JAKARTA – Ormas Islam Al Jam`iyatul Washliyah (Al Washliyah) menolak keras pernikahan sejenis dan kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) tumbuh subur di permukaan bumi Indonesia, karena itu, bila kaum ini memaksa untuk minta pengakuan negara, maka otomatis akan berhadapan dengan massa Al Washliyah.
“Negara harus turun tangan menuntaskan keberadaan kaum LGBT ini. Jika dibiarkan akan menjadi virus yang merusak anak bangsa, apalagi mereka telah berani muncul ke permukaan,” kata Sekretaris Pengurus Besar Al Washliyah, Syamsir di Jakarta, menanggapi belakangan ini munculnya kaum LGBT ke publik dengan terang-terangan yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM).
Mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (Himmah) dan Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) ini mengingatkan umat beragama di Indonesia untuk mewaspadai gerakan kaum LGBT, selain ajaran agama melarang perkawinan sejenis, kaum ini juga dikhawatirkan membawa pesan merusak moral anak bangsa. “Jangan sampai Allah meng-azab kita sebagai umat manusia di negara Indonesia ini, karena melegalkan pernikahan sejenis dan membiarkan tumbuh suburnya kaum LGBT. Ingat kisah kaum Nabi Luth?, Nauzu billahi minzalik.”
Secara logika, kata Syamsir, perkawinan sejenis lebih bejad dari binatang. Seekor bintang pun tidak mau melakukan perkawinan sejenis. Coba perhatikan secara seksama terhadap makhluk ciptaan Allah. Apakah binatang itu mau kawin sejenis (betina dengan betina, atau jantan dengan jantan). Oleh karena itu, apabila ada manusia mau melakukan perkawinan sejenis, maka dia tentunya akan lebih parah dari seekor binatang. Sementara itu, pernikahan sejenis oleh manusia waras alias sehat, maka itu berarti telah melanggar UU Perkawinan RI.
Namun demikian, kata Syamsir, kaum LGBT tidak perlu dimusuhi atau dibumihanguskan, tapi harus dibina dengan keagamaan. Ulama, ustad dan ustazah serta kader Al Washliyah di mana pun berada, memiliki kewajiban melakukan pembinaan dan nilai-nilai keagamaan. Kemungkinan saja mereka lupa dan lalai terhadap ajaran agama Islam, sehingga pergaulannya tergelincir dari norma Islami.
Akan tetapi, jika kaum itu nekad, seakan menantang umat Islam Indonesia, maka Al Washliyah, akan tampil terdepan menggugat secara hukum negara. Ia mendesak pengurus Badan Bantuan Hukum PB Al Washliyah tetap waspada dan akan bertindak sesuai aturan hukum, sekaligus mencermati perkembangan yang ada.
KATA MENAG
Pada laman Kemenag, Senin, 6 Juli 2015, 07:00 wib, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyoroti adanya tuntutan sebagian masyarakat agar pernikahan sejenis bisa dilegalkan di Indonesia. Selain itu juga tuntutan agar kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bisa ditolelir kehidupannya secara lebih terbuka.
Tuntutan ini, menurut Menag, belakangan muncul seiring dengan adanya pengakuan perkawinan sejenis di beberapa negara Eropa. Bahkan, yang terbaru adalah di Amerika di mana Mahkamah Agung-nya melegalkan praktik itu di semua negara bagian. Atas nama HAM, perkawinan sesama jenis di beberapa negara Eropa dan Amerika menjadi sesuatu yang legal dan diakui negara.
Akan hal ini, dalam konteks Indonesia, fenomena ini dalam pandangan Menag, tidak hanya menjadi tantangan, tapi juga sekaligus tugas dan tanggung jawab bersama, karena pada dasarnya mereka yang menghendaki perkawinan sejenis dan LGBT adalah umat manusia juga. “Menurut hemat saya, akan lebih bijak kalau mereka-mereka itu tidak dijauhi, tapi justru kita rangkul, kita ayomi, lalu bangun dialog bersama untuk bagaimana kita mencari nilai-nilai kebajikan dari pemahaman-pemahaman kita yang boleh jadi belum sama,” tutur Menag saat memberikan sambutan pada kesempatan buka puasa bersama dengan pimpinan ormas Islam, Jakarta, Sabtu (04/07).
Sebelumnya pada laman yang sama, Senin, 13 Oktober 2014, 17:35 wib. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melantik dan mengukuhkan Pengurus Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawain (BP 4) Pusat, Masa Bhakti 2014-2019 di Auditarium Kemenag Lapangan Banteng, Senin (12/10).
Dalam kesempatan tersebut, Menag menyatakan bahwa Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) tidak dapat diterima. “Sesuai Pancasila, utamanya Sila Pertama, Negara hanya mengakui pernikahan yang dilakukan menurut hukum agama sebagai dasar pembentukan keluarga, untuk itu, Pemerintah berupaya memperkuat eksistensi lembaga perkawinan dan pelestarian nilai-nilai perkawinan sebagai hal yang suci dan terhormat, serta perlu ditingkatkan kualitas dan ketahanannya seiring dengan kemajuan masyarakat. Karenanya, maka isu kebebasan yang diusung oleh kalangan yang menamakan dirinya LGBT tidak dapat diterima dalam masyarakat Indonesia yang beragama.”
“Meski demikian, lanjut Menag, kita perlu memberi solusi atas problema penyimbangan perilaku yang timbul karena berbagai sebab tersebut. Kita tidak boleh memusuhi mereka yang mempunyai kelainan, kita harus merangkul mereka, tetapi bukan berarti, membenarkan sesuatu yang menyimpang dan menyalahi Sunnatullah,” tambahnya.
(*/rilis/esbeem)