MINA – Banyak orang yang bertepuk tangan tanda gembira ketika mendapat info bahwa kuota jemaah haji Indonesia ditambah 10 ribu orang pada tahun depan [2016].
Saya termasuk orang yang tidak menyambutnya dengan suka cita. Aneh berangkali jika dibandingkan dengan animo muslim Indonesia untuk menunaikan ibadah haji. Apalagi jika haji dijadikan sebagai variable kemakmuran ekonomi umat Islam Indonesia. Padahal para pemimpin di berbagai negara tidak memperhatikan secara cermat variable pengungkit atau variable leaverge.
Kejadian Almuaiasyim Mina Tahun 1998 mendorong managemen haji tertuju kepada pembangunan infrastruktur. Dibangunlah jalan tembus Almuasyim nenjadi dua jalur masuk dan keluar. Selanjutnya terjadi lagi peristiwa Mina yang tabrakan antarjemaah di Jamarot pada lantai dua, disebab jemaah tidak disiplin menggunakan tempat masuk dan keluar Jemaah. Tabrakan manusia terjadi di lantai dua terjatuh dan terinjak-injak oleh jemaah itu sendiri.
Sekarang ini, jemaah haji berjumlah 2 juta orang yang dimanej dengan infrastruktur yang cukup memadai dan modern. Ternyata tidak semua jemaah mampu memanfaatkan berbagai infrastruktur tersedia. Penggunaan rice cookre (pemasak nasi-red) di hotel saja belum cermat, sehingga kamar yang tertata dengan baik hangus terbakar ketika ditinggal oleh penghuninya sholat ke Masjidil Haram.
Karena tidak ada korban dan manajemen hotel mengganti kerugian jemaah hsjji Indonesia, maka kejadian itu dianggap selesai. istilah kita, diselesaikan secara adat.
Hari ini apa yang terjadi tengah malam tanggal 9 zulhijjah ketika semua jemaah mabit di Muzdalifah sambil mencari batu untuk melontar Jamarot, saya menyaksikannya puluhan ribu jemaah haji Indonesia istirahat di lapangan terbuka.
Satu pemandangan yang menakjubkan. namun pemandangan itu mendorong naluri bawah sadar saya. Apa yang terjadi apabila ada insiden yg sifatnya tiba tiba. Tumpukan ribuan jemaah itu di lokalisir dengan pakar kawat. Keluar masuknya menggunakan space lorong yang terbatas. Ternyata hayalan itu terjadi di jalur jalan menuju Jamarot.
Ratusan jamaah gugur di medan ibadah terinjak-injak oleh saudaranya sendiri. Alasan tingkat disiplin jemaah dijadikan suatu alasan.
Berkali kali terjadi peristiwa yang memilukan. Tetapi ia dijadikan iktibar bersifat temporer. Yang terpikir oleh pemimpin negeri Indonesia bagaimana usaha memperbanyak jumlah jemaah tanpa mengkaji secara rinci craying capaciti Meccah dan kawasan tumpuan ibadah haji yang tersedia.
Berbagai pengalaman semenjak tahun 1976 hingga hari ini. Sebagai anggota Amirulhajj Indonesia Tahun 2015, maka sebaiknya jumlah jemaah haji dunia termasuk Indonesia dikurangi dan disesuaikan dengan kapasitas ruang ibadah haji dan kesiapan infrastruktur yang disesuaikan oleh Khadamu Haramain.
Dr.H.Yusnar Yusuf