melaksanakan shalat gerhana (Matahari dan Bulan), maka sebaiknya, lakukanlah shalat kedua gerhana (Matahari atau Bulan) memakai tata cara Madzhab Imam Hanafi untuk lebih memudahkan dan praktis, yaitu: “ Shalat gerhana Matahari dilaksanakan dua (2) rakaat berjemaah di Mesjid, seperti shalat dua hari raya, shalat Jum’at atau shalat-shalat sunat lainnya.
Dilaksanakan tanpa ada Khutbah, adzan dan Qamat (Iqamah) dan tidak perlu adanya ruku’ yang berulang-ulang setiap rakaatnya. Ruku’ dilakukan cukup sekali saja setiap rakaatnya dan dilakukan sujud dua kali setiap rakaatnya, jadi pelaksanaannya mirip persis seperti shalat sunnah biasa dua rakaat. Sedangkan shalat gerhana Bulan dilaksanakan dua rakaat atau ampat (4) rakaat sendiri-sendiri (tidak berjemaah) seperti shalat sunnat biasa dua rakaat di rumah.” Namun jika ada ulama yang membimbing, sebaiknya lakukanlah sebagaimana tata cara yang dilakukan oleh pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Dan sepakat para ulama Fikih hukumnya di “Sunnahkan” ketika terjadi gerhana Bulan atau gerhana Matahari memperbanyak melakukan zikir, berdoa, mengucapkan Istighfar, bersedekah, dan Taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan amalan apa saja sesuai dengan kemampuan yang ada. Amalan-amalan ini dilakukan setelah selesai melaksanakan shalat gerhana. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,
عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال صلى الله عليه وسلم : فإذا رأيتم ذلك فادعوا الله و كبروا و تصدقوا و صلوا (متفق عليه)
“Rasulullah Saw bersabda: “Maka apabila kamu telah melihat itu (gerhana Bulan atau gerhana Matahari), maka berdo’alah kepada Allah Swt, bertakbirlah, bersedekahlah dan shalatlah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahua’lam Bis-Shawab
KH. Ovied.R
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia]. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com