PERTANYAAN: Assalamu’alaikum Pak Kiyai, Kami melihat berbagai Media Online tentang fatwa Pak Kiai yang mengangkat tentang “Ketaatan Pada Pemimpin Yang Tidak Menaati Kampanyenya” Artikel ini pernah disampaikan pada Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia Ke-V di Pondok Pesantren At Tawhidiyah Cikura Tegal Jawa Tengah tanggal 7-10 Juni 2015M/19-22 Sya’ban 1436H. Kami meminta sumber atau dasar pak Kiai tentang fatwa tersebut. Wassalam Dari Zuhairi Sholahuddin, Surabaya, Jawa Timur.
Jawaban:
Muqaddimah. Banyaknya calon pemimpin yang kita jumpai di tengah-tengah masyarakat, mereka melakukan berbagai cara dari yang halal sampai cara-cara yang haram asal dapat meraih cita-cita menjadi seorang pemimpin.
Konteks ke Indonesiaan pemimpin yang memikul amanah di pemerintahan (formal) melalui peroses pemilihan calon dari tingkat RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, Legislatif (DPR-D, DPR-RI, MPR), pejabat pemerintahan, menteri, Presiden, pemimpin perusahaan suwasta, dll. Pada hakikatnya pemimpin tidak terbatas pada pemimpin formal dalam pengeloaan sebuah negara atau pemimpin sebuah perusahaan. Semua aspek lapangan kehidupan yang meliputi lapangan sosial, budaya, politik, ekonomi, pendidikan, tekhnologi, dll memerlukan pemimpin yang mengatur, mengontrol atau menjaganya.
Didalam tulisan ini kita khususkan membahas tentang pemimpin negara atau pemerintahan. Untuk sebuah negara atau pemerintahan mayoritas ulama Islam (Ahlussunnah, Murji’ah, Syi’ah, Mu’tazilah, Khawarij) mewajibkan memilih seorang pemimpin (Imamah), hanya sebagian kecil diantara mereka yang tidak mewajibkannya .
Di dalam Alqur’an tidak diatur secara tegas tentang wajibnya memilih pemimpin, namun Alqur’an memerintahkan untuk memutuskan (ijtihad) atau melindungi kemaslahatan umat tidak boleh diputuskan secara sendiri-sendiri atau secara individu-individu.
Dengan demikian, Islam memerintahkan kita untuk menjaga kemaslahatan kehidupan (perkara dunia) dan perkarta agama harus ada orang yang memimpinnya (mengatur dan melindunginya). Para ulama mengambil dalil dari Alqur’an tentang wajibnya memelihara perintah Allah dan Rasul-Nya dan disinilah pentingnya memilih pemimpin sebagaimana Allah Swt berfirman,
(١) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ {الحجرات [٣٣] : ١}
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Alhujarat [49] : 1)
(٢) وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا {الأحزاب [٣٣] : ٣٦}
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata (QS. Alahdzab [33] : 36)
(٣) وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَايَشَآءُ وَيَخْتَارُ مَاكَانَ لَهُمُ الْخِيرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ {القصص [٢٨] : ٦٨}
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia) (QS. Alqashash [28] : 68)
Ayat-ayat di atas bukan menerangkan wajibnya memilih pemimpin. Para ulama menerangkan dari maksud ayat di atas tersebut adalah dalam berijtihad untuk menjaga, mengontrol syari’at Allah tidak dapat dilakukan secara peribadi atau perorangan. Dengan demikian maka diwajibkan untuk memilih Imam (pemimpin) sebagai kepala negara atau pemerintahan.
Makna lain dari pemimpin umat (negara) bisa disebut dengan kerajaan, sultan, presiden, perdana menteri, bahkan para ulama juga dapat disebut sebagai pemimpin umat. Sebagaimana Imam As-Syathibi menyebutkan sebagai berikut,
وقال الشاطبي : إنه (العلماء) قائم في الأمة مقام النبي صلى الله عليه وسلم للجملة أمور منها: الوراثة في العلم الشريعة بوجه عام ومنها إبلغها للناس و تعليمها للجاهل بها والإنذار بها كذلك منها بذل الوسع في إستنباط الأحكام في مواطن الإستنباط المعروفة .
“Berkata Imam Syathibi: Para ulama itu kedudukannya di tengah-tengah umat (adalah pemimpin) seperi Nabi Muhammad Saw yang mengatur segala urusan umat diantaranya mewariskan ilmu syari’at secara umum, menyampaikannya kepada manusia, mengajari orang-orang yang belum tau tentang syari’at dan ancaman bagi yang melanggarnya, begitu juga para ulama (pemimpin umat) itu berusaha dengan kesungguhan terus menerus untuk melahirkan Istinbath (kesimpulan) hukum dari sumber hukum Islam yang sudah dikenal”
Pengertian Imam (pemimpin )
Pengertian Imam (pemimpin) atau Khilafah menurut bahasa ,
(1)إمام (عند المسلمين): Imam (2) إمام : : قائد ، زعيم Leader, Chief (3) إمامة : Imamate; Leadership
(4)إمام : دليل ، معيار ، شيء يقتدى به : guide, reference, source; criterion, standart, yardstick, example, pattern, test; model
(5) الخلافة : تولى : توال : ولاء : ولاة : Succession, sequence, continuance
Pengertian Imam menurut Istilah Sebagaimana Syekh Aljurjani menyebutkan di dalam kitabnya At-Ta’rifat sebagai berikut,
الإمام : هو الذي له الرياسة العامة في الدين و الدنيا جميعا .
“Imam adalah ia sebagai pemimpin kepala (pemerintahan) secara umum dalam masalah agama dan dunia (yang meliputi) secara keseluruhan” (Aljurjani, kitab Atta’rifat)
Sedangkan pengertian Imamah menurut Syekh Albaidhawi adalah,
قول البيضاوي ” الإمامة عبارة عن خلافة شخص من الأشخاص للرسول عليه السلام في إقامة القوانين الشرعية و حفظ حوزة الملة ، على وجه يجب إتباع على كافة الأمة”.
Menurut Imam Baidhawi “Imamah adalah pengertian dari makna khilafah (sebagai pengganti) seseorang yang dipilih sebagai pengganti Rasulullah Saw untuk menegakkan undang-undang syari’at dan untuk memelihara (menjaga) kontrol agama, dari satu sisi maka wajib bagi seluruh umat untuk mengikuitinya ”
Pengertian Imam dan Pemimpin menurut kamus bahasa Indonesia adalah :
Imam [n] (1) pemimpin salat (pd salat yg dilakukan bersama-sama spt pd salat Jumat); (2) pemimpin; kepala (negeri dsb); (3) (di-pakai juga sbg gelar) pemimpin; penghulu: — Bonjol; — Mahdi; (4) Isl pemimpin mazhab: — Syafei; — Hambali; (5) Kat pastor yg mempersembahkan kurban misa atau memimpin upacara gereja; (6) padre.
Pemimpin : [n] (1) orang yg memimpin: ia ditunjuk menjadi ~ organisasi itu; (2) petunjuk; buku petunjuk (pedoman): buku ~ montir mobil.
1. Status Hukum Janji Pemimpin.
Perjanjian seorang pemimpin itu ada beberapa macam, diantaranya perjanjian yang dibuat oleh dirinya sendiri, perjanjian yang sudah diatur oleh lembaga itu sendiri, baik lembaga pemerintahan atau lembaga non pemerintahan. Perjanjian tersebut ada yang dilakukan atas nama Allah (sumpah) ataupun tidak. Namun tetap perjanjian tersebut sama ada diatas sumpah (atas nama Allah) ataupun tidak, perjanjian itu sudah merupakan sebuah amanah yang berhubungan kepada manusia atau kepada Tuhannya yang wajib ia harus jalankan dengan sebaik-baiknya.
Tujuan dari perjanjian itu agar seorang pemimpin yang sudah terpilih atau pemimpin yang telah diberi amanah dapat menjalankan tugasnya dengan benar dan baik yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan yang lebih baik dan lebih besar agar tercapai cita-cita mulia yang diinginkan.
Hakikat janji atau amanah yang dipikul oleh manusia wajib dilaksanakan. Bermula tanggung jawab amanah yang dipikulkan oleh Allah kepada manusia yang terdapat didalam Alqur’an sebagai berikut,
إِنَّا عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً {الأحزاب [٣٣] : ٧٢}
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. Alahdzab [33] : 72)
Setatus hukum perjanjian seorang pemimin menurut hukum Islam adalah “Wajib” dan seorang pemimpin wajib memenuhi janji-janjinya. Sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Alqur’an Allah Swt berfirman,
…. وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً {34} {الإسراء [١٧] : ٣٤}
“…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya (QS. Alisra’ [17] : 34)
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً أُوْلاَئِكَ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ وَلاَيَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَيُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ {ال عمران [٣٣] : ٧٧}
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih” (QS. Ali-Imran [3] : 77)
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَتَنقُضُوا اْلأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَاتَفْعَلُونَ {النحل [١٦] : ٩١}
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” (QS. Annahal [16] : 91)
Rasulullah Saw menyebutkan orang yang mengingkari janjinya adalah salah satu tanda ciri-ciri orang yang munafiq, sebagaimana sabda beliau,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : آية المنافق ثلاث : إذا حدث كذب ، وإذا وعد أخلف ، وإذا اؤتمن خان (متفق عليه)
“Rasulullah Saw bersabda: Tanda atau ciri-ciri orang yang munafik ada tiga: Apabila berkata dia bohong, apabila berjanji dia mengingkari, apabila dipercaya dia berkhianat ” (HR. Bukhari Muslim).
Dari ayat Alqur’an dan Hadis di atas menunjukkan bahwa siapa saja terutama seorang pemimpin jika telah diberi amanah, bersumpah atau membuat perjanjian, maka wajib hukumnya untuk menjalankannya dan haram hukumnya jika mengingkarinya. Terkecuali sebab-sebab uzur syar’i yang menyebabkan ia tidak mampu menjalankan akan amanah tersebut.
2. Hukum Mengingkari Janji.
Setatus mengingkari janji seorang pemimpin dalam pandangan syari’at Islam hukumnya adalah “Haram”. Sebagaimana Allah Swt berfirman didalam Alqur’an sebagai berikut:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ …. {المائدة [٥] : ١}
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu …. (QS. Almaidah [5] : 1)
وَلَقَدْ كَانُوا عَاهَدُوا اللهَ مِن قَبْلُ لاَيُوَلُّونَ اْلأَدْبَارَ وَكَانَ عَهْدُ اللهِ مَسْئُولاً {الأحزاب [٣٣] : ١٥}
“ Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: “Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)”. Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Alahdzab [33] : 15)
Rasulullah Saw sangat membenci kepada pemimpin yang mengingkari akan janjinya sebagaimana beliau bersabda,
أحب الخلق إلى الله إمام عادل ، أبغضهم إليه إمام جائر . رواه الترمذى و الطبراني عن أبي سعيد الخدري .
“Makhluk yang lebih dicintai Allah adalah Imam (pemimpin) yang adil, sedangkan mereka yang amat dibenci Allah adalah Imam (pemimpin) yang jahat” (HR. Atturmudzi dan At-Thabrani)
Siksaan di dunia bagi para pemimpin yang jahat (curang, mengingkari janji). Sebagaimana Allah Swt berfirman,
أَفَأَمِنَ الَّذِينَ مَكَرُوا السَّيِّئَاتِ أَن يَخْسِفَ اللهُ بِهِمُ اْلأَرْضَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ مِنْ حَيْثُ لاَيَشْعُرُونَ {٤٥} أَوْيَأْخُذَهُمْ فِي تَقَلُّبِهِمْ فَمَاهُمْ بِمُعْجِزِينَ {٤٦} أَوْيَأْخُذَهُمْ عَلَى تَخَوُّفٍ فَإِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ {٤٧} (النحل [١٦] : ٤٥-٤٧)
“Maka apakah orang-orang (pemimpin) yang membuat kecurangan (licik, mengingkari janji dengan sengaja) yang jahat itu, merasa aman (dari bencana) ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari, atau Allah mengazab mereka diwaktu mereka dalam perjalanan, maka sekali-kali mereka tidak dapat menolak (azab itu), atau Allah mengazab mereka dengan berangsur-angsur (sampai binasa). Maka sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (QS. Annahal [16] : 45-47)
Di dalam QS. Alkahfi ayat 28 Allah Swt menyebutkan wajib dan sabar taat kepada pemimpin yang shalih, lalu Allah sebutkan ayat berikutnya QS. Alkahfi 29 siksaat di Akhirat bagi pemimpin yang curang (orang-orang yang jahat dan zalim), licik dan tidak mau taat kepada pemimpin yang shalih atau ingkar terhadap ajaran agama sebagaimana ayat Alqur’an yang tertera di bawah ini,
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّآ أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَآءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَآءَتْ مُرْتَفَقًا {الكهف [١٨] : ٢٩}
“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek” (QS. Alkahfi [18] : 29)
Laknat dan siksa diakhirat bagi siapa saja yang mengikut atau memilih pemimpin yang tidak amanah (mengingkari janjinya) yang menyesatkan umatnya. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَالَيْتَنَآ أَطَعْنَا اللهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولاَ {٦٦} وَقَالُوا رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلاَ {٦٧} رَبَّنَآ ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا{الأحزاب [٣٣] : ٦٨}
“Pada hari (hari kiamat) ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”.Dan mereka berkata;:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar” (QS. Alahdzab [33] : 66-68)
3. Ketaatan Rakyat Terhadap Pemimpin Yang Ingkar Janji
a.Kewajiban Taat Kepada Pemimpin Yang Shalih dan Amanah
Pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin yang memiliki karakter kepemimpinan yang jujur, adail dan amanah memiliki etika akhlak yang mulia dan memiliki keimanan kepada Allah dan Rasulnya. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَتَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَتُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا {الكهف [١٨] : ٢٨}
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Alkahfi [18] : 28)
وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرُُ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً {النساء [٤] : ٨٣}
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (para ulama, pemimpin) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)” (QS. Annisa’ [4] : 83)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {النساء [٤] : ٥٩}
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “(QS. Annisa’ [4] : 59)
b. Ketaatan Rakyat Terhadap Pemimpin Yang Ingkar Janji
Lantas bagaimana jika seorang pemimpin mengingkari janjinya. Apakah kita wajib taat kepada mereka? Sebagian kalangan ulama Islam mengatakan tidak boleh mentaati pemimpin yang telah mengingkari janji apalagi pemimpin tersebut dikatagorikan fasiq, tercela atau zalim. Sebahagian para ulama seperti golongan Khawarij yang menyatakan tidak bolehnya taat kepada pemimpin yang fasiq, jahat atau zalim, meskipun yang diperintahkannya adalah perkara yang baik (ma’ruf). Sebagaimana golongan Khawarij menyatakan sebagai berikut,
“كان عاصيا وكل من رضي بإمامته كان عاصيا فهذه فرقة خوارج مرقوا من الدين وخرجوا من حد الإسلام ”
“Tergolong melakukan kemaksiatan, siapa saja yang redha kepada pemimpin yang maksiat (fasiq, zalim dan jahat), inilah yang diyakini kelompok Khawarij, (menurut jumhur ulama Islam) pemahaman ini sudah bertentagngan dengan agama dan pemahaman mereka ini telah keluar dari batasan-batasan yang disyari’atkan oleh Islam”.
Pendapat di atas menurut pemahaman Ahlussunnah dianggap pendapat yang menyimpang keluar dari keyakinan mayoritas ulama. Imam Thabari menjabarkan ada dua Hadis Rasulullah Saw tentang ketaatan kepada pemimpin Muslim meskipun pemimpin tersebut jahat dan zalim,
ويرد الطباري حدثين يؤكدان الآية وتفسيره لها :
١- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “من أطاعني فقد أطاع الله ، ومن أطاع أميري فقد أطاعني ، ومن عصاني فقد عصى الله ، ومن عصى أميري فقد عصاني”.
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa mentaatiku maka ia telah mentaati Allah, dan barangsiapa taat kepada Amirku (pemimpin umatku) maka sesungguhnya ia telah mentaatiku, dan barangsiapa maksiat (menentang)ku maka sesungguhnya ia telah menentang Allah, dan barangsiapa menentang amirku (pemimpin umatku) maka sesungguhnya ia telah menentang aku”
٢- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “سيليكم بعدي ولاة فيليكم البر ببره و الفاجر بفجوره ، فاسمعوا لهم و أطيعوا في كل ما وفق الحق وصلوا وراءهم ، فإن أحسنوا فلكم ولهم وإن أساؤوا فلكم و عليهم” . (روي هشام بن عروة عن أبي صالح عن أبي هريرة )
Rasulullah Saw bersabda : “Kamu akan menemukan setelah aku (kelak) seorang pemimpin yang melakukan kebaikan untukmu dengan kebaikannya, ia berlaku zalim dengan kezalimannya, maka kamu dengarkanlah mereka dan kamu taatilah (perintahnya) segala apa saja yang hak (yang tidak bertentangan dengan syari’at) dan shalatlah kamu dibelakang mereka, maka jika perbuatan mereka itu baik maka itu untuk kamu dan untuk mereka, dan jika mereka melakukan kejahatan, maka itu akan menimpamu dan merekalah yang akan memikulnya (yang bertanggung jawab)” (HR. Hisyam bin ‘Urwah dari Abi Shalih dan Abu Hurairah).
Imam Thabari menyimpulkan dari kedua Hadis di atas “Seorang Islam harus menerima dan mentaati pemimpin dalam kondisi suka ataupun tidak suka (dibenci) terkecuali jika pemimpin tersebut memerintahkan untuk berbuat maksiat, maka tidak wajib taat kepada mereka”. Khalifah Abu Bakar Shiddiq berujar,
وقال أبو بكر رضى الله عنه : “لا تسبوا السلطان”
“Janganlah kamu mencela Sulthan/pemimpin (Muslim)”.
Menurut pandangan Imam Syafi’I bolehnya taat terhadap pemimpin muslim yang fasiq dan fajir (zalim dan jahat) selagi mereka tidak memerintahkan perkara maksiat,
رأى الشافعى : ……. بل يرى أن الطاعة المتغلب وإن كان ظالما فاجرا واجبة وذلك تجنبا للفتن وهكذا يكون الخروج على هذا الإمام كفرا ، وإن مات الخارج عليه ، مات ميتة جاهلية
Imam Syafi’I mengatakan : …. Ketaatan kepada pemimpin (Muslim) yang menang (telah berkuasa) meskipun ia adalah orang yang zalim dan jahat hukumnya adalah “Wajib”, yang demikian itu untuk menghindari fitnah (yang lebih besar), dan jika mereka keluar (makar) dari pemimpin tersebut adalah kafir, jika ia mati maka tergolonglah ia mati dalam kondisi jahiliyah (seperti orang yang mati tidak beriman).
Sepakat pandangan para ulama Ahlussunnah Waljamaah wajibnya taat terhadap pemimpin muslim yang fasiq dan fajir (zalim dan jahat) selagi mereka tidak memerintahkan perkara maksiat. Disebutkan di dalam kitab As-Tsabit Wa-Almutahawwil Adonis sebagai berikut,
وقد أجمعوا جميعا أن الإمام المسلم الذى لا بدعة فية ، إذا صلى للقبلة فقد حل لك الصلا خلفه، وإن كان فسق وفجر ، و حرام عليك سبه .
“Mereka (Jumhur para ulama Ahlussunnah) semua sepakat bahwa pemimpin Islam itu tidak dipandang bid’ah (sesat) apabila pemimpin tersebut shalatnya masih menghadap kiblat, maka diperbolehkan mengikuti shalat dibelakangnya, meskipun pemimpin tersebut adalah fasiq dan fajir (jahat dan zalim). Dan diharamkan atasmu mencelanya”
Namun jika mereka pemimpin yang fasiq, zalim dan jahat tersebut memerintahkan kepada perbuatan maksiat, maka hukumnya “Haram” untuk mentaatinya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,
ويروى عن إبن عمر عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : “لا طاعة لمخلوق في معصية ” وهذا إجماع لا خلاف فيه ، إنه لا طاعة لأحد في معصية الله جل وعز .
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: Tiadak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan”.
Dari Hadis di atas Sudah menjadi Ijma’ para ulama dan tidak ada perbedaan disana bahwa tidak ada ketaatan kepada siapapun (pemimpin) jika diperintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah Ajja Wajalla.
Kesimpulan :
1.Pemimpin hukumnya “Wajib” menjalankan sumpah, amanah dan janji yang telah diamanahkan kepadanya. Terkecuali ada udzur Syar’I yang menyebabkan ia tidak dapat menjalankan amanah tersebut.
2.Pemimpin yang mengingkari janjinya hukumnya adalah “Haram”. Terkecuali ada udzur Syar’I yang menyebabkan ia tidak mampu menjalankan amanah tersebut.
3.Taat kepada pemimpin Muslim meskipun mengingkari janji kempanyenya (pemimpin fasiq, jahat dan zalim) selagi yang diperintahkannya perkara yang ma’ruf tidak bertentangan dengan agama, maka hukum mentaatinya adalah “Wajib”.
4.Sebagaimana Ayat Alqur’an di atas QS. Annahal [16] : 45-47, QS. Alkahfi [18] : 29 dan QS. Alahdzab [33] : 66-68,dll Azab di dunia bagi pemimpin yang khianat akan janjinya akan mendapat siksa (menderita penyakit fisik dan jiwa), laknat (jauh dari rahmat Allah) dan bencana mala petaka. Sedangkan di akhirat akan mendapat petaka azab yang sangat pedih jika tidak bertaubat.
5.Tidak wajib mentaati pemimpin non-Islam meskipun memiliki sifat amanah, jujur dan adil. Namun jika dapat mendatangkan fitnah dan mudhorat maka hukumnya wajib kita mentaatinya.
6.Memilih pemimpin yang tidak amanah (fasiq, jahat dan zalim) dengan sengaja sedangkan yang terbaik masih ada untuk dipilih maka hukumnya adalah “Haram”.
7. Kepada umat Islam diminta tidak memilih atau memberikan amanah kepada pemimpin yang tidak amanah atau yang mengingkari akan janji-janjinya ketika kempanye, meskipun mereka mengiming-imingi uang dan jabatan.
KH. Ovied.R
Wakil Ketua-I Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Hp: 0813.824.972.35.