BerandaDunia islamSuara Al Washliyah Dalam Sidang Itsbat

Suara Al Washliyah Dalam Sidang Itsbat

Sidang itsbat menetapkan 1 Dzulhijjah 1436 H di kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jakarta pada hari Ahad lalu, tanggal 13 September 2015 bertepatan dengan tanggal 29 Dzulqa’dah 1436 H berlangsung lancar dan hidmat.

Sebelum sidang dimulai didahului dengan paparan tentang keadaan posisi hilal menjelang awal Dzulhijjah 1436 H oleh Anggota Tim Hisab Kementerian Agama Drs. H. Cecep Nurwendaya M. Pd. dari Planetarium yang berlangsung selama kurang lebih satu jam hingga masuk waktu maghrib.

Dalam paparan yang disampaikan dengan jelas dan cukup menarik perhatian para audiens berkesimpulan akhir: “Tidak ada referensi apapun bahwa hilal Dzulhijjah 1436 H tanggal 13 September 2015 dapat teramati dari wilayah Indonesia.“

Usai shalat maghrib, sidang itsbat dilangsungkan secara tertutup yang dipimpin oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Prof. Dr H. Machasin, MA.) mewakili Menteri Agama R.I. yang sedang bertugas sebagai amirul hajj di Arab Saudi.

Proses jalannya sidang isbat setelah dibuka oleh pimpinan sidang, kemudian mempersilakan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah ( DR. H. Muchtar Ali, M.Hum) untuk menyampaikan laporan hasil rukyat / observasi yang diselenggarakan pelaku rukyat pada tanggal 13 September 2015 dari berbagai pusat observasi di seluruh wilayah R.I. yang dikoordinir Kementerian Agama yang pada prinsipnya menyatakan bahwa pelaku rukyat tidak melihat hilal.
Kemudian pimpinan sidang mepersilakan pendapat peserta sidang dari pakar astronomi Prof Dr. H. Thomas Djamaluddin, M.Si, (Kepala LAPAN) dan DR. H. Moedji Raharto (Kepala Laboratorium Boscha ITB).

Selanjutnya pimpinan sidang mempersilakan kepada Ormas Islam untuk menyampaikan pendapat; maka tampil yang pertama kali adalah H. Arso mewakili dari PB Al-Jam`iyatul Washliyah yang pada pokoknya mengatakan: “Berdasarkan paparan tentang keadaan posisi hilal menjelang awal Dzulhijjah 1436 H yang baru saja telah kita dengar dan kita simak bersama, di mana ketika terbenam matahari pada setelah terjadinya ijtimak petang hari ini (Ahad tanggal 13 September 2015), ketinggian hilal sudah berada di atas ufuk mar’i, namun belum mencapai kriteria imkan rukyat yang telah kita sepakati (2 derajat), dan mengingat pelaksanaan rukyat di seluruh wilayah negeri kita Indonesia tidak berhadil melihat hilal, maka untuk menentukan jatuhnya 1 Dzulhijjah 1436H dengan menempuh metode istikmal atau menyempurnakan bilangan Dzulqa’dah 1436 H 30 hari.

Dengan demikian maka 1 Dzulhijjah 1436 H, jatuh pada hari Selasa tanggal 15 September 2015, dan untuk ‘Idul Adha (10 Dzulhijjah 1436 jatuh pada hari Kamis tanggal 24 September 2015 M“ ( Hal ini sesuai dengan pendapat yang tertulis tentang ”PANDANGAN TENTANG ‘IDUL ADHA 1436 H DALAM PERSFEKTIF FIQIH DAN ASTRONOMI (Mengkriti Potensi Perbedaan )” yang telah disampaikan kepada Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah Jakarta melalui E-mail Pembinaan Syari’ah).

Setelah pendapat dari PB Al-jam’iyatul Washliyah, seterusnya disusul dari Persis (Persatuan Islam ) yang diwakili oleh H.S. Kahfi Amien, Ketua PW. Persis DKI, yang pada intinya berpendapat “untuk menentukan jatuhnya 1 Dzulhijjah 1436 H, dengan jalan istikmal (menyempurnakan) Dzulqa’dah 1436 H 30 hari, karena ketinggian hilal pada akhir Dzulqa’dah 1436 H menjelang awal Dzulhijah 1436H belum mencapai kriteria imkan rukyat; sehingga 1 Dzulhijjah 1436 H jatuh pada hari SELASA tanggal 15 September 2015”

Giliran berikutnya saran dan pendapat dari PUI (Persatuan Umat Islam ) yang disampaikan oleh Drs. K.H. Sulhan MA., yang mengemukakan pendapat dan saran beliau adalah: “karena Masyarakat Islam di Indonesia pada tahun ini ada potensi perbedaan waktu atau hari dalam merayakan hari raya ‘Idul Adha 1436 H, maka agar Kementerian Agama melakukan imbauan kepada masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan dan ukhuwah Islamiyah saling menghormati serta menjaga ketenangan beribadah bagi masing-masing pihak yang berbeda.”

Setelah itu tidak ada lagi yang menyampaikan pendapat, oleh karena itu pimpinan sidang memandang cukup dan tidak perlu memberi kesempatan untuk menyampaikan saran dan Maka Pimpinan Sidang setelah mendengar pendapat dan saran sebagaimana tersebut diatas, kemudian mengambil kesimpulan “ tanggal 1 Dzulhijjah 1436 H, jatuh pada hari SELASA tanggal 15 September 2015 M,; dan setelah minta persetujuan kepada peserta sidang isbat, lalu menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1436 H jatuh pada hari SELASA tanggal 15 September 2015 diiringi dengan ketuk palu sebanyak 3 kali.

Sebelum sidang isbat ditutup, atas kebijakan pimpinan memberikan kesempatan kepada undangan perwakilan Negara sahabat yang hadir yang diwakili oleh salah seorang untuk menyampaikan kata sambutan.

Kemudian Sidang Isbat ditutup oleh pimpinan sidang dengan ucapan hamdalah. Dilanjutkan dengan pembacaan do’a oleh BKM Masjid Istiqlal Jakarta DR. KH Ahmad Mubarok.

Catatan penting kesan dalam sidang isbat 1 Dzulhijjah 1436H pada tanggal 13 September 2015.
1. Sidang isbat didahului dengan mendengarkan laporan hasil rukyat oleh pelaku rukyat di beberapa titik tempat rukyat/ observasi di wilayah Indonesia, hal ini menunjukan bahwa Pemerintah kita masih tetap menjalankan rukyat memenuhi tuntutan syar’i disamping metode hisab sebagai pendukung sejalan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 2 tahun 2004 tentang Penetapan awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang antara lain menyatakan pada poin pertama angka 1. “Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukakn berdasarkan metoda Rukyah da Hisab ole3h PemerintahRI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.”

Dan hal ini juga sejalan dengan hasil Keputusan Sidang Dewan Fatwa Nasional Al-Jam’iyatul Washliyah di Banda Aceh pada 28 s/d 31 Juli 2010.

2. Pimpinan Sidang Isbat yang memberikan Kesempatan pendapat dari Ormas Islam, ternyata mempersilakan kesempatan pertama (awal) adalah dari yang angkat tangan, H. ARSO dari Al Jam`iyatul Washliyah, kemudian disusul dari Persis (HS. Kahfi Amien)

selanjutnya dari PUI (Persatuan Umat Islam ) Bpk. Drs. K.H. Sulhan MA. Dan ketika itu tidak mempersilakan yang lain atau karena yang lain tidak ada yang angkat tangan untuk bicara, baik seperti dari NU. ataupun Muhammadiyah dan lainnya. Hal ini menunjukan setidak-tidaknya menghilangkan kesan selama ini jika ada potensi perbedaan baik awal Ramadhan,

Syawal maupun Dzulhijjah seolah olah membenturkan perbedaan antara Muhammadiyah dan NU  (Naddlatul Ulama). Padahal perbedaan itu disebabkan karena dalam metoda penetapan awal bulan Qamariyah, ada yang menggunakan metode hisab wujudul hilal yang dianut oleh Muhammadiyah, dengan yang mengunggunakan metode rukyah dan hisab atau imkan rukyat sebagaimana Fatwa MUI  No. 2 th. 2004.

3. Pengalaman perbedaan sudah semangkin dewasa untuk memahami sehingga tidak memunculkan perdebatan dalam forum persidangan, dan semoga masyarakatpun semangkin dewasa tidak menimbulkan arogansi merasa paling benar maupun gejolak ganggungan ukhuwah Islamiyah. Apalagi keputusan Pemerintah RI dalam ini telah sesuai dengan ketetapan pemerintah Arab Saudi akan ber ‘Idul Adha 1436 H pada tanggal 24 September 2015.

Demikian informasi ini disampaikan kepada Pengurus Besar dan Anggota/ Warga Al Jam`iyatul Washliyah. Semoga bermanfaat adanya! “NASHRUN MINALLAHI WA FATHUN QARIB

H. Arso, SH, M.Ag.

About Author

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments

KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
KakekHijrah「✔ ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ 」 pada Nonton Film Porno Tertolak Sholat dan Do’anya Selama 40 Hari
M. Najib Wafirur Rizqi pada Kemenag Terbitkan Al-Quran Braille