INDONESIA memang bukan negara agama, bukan juga negara sekuler apalagi negara komunis. Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan manusia. Itulah mengapa Pancasila sebagai falsafah kehidupan bangsa merupakan harga mati. Ideologi kolektif, cita-cita bersama merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam oleh para pendahulu, kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat.
Banyak yang tidak menyenangi harmonisnya hubungan rakyat yang plural dan majemuk di negara ini. Bhineka Tunggal Ika, mengakar mengajarkan cara pandang bangsa ini dengan benar atas diri dan lingkungannya, bahwa plural dan majemuk itu harta dasar dan kekayaan Nusantara. Keharmonisan ini adalah kekuatan utuh yang sudah dibangun sejak dahulu. Saling menghargai, menghormati, cinta perdamaian dan keadilan.
Belakangan, bermunculan riak yang berusaha mengkoyak kondisi ini. Konflik antar suku ras dan agamapun terjadi. Semua agama pasti menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun, nilai-nilai ini mulai dikotori oleh tangan-tangan jahat mengatasnamakan agama. Keluhuran sifat agama, dicoba dicampuradukkan dengan sifat buasnya manusia, inilah mengapa agama hadir untuk menundukkan sifat kebuasan itu.
Peristiwa di Tolikara dan Singkil, bukanlah peristiwa baru. Jauh sebelumnya banyak peristiwa yang lebih besar, bahkan banyak menimbukan korban jiwa harta benda yang tidak bisa dinilai dengan angka kerugian yang ditimbulkannya. Inikah yang dimaui dalam ajaran agama. Jawabannya adalah tidak. Sekali lagi, agama manapun tidak pernah mengajarkan untuk berbuat di luar nilai-nilai batas kemanusiaan.
Peristiwa demi peristiwa terjadi, bahkan sampai ada usulan untuk merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri (Menag dan Mendagri) Nomor 8 dan 9 tahun 2006 terkait pendirian rumah ibadah. Seolah masalah pendirian rumah ibadah adalah sumber dari konflik yang terjadi.
Dalam kehidupan manusia dibutuhkan aturan-aturan yang wajib dijalankan. Aturan inilah yang menjadi garis batas untuk tidak melakukan tindakan diluar nilai kemanusiaan. Aturan ini bukan berbentuk peraturan pemerintah ataupun peraturan lebih rendah di bawahnya. Aturan itu harus dibuat dalam bentuk undang-undang, sebagai turunan dari konstitusional tertinggi UUD 1945.
Undang-undang inilah yang akan mengatur secara rinci tentang hak dan kewajiban dalam berinteraksi, inilah hukum positif untuk santun, bijak dan bermartabat dalam menjaga lisan dan tindakan. Ada sanksi yang jelas bagi tangan-tangan kotor yang berani mengkoyak harmonisasi keagamaan di negeri ini. Tentu di dalamnya juga memandatkan bagaimana cara mengajarkan kembali, membangun fondasi lebih dalam lagi untuk mengkokohkan peradaban nilai-nilai kemanusian yang mulai terkikis.
Pastinya, preventif hal berpotensi konflik niscaya dilakukan. Bukan hanya adil dalam pendirian rumah ibadah, namun yang terpenting adalah adil dalam seluruh sendi aktivitas hidup manusia. Semisal keadilan dalam penempatan aparat, pejabat, lapangan pekerjaan, pembangunan, pengentasan kemiskinan, pelayanan kesehatan, hukum. Hal terkait itu hendaklah berlaku adil. Karena keadilan adalah jalan menuju ketenangan dalam hidup.
Penulis-Affan Rangkuti
Pengurus Lembaga Zakat Infak dan Shadaqah PB Al Washliyah