Pertanyaan: Assalamu’alaikum Pak Kiai, Apa hukumnya jika kita memilih pemimpin non Islam seperti Gubernur, Walikota, Bupati, Camat, Lurah, RT/RW, dll dalam konteks ke-Indonesiaan. Karena kita di Indonesia adalah masyarakat yang majemuk dan heterogen. Alangkah tidak adilnya jika mayoritas yang beragama Islam saja yang harus memimpin negeri ini. Apalagi negara kitakan bukan negara Islam. Negara kita negara demokrasi yang dimerdekakan dan dibangun oleh masyarakat yang plural lintas agama, budaya, bahasa dan suku.
Wassalam
Munawar Khalil
Padang Pariaman
Sumatera Barat.
Jawaban:
HUKUM MEMILIH PEMIMPIN NON ISLAM DALAM KONTEKS KE-INDONESIAAN
Pemimpin Dalam konteks Ke-Indonesiaan dapat dirangkum sebagai berikut:
1.Kandungan pembukaan undang-undang dasar 1945 tidak membedakan adanya perbedaan suku, agama, bahasa, budaya, dll. Maka siapapun berhak menjadi pemimpin di Indonesia selagi mereka adalah berkewarganegaraan Indonesia. Petikan diantara kandungannya pebukaan UUD 1945 adalah : “… Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
2.Seluruh kandungan dan inplementasi dari undang-undang 1945 ditujukan untuk seluruh warga Negara Indonesia tidak membedakan suku, agama, budaya, bahasa, dll.
3.Umat Islam Indonesia jika dilihat dari persepektif yang terdapat didalam kandungan pembukaan undang-undang dasar 1945, maka umat Islam Indonesia mendapat perioritas utama dalam mengelola dan bertanggung jawab terhadap maju mundurnya NKRI, sebagaimana kandungannya yang berbunyi: “dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang maha esa,” Kalimat ini menunjukkan kekhususan kepada umat Islam Indonesia, karena hanya umat Islamlah yang memiliki keyakinan (Aqidah Tawhid) berdasar kepada ketuhanan yang maha Esa.
Lembaga pemerintahan NKRI yang sudah terbentuk berdasarkan UUD 1945 yang tidak membedakan agama, suku, budaya, bahasa, dll adalah diantaranya sebagai berikut:
A. Lembaga-lembaga dalam sisem ketatanegaraan menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah : Presiden, DPR, MPR, DPD, MA, MK, BPK, KY, KPU, kementerian Negara, dewan pertimbangan, TNI/POLRI, Bank sentral, pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten/kota, peradilan agama, peradilan umum, peradilan agama, peradilan meliter, dan peradilan TUN, badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
B. Lembaga-lembaga Negara yang memegang kekuasan menurut UUD 1945 adalah:
1.Presiden (memegang kekuasaan pemerintahan).
2.DPR (memegang kekuasaan membentuk UU).
3.MA dan MK (kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan).
Persepektif Islam Dalam Kepemimpinan
Kaidah dasar Menurut Alqur’an ciri dan sosok pemimpin dalam Islam sebagai berikut:
1.Wajib beragama Islam.
2.Memiliki niat, memuliakan dan menegakkan syari’at Islam.
3.Tidak menghianati atau menghina ajaran Islam (bukan tergolong orang munafik).
Kaidah dasar diatas dapat dilihat sebagaimana makna yang tertuang di dalam Alqur’an sebagai berikut:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ {51}
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Almaidah [5] : 51).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَتَّخِذُوا ءَابَآءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَآءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى اْلإِيمَانِ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ {23} قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ {24}
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. 24. Katakanlah: “jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik” (QS. Attaubah [9] : 23-24)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَآءَ وَاتَّقُوا اللهَ إِن كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ {57}
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”(QS. Almaidah [5] : 57).
Syarat Pemimpin Islam menurut Alqur’an
Ada delapan syarat pemimpin jika ingin dianugerahkan rahmat dari Allah SWT yang terdapat di dalam Alqur’an Suarat Attaubah atau Albara’ah nomor surat 9 ayat 71 yaitu sebagai berikut:
1.Laki-laki atau wanita yang beriman.
2.Mampu dan memiliki sifat dan jiwa kepemimpinan.
3.Menegakkan perkara yang ma’ruf.
4.Mampu mencegah perkara yang mungkar.
5.Mendirikan Shalat lima waktu dalam sehari semalam.
6.Menunaikan kewajiban membayar Zakat.
7.Ta’at patuh kepada Allah Swt.
8.Ta’at dan patuh kepada Rasulullah Muhammad Saw (Para ulama shaleh)
Syarat di atas termaktub sebagaimana Allah Swt berfirman sebagai berikut:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ {71}
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pemimpin (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Attaubah/Albara’ah [9] : 71)
Bolehnya Pemimpin non Islam
Bolehnya pemimpin non Islam di tengah-tengah mayoritas umat Islam dalam Konteks Ke-Indonesiaan. Syari’at Islam memberikan syarat sebagai berikut:
1.Karena sebab darurat yaitu jika orang Islam tidak ada lagi yang mampu menjadi seorang pemimpin yang adil, bijaksana dan tidak mampu membuat perubahan bagi umat secara bijak, benar dan baik.
2.Tidak menimbulkan fitnah yang dapat memecah belah umat dan keutuhan bangsa.
3.Menjalankan ketetapan undang-undang negara dengan adil dan jujur.
4.Tidak ada niat dan atau melakukan makar untuk menzhalimi atau menghianati umat Islam (bukan tergolong orang non Islam yang munafiq)
Dasar syarat-syarat di atas bolehnya pemimpin non Islam (bukan tergolong orang non Islam yang munafiq) mengacu kepada kandungan firman Allah Swt sebagai berikut:
إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدْتُم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ {4}
“kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa” (QS. Attaubah [9] : 4)
Pengertian Perjanjian (‘Ahdun; عَاهَدْتُم) sebagaimana ayat di atas dalam konteks ke-Indonesiaan yang kita kenal sekarang ini adalah: “Pembukaan UUD 45, UUD-1945, Lembaga-lembaga dalam sisem ketatanegaraan menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Lembaga-lembaga Negara yang memegang kekuasan menurut UUD 1945”.
عَسَى اللهُ أَن يَجْعَلَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ الَّذِينَ عَادَيْتُم مِّنْهمُ مَّوَدَّةً وَاللهُ قَدِيرٌ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ {7} لاَيَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ {8}
“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Almumtahanah [60] : 7-8)
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلاَتُخْسِرُوا الْمِيزَانَ {9}
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (QS. Arrahman [55] : 9) Para ulama dan ahli Tafsir menjelaskan ayat ini memerintahkan umat islam wajib berlaku adil atau menegakkan keadilan itu kepada siapa saja dan apapun agamanya.
Dari ayat –ayat Alqur’an di atas jika memenuhi syarat sebagaimana di atas maka pemimpin non Islam boleh menjadi pemimpin dinegara mayoritas umat Islam. Sebagaimana sejarahpun telah mencatat pada pemerintahan Khilafah Abbasiah (750M-1258M/ 132H-656H) diantara para gubernurnya ada yang beragama Yahudi dan Keristen. Baginda Rasulullah Saw pernah memberi amanah kepercayaan kepada tawanan non Islam ketika itu untuk mengajarkan pengetahuan kepada orang Islam. Seorang moderat ”African Socialism” Leopold Sedar Senghor (lahir 9 Oktober 1906 Joal Sinegal) beragama keristen pernah menjabat sebagai presiden Sinegal dari tahun 1960-1980 yang mayoritas warga negaranya adalah umat Islam Sunni. Negara Irak Sunni ketika dipimpin oleh Saddam Husein dan begitu juga Negara Mesir (Egypt) sebagai Negara yang berasaskan Islam pada masa pemerintahan Presiden Husni Mubarak ada dikalangan para pejabat menteri dan gubernur mereka beragama kristen.
Ancaman Orang Islam (pemimpin) Munafiq di dalam Alqur’an :
1.Tidak diterima ampunannya oleh Allah Swt terkecuali benar-benar sudah tobat dari kemunafikannya.
2.Tidak diterima sedekahnya walaupun niatnya ikhlas ataupun tidak ikhlash.
3.Orang munafik jika meninggal dunia jangan disolati dan jangan mendo’akannya.
Ancaman orang Islam yang munafik di atas terdapat didalam Alqur’an sebagaimana berikut:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ {79} اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْلاَتَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِن تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَن يَغْفِرَ اللهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ {80}
“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik” (QS. Attaubah [9] : 79-80)
قُلْ أَنفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَّن يُّتَقَبَّلَ مِنكُمْ إِنَّكُمْ كُنتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ {53}
“Katakanlah (kepada orang munafiq): “Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik” (QS. Attaubah [9] : 53)
وَلاَتُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلاَتَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ {84}
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafiq), dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik” (QS. Attaubah [9] : 84)
Kesimpulan
Menghindari pemimpin yang munafik baik yang beragama Islam atau orang munafik di kalangan non Islam karena sifat mereka akan dapat menghancurkan atau menzalimi dalam tujuan berbangsa dan bernegara. Sifat buruk orang munafik yang sangat berbahaya diantaranya adalah kelicikan, kecurangan dan mereka bermuka dua. Sebagaimana terdapat di dalam Alqur’an sebagai berikut:
كَيْفَ وَإِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لاَيَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلاًّ وَلاَذِمَّةً يُرْضُونَكُم بِأَفْوَاهِهِمْ وَتَأْبَى قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فَاسِقُونَ {8}
“Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan RasulNya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian)” (QS. Attaubah [9] : 8)
Maka carilah pemimpin yang mampu membawa bangsa Indonesia ini menjadi Negara yang dapat mengukir kemuliaan dalam tatanan agama dan peradabannya, politik, pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, tekhnologi, industrialisasi, dll.
Tentang kepemimpinan juga dapat dilihat tulisan KH.Ovied.R dengan judul “Ketaatan Pada Pemimpin Yang Tidak Menaati Kempanyenya” maqalah ini juga diterbitkan oleh MUI-Pusat tahun 2015 dalam kumpulan artikel sebagai bahan Ijtima’ Ulama di Tegal Cikura Jawa Tengan (Juni 2015M) dengan judul buku “Persepektif Ulama dalam Menjawab Persoalan Umat dan Bangsa”.
Wallahu A’lam.
• Jakarta Timur
Senin, 16 November 2015M/3 Safar 1436H
KH. Ovied.R
Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Hp: 0813.824.972.35. Email: dewanfatwa_alwashliyah@yahoo.com