JAKARTA – Pemerintahan Presiden Jokowi kembali mendapat kritikan dari ormas Islam, satu di antaranya datang dari Pengurus Besar Al Wasliyah yang menginginkan efek penyelenggaraan umroh hendaknya bisa menyentuh pengusaha kecil dan menengah (UKM).
“Di tengah-tengah krisis ekonomi saat ini, ternyata minat masyarakat untuk pergi umroh masih tinggi. Tiap tahun sedikitnya 700 ribu jemaah pergi umrah ke Tanah Suci,” kata H. Masyhuril Khamis, Sekretaris Jenderal PB Al Washliyah di Jakarta.
Menurut Khamis, ustad kondang ibukota Ini, pasar spesial yang menggiurkan pelaku-pelaku bisnis bukan hanya di Indonesia, akan tetapi juga negara lain, apalagi Arab Saudi, sebagai negara tujuan. “Kenapa ini tidak bisa digarap maksimal?,” kata Masyhuril Khamis.
Jumlah uang yang terakumulatif dalam penyelenggaraan umrah diasumsikan mencapai Rp14 triliun per musim, jika diasumsikan per orang ditarif sebesar Rp20 juta. Hampir dua kali lebih besar dari biaya operasional penyelenggaraan haji.
Penggunaan biaya umrah lebih banyak terdistribusi di sektor industri ekonomi luar negeri (penerbangan dan pemondokan). Sektor ini juga banyak menimbulkan persoalan. Belum lagi diboboti konsumtif jemaah umrah saat berada di sana. Perolehan pendapatan negara dalam perspektif pajak, industri pariwisata dan industri kreatif belum terjajaki dengan baik. Misalkan saja kebutuhan kain ihram dan sebagainya.
“Kita lebih banyak memakai kain ihram produksi China, Mesir, Turki. Ini tantangan bagi pengrajin kain nusantara. Tidak mungkin kita tidak dapat memproduksi kain ihram. Pesawat saja bisa kita buat,” kata dia lagi.
Saatnya, sambung dia, kehadiran umrah dapat memacu timbulnya kegiatan lain. Sehingga, dengan itu dapat mendukung program pengentasan kemiskinan, pemberdayaan Usaha kecil Menengah (UKM), program pintar dan sehat anak Indonesia.
“Sekalian mempromosikan jejak sejarah Islam Nusantara di dunia. Kita memiliki banyak artefak sejarah yang unik yang tak dimiliki negara lain, ini perlu di sosialisasikan ke seluruh dunia. Saat umrah, pemerintah memperkenalkan jejak sejarah nusantara. Dengan begitu, dari sudut pandang wisata, inikan bisa memperoleh pendapatan negara. Sudah saatnya pemerintah sebagai refresentatif rakyat, memikirkan pengusaha kecil. Jangan semuanya diserahkan kepada travel dan perbankan. Kalau itu dilakukan maka ceritanya jadi lain,” tutur Khamis kepada pers.
(rilis/esbeem)