Drs. H. Ahmad Hamim Azizy, MA
HIJRAH menurut Etimologi (Bahasa) artinya: Pindah dari satu negeri ke negeri lain. Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah Al Mukarramah ke Madinah Al Munawwarah tercantum dalam Alquran (QS Al-Anfal (8): 30).
“Dan ingatlah, ketika engkau diperdayakan orang-orang kafir (dengan tiga rencana), memenjarakan, membunuh ataupun mengusir engkau. Mereka membuat tipu daya dan Allah pun membuat tipu daya. Namun, tipu daya Allah jualah yang sebenar-benarnya.”
Rencana tipu daya Orang-orang kafir yang diungkapkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk membunuh Nabi, maka Allah perintahkan agar Nabi berhijrah ke Madinah (dulu bernama Yatsrib) dalam satu pengepungan yang sangat berbahaya. Nabi keluar dari pengepungan (rumah) itu sembari membaca sepotong ayat (QS. Yasin (36):9).
“Dan kami Jadikan di hapan mereka tertutup dan di belakang merekapun tertutup. Kami selubungi mereka sehingga mereka tidak melihat sesuatu apapun.”
Para pengepungpun tertidur tidak sadarkan diri dan Nabipun keluar sambil menyiramkan segenggam tanah ke kepala para pengepung.
Sebelum menuju Madinah, Nabi bersembunyi di dalam gua Tsur (+7 Km dari Kota Makkah) untuk menghindari kejaran Kuffar Quraiys. Hal ini dinyatakan Allah dalam ayat (QS. At-Taubah (9): 40).
“Jikapun kamu tidak menolongnya, namun Allah pasti menolongnya. (Ingatlah) ketika orang-orang kafir mengusirnya ketika keduanya (Muhammad dan Abu Bakar) berada dalam gua, maka Muhammad berkata kepada sahabatnya: Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah SWT beserta kita. Maka Allah menurunkan ketentraman ke dalam hatinya.”
Menurut Ahli sejarah, peristiwa itu terjadi pada bulan Rabi’ul awwal tahun ke-13 kenabiannya. Setelah tiga hari Nabipun keluar dari dalam gua menuju Madinah. Sebelum berjalan Nabi tertegun sejenak sambil menatap Kota Makkah kota kelahirannya yang akan ia tinggalkan, sambil berkata,
“Demi Allah! Sesungguhnya engkau sebaik-baik bumi dan aku cintai bumi Allah (Makkah), aku menuju menuju bumi Allah yang lain, kalaulah tidak diperintahkan Allah keluar dari Makkah, niscaya aku tidak akan keluar.” (H. R. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi mensahihkan hadits tersebut).
Demikianlah hijrah pra Madinah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, yakni hijrah fisik yang juga pernah dilakukan oleh para Nabi sebelumnya.
Adapun hijrah pasca Madinah adalah hijrah hati nurani yang oleh para ulama disebut Hijratul Qalbiyah, mungkin orang tidak pindah secara fisik, kalaupun pindah fisik jaraknya tidak jauh tetapi yang penting adalah menyingkir dari arus agama atau faham atau aliran yang bertentangan dengan Islam.
HIJRAH ITU JIHAD
Hijrah tidak sekedar palarian untuk mencari keselamatan, baik fisik maupun non fisik. Tetapi, hijrah adalah jihad fi sabilillah. Sebab, hijrah adalah siasat dalam perjuangan dalam menghadapi musuh Islam. Terbukti, setelah kaum muslimin mempunyai kekuatan, mereka kembali ke Makkah untuk merebut kota itu dari tangan kaum kafir.
Pengarang “Shorter Encyclopedia of Islam” menyebut hijrah sebagai “The starting point of the Muhammadan”, yaitu sebagai titik awal dari masa (perluasan) Islam. Memang tidak salah kalau dikatakan bahwa dalam hijrah ada juga unsur mencari keselamatan. Akan tetapi ini tetap harus dilakukan sebab Allah berfirman (QS. Al-Baqarah (2): 195).
“Janganlah engkau lemparkan dirimu kedalam kehancuran.”
Kedatang surah ini mendorong Umar untuk mengadakan musyawarah dan beliaupun mengumpulkan sahabat. Sebahagian berpendapat mulailah dari kebangkitan Rasul, sebagian lain berpendapat mulailah dari hijrah Rasul. Lalu berkata Umar: Hijrah itulah yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil, peristiwa itu terjadi pada tahun ke-17 dari hijrah Rasul.
Hasil musyawarah Umar dengan sahabat tersebut berkesimpulan:
- Disepakati bahwa tahun terjadinya hijrah Rasul itu menjadi tahun pertama dari penanggalan tahun Islam. Karena hijrah itu telah membedakan yang haq dan yang bathil (kafir).
- Disepakati juga bulan Muharram dijadikan bulan pertama dalam tahun hijrah. Karena hijrah itu pada hakikatnya telah dimulai pada bulan Muharram. Saat itu telah terjadi kebulatan tekad dengan Bai’at antara Nabi dengan Orang-orang Anshar (penduduk asli Madinah ‘Yatsrib’) yang terjadi di Aqabah pada bulan dzulhijjah sesudah selesai ibadah haji untuk persiapan hijrah, sesudah peristiwa bai’at itu. Dan bulan Muharram adalah permulaan bulan terbit sesudah Dzulhijjah. Maka layaklah ia dijadikan tahun hijriyah.
- Ahli tafsir telah menguatkan pula akan isyarat firman Allah SWT (QS. At-Taubah (9): 108).
“Sesungguhnya itulah Masjid (Quba) yang dibangun atas dasar Taqwa. Semenjak hari ini”.
Perkataan ‘semenjak hari ini’ ialah semenjak Allah memuliakan Islam dengan hijrah dimana Nabi dapat beribadah dengan aman dan membangun Masjid.
KETAJAMAN PANDANGAN UMAR
Dengan keputusan musyawarah dan tawakkal kepada Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam surah At-Taubah 108 tersebut di atas, nampaklah bagaimana tajam dan jauhnya pandangan Umar di masa depan. Melahirkan suatu kepentingan agama, sebagaimana juga halnya agama-agama lain yang mempunyai tahun.
Memulai tahun dengan hijrah juga mempunyai makna yang mendalam kepada kaum muslimin. Karena mengingatkan umat kepada suatu perjuangan (jihad) yang maha besar dalam sejarah Islam. Peristiwa itulah dimulainya kemenangan dan kejayaan Islam. Lebih dari itu lagi, perkataan hijrah mempunyai arti yang luas yang dapat mendorong bagi kemajuan, terutama tiap-tiap datangnya tahun baru Islam.
Berbahagialah umat Islam yang mau memperhatikan unsur-unsur penggerak bagi agama Islam dan pemeluknya dan menjadikan unsur-unsur tersebut sebagai daya gerak dan pendorong bagi kepentingan Islam. Firman Allah SWT (QS. Al-Anfal (8): 74).
“Dan Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dan mereka yang menempatkan dan memberi pertolongan (terhadap saudaranya yang hijrah), merekalah orang mukmin yang sebenarnya dan merekalah yang mendapat keampunan dan rezeki yang melimpah ruah”.
“Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka, merekalah yang mempunyai derajat yang tinggi di sisi Allah SWT dan merekalah Orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taubah (9): 20).
Walaupun mengadakan tahun Hijriyah ini termasuk perkara bid’ah dengan pengertian “Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasul pada zamannya”, tetapi jelas bahwa hal itu suatu perbuatan yang baik yang membawa kemaslahatan Islam dan pemeluknya.
Penulis adalah Wakil Ketua Badan Hisab dan Rukyah PB Al Washliyah
terima kasih materinya ustad, sangat memberikan pencarahan http://abdurohmanafandi.com/memaknai-hijrah-dalam-arti-yang-luas/