PEMERINTAH melalui Menteri Agama mengakomodir berbagai sistem Hisab yang eksis di tengah masyarakat untuk menghisab awal bulan Qamariyah pada setiap tahunnya. Lebih khusus dalam menentukan awal Ramadhan menghadapi untuk memulai ibadah puasa Ramadan, awal Syawal menghadapi Hari Raya Idul Fithri dan awal Dzulhijjah untuk menghadapi Idul Adha.
Dalam menentukan awal bulan yang terkait dengan kegiatan ibadah, adakalanya terjadi perbedaan yang sensitif dan dapat mengusik ukhuwah Islamiyah di tengah masyarakat. Terutama di kalangan masyarakat awam timbul keresahan dan bingung sehingga meletup pertanyaan emosional mengapa Islam tidak mau bersatu.
Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan menggunakan metoda atau sistem dan istimbat hukum dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah, terutama seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Khusus dalam menghadapi Idul Adha terjadi perbedaan antara Idul Adha di Indonesia dan Idul Adha di Arab Saudi. Di kalangan masyarakat Indonesia, juga terjadi Idul Adha dalam waktu yang tidak sama.
Fenomena tersebut telah diupayakan untuk mencari titik temu sehingga bisa bersamaan melakukan kegiatan ibadah bagi umat Islam baik dalam mengawali puasa Ramadan, Idul Fithri dan Idul Adha.
Pada tataran otoritas dan wilayah mungkin telah ada kesepakatan. Namun pada penentuan kriteria visibilitas hilal yang memungkinkan dapat terlihat masih jauh untuk dapat dicari titik temu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam menghadapi kondisi permasalahan tersebut telah mengeluarkan fatwa Nomor: Kep.276/MUI/VII/1981 tanggal 27 Juli 1981 pada kasus Ramadan 1407 H/ 1981. Kemudian pada tahun 2004 MUI mengeluarkan fatwa No. 2 tahun 2004 tanggal 24 Januari 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, namun belum memberikan solusi mengatasi perbedaan tersebut.
Menyongsong ‘Idul Adha 1436 H yang berpotensi terjadi perbedaan, kami tulis pendapat dari sisi kajian Fiqih dan astronomi sebagai sumbang saran/pendapat untuk jadi bahan pertimbangan dalam menetapkan 1 Dzulhijjah dan ‘ Idul Adha 1436 H.
1. Menelusuri Perbedaan waktu pelaksanaan ‘Idul Adha antara Arab Saudi dan Indonesia.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dan tercatat, ternyata telah terjadi perbedaan waktu pelaksaan ‘Idul Adha di Indonesia dan di Arab Saudi, yaitu terjadi 13 kali dalam kurun waktu 24 tahun, yaitu sejak tahun 1395 H s/d 1419 H atau sejak 1975 M s/d 1999 M; sebagaimana tabel dibawah ini
No. Idul Adha Th. Arab Saudi Indonesia
1. 1395 H Jumat, 12-12-1975 M Sabtu, 13-12-1975 M
2. 1386 H Rabu, 01-12-1976 M Kamis, 02-12-1976 M
3. 1397 H Ahad, 20-11-1977 M Senin, 21-11-1977 M
4. 1398 H Jumat, 10-11-1978 M Sabtu, 11-11-1978 M
5. 1402 H Senin, 27-09-1982 M Selasa, 28-09-1982 M
6. 1404 H Rabu, 05-09-1984 M Kamis, 06-09-1984 M
7. 1406 H Jumat, 15-08-1986 M Sabtu, 13-12-1975 M
8. 1407 H Selasa, 04-08-1987 M Rabu, 05-08-1987 M
9. 1410 H Senin, 02-07-1990 M Selasa, 03-07-1990 M
10. 1411 H Sabtu, 22-06-1991 M Ahad, 23-06-1991 M
11. 1413 H Senin, 31-05- 1993 M Selasa, 01-06-1993 M
12. 1417 H Kamis, 17- 04-1997 M Jum’at, 18-04-1997 M
13. 1419 H Sabtu, 27-03-1999 M Ahad, 28-03-1999 M
Demikian juga sejak 2000 hingga 2013 (1420 H hingga 1434 H) juga telah terjadi beberapa kali perbedaan jatuhnya Idul Adha di Arab Saudi dengan ‘Idul Adha di Indonesia. Perbedaan tersebut berawal dari saat penentuan awal Zulhijjah di Indonesia dan awal Zulhijjah di Arab Saudi, di mana perbedaan saat ghurub (terbenam) matahari pada ketika terjadinya ijtima’ di Indonesia berbeda 4 (empat) jam dengan saat ghurub di Makkah, yang berimplikasi posisi hilal di Indonesia belum dapat di tetapkan sebagai bulan baru (awal bulan) Zulhijjah sedangkan saat ghurub matahari di Makkah, posisi hilal di Makkah sudah dapat dinyatakan memasuki awal bulan Zulhijjah.
Terakhir pada tahun yang lalu yakni Idul Adha 1435 H/2014 M, berdasarkan data hisab sebagai berikut:
a. Ijtimak awal Zulhijjah 1435 H, terjadi pada hari Rabu tanggal 24 September 2014 pukul 13:13:38 WIB, (menurut hisab E.W.Brown) atau pukul 13:15:46 WIB (menurut Ephemeris).
b. Terbenam matahari di Pelabuhan Ratu pada tanggal 24 September 2014, pukul 17:50: 21.57 WIB. Ketinggian hilal pada saat terbenam matahari di Pelabuhan Ratu, sudah berada diatas ufuk mar’i 0 derajat, 37 menit, 54,42 detik, dengan umur hilal sejak terjadi ijtimak, 4 jam, 34 menit, 35 detik dengan sudut elongasi 2 derajat, 08 menit, (belum mencapai kriteria imkan rukyat), sehingga memperhitungkan tanggal 1 Zulhijjah 1435 H jatuh pada hari Jum’at 26 September 2014, dan Idul Adha 1435 H pada hari Ahad tanggal 5 Oktober 2014, (berdasarkan istikmal Dzulqa’dah 30 hari).
Dan ternyata menjadi salah satu pertimbangan sehingga hasil Keputusan Sidang Isbat hilal Zulhijjah 1435 H pada tanggal 24 September 2015, menetapkan 1 Dzulhijjah 1435 H jatuh pada hari Jum’at tanggal 26 September 2014, sehingga tanggal 10 Dzulhijjah (‘Idul Adha) tahun 1435 H bertepatan pada hari Ahad tanggal 5 Oktober 2014.
c. Pada saat terbenam matahari di Makkah pada tanggal 24 September 2014, ketinggian hilal berada di atas ufuk mar’i 1,01 derajat, Jarak Busur Bulan – matahari : 3,99 derjat, beda azimuth Bulan – Matahari : 3,84 derjat , umur hilal : 9 jam 1 menit, 48 detik.
d. Arab Saudi menetapkan 1 Dzulhijjah 1435 H jatuh pada hari Kamis 25 September 2014, dan Idul Adha 1435 H jatuh pada hari Jum’at 4 Oktober 2014.
e. Dengan demikian telah terjadi perbedaan ‘Idul Adha th. 1435 H antara Arab Saud yang menetapkan tgl 4 Oktober 2014 dengan Indnoesia yang menetapkan ‘Idul Adha th 1435 H pada tanggal 5 Oktober 2014, demikian juga di Wilayah Indonesia khususnya terjadi perbedaan antara penganut metode wujudu al-hilaldan bagi yang mengikuti keputusan Pemerintah RI cq. Menteri Agama Republik Indonseia.
Mencermati ‘Idul Adha tahun 1436 H, ada potensi perbedaan antara Indonesia dan Arab Saudi, maupun dikalangan internal antar masyarakat Islam di Indonesia sendiri.
2. Tentang Puasa Arafah dan 10 Dzulhijjah (Idul Adha) Dalam Persfektif Fiqih.
Jika kemungkinannya terjadi perbedaan Idul Adha antara Arab Saudi dan Indonesia, sebenarnya tidak menjadi masalah, karena sudah berpengalaman berkali-kali di negeri kita dan mengingat jauhnya jarak antara Arab Saudi dengan Indonesia, yang berpotensi perbedaan waktu sekitar 4 (empat) jam.
Sebagai mengulang kaji dalam kaitan ini, perlu kita melakukan tinjauan metodologis terhadap dasar yang digunakan menurut persfektif Fiqih atau syar’i, dalam menentukan jatuhnya 10 Dzulhijjah/Idul Adha 1436 H adalah dihitung dari jatuhnya awal Dzulhijjah. Penentuan awal bulan Qamariyah yang dihitung sejak terbenamnya matahari di suatu negeri dapat saja atau mungkin terjadi perbedaan dengan negeri lainnya. Luas suatu negeri atau wilayah pemberlakuan hukum ketetapan awal bulan Qamariyah lazim disebut dengan mathla’.
Perbedan mathla’ adalah suatu kenyataan yang dapat disaksikan oleh semua orang dengan tidak dipungkiri keberadaanya. Namun para ulama berbeda pendapat tentang apakah perbedaan mathla’ itu muktabar disisi syara’ dalam menetapkan awal bulan Qamariyah di masing-masing negeri/tempat atau tidak.
Pada tataran teoritis terdapat ikhtilaf ulama, menurut Imam Turmudzi perbedaan mathla’ senantiasa diindahkan dalam praktek para ahli ilmu:
ذهـب الجـمـهـور الى انـه لا عـبر ة با خـتـلا ف المـطـالع ….. و ذهـب عـكرمـة و الـقاسم بن محـمـد و سـا لم و اسـحـا ق و الـصـحـيح عنـد الا حنـاف و المخـتـار عـنـد الشـا فـعـية انـة يعـتبر لاهل كل بـلـد رؤ يتهم ولا يلـزمـهم رؤيـة غـير هم لمـا رواه كـريب….. رواه احـمــد و مـسـلم والتـرمذى و قـال الترمـذى حسن صحـيح غـريب و العـمـل على هـذاالحـد يث عنـد اهـل الـعـلـم ان لكل بـلـد رؤ يـتـهم
Menurut keterangan At Tirmidzi ini, sekalipun masih berbeda pendapat dalam kajian, para ulama tampaknya “sepakat” bahwa tiap-tiap daerah beramal berdasarkan rukyatnya masing-masing.
Perbedaan mathla’ lebih ditegaskan, di mana apabila di suatu daerah tidak dapat melihat hilal, sedangkan di daerah lainnya telah tsubut rukyah yakni melihat hilal, maka diberlakukan untuk daerah tersebut untuk melaksanakan puasa, sebagaimana Imam al-Mawardi mengatakan:
لا يلـز مـهم صـيـا مـه حـتى يـروه لان الـطـوالع والـغـروب قد تخـتـلف لا خـتـلاق الـبـلدان و كل قو م انـما خـو طـبـوا بـمـطـلعهم و مـغـر بهم الا تـرى ا ن الـفـجـر قـد يتـقـد م طـلو عـه فى بـلد ويـتـأ خـر فى ا خـر و كـذ لـك الـشـمـس …… ثـم كا ن الـصـا ئـم يـراعى طـلو ع الـفـجـر و غـروب الـشـمـس فى بلـده
artinya: “Mereka tidak wajib berpuasa sampai mereka melihatnya (hilal) karena terbit dan terbenam itu mungkin berbeda di negeri yang berlainan dan tiap-tiap kaum hanya di khitab sesuai dengan mathla’ dan maghribnya masing-masing. Terbitnya fajar selalu tidak sama disuatu negeri dan negeri lain dan matahari pun demikian pula…. Kemudian orang yang berpuasa haruslah mengindahkan terbit fajar dan terbenam matahari di negeri sendiri.”
Kemudian ditegaskan pula oleh Bakhit al Muthi’i, Mufti Mesir, tentang adanya keharusan mengindahkan mathla’ tiap-tiap tempat di mana berada dengan ungkapan:
المـدار فى الحـكم على اخـتـلا ف المـطا لع وهـو باخـتـلاف عـرض الـبـلد ين فلا مـد خل لبعـد المـسـا فة و قر بـها ولـذ لك ا تـفـقـوا على اعـتـبـا ر اخـتـلاف المـطا لع فى وجـو ب الحـج فاعـتبـروا مـطـلـع مـكـة و فى الا ضـحـيـة او جـبـوا على كل قـوم الاضـحـية فى يـو م الـنحـر و هـو الـعـا شـر مــن ذى الحـجــة على حـســب مـا يـرى الهـلا ل عـنـد هم
Artinya: yang menjadi patokan ialah perbedaan mathla’. Hal ini terkait dengan perbedaan lintang dan bujur, dan tidak menghubungkan dengan jauh atau dekatnya jarak kedua negeri tersebut. Itulah sebabnya mereka sepakat mengindahkan mathla tentang (waktu) wajibnya haji, untuk itu maka mereka mengindahkan mathla’ Makkah, sedangkan untuk udhiyah mereka mewajibkannya pada hari Nahar, yakni hari kesepuluh dari bulan Zulhijjah, terhitung sejak hilal tampak di tempat mereka masing-masing.”
Dari keterangan ini jelas, bahwa pengaitan waktu haji dengan mathla’ Makkah adalah karena ibadah dilaksanaknan di sana, sedangkan waktu udhiyah disesuaikan dengan penanggalan setempat yang didasarkan atas rukyahnya masing-masing. Dengan demikian puasa hari ‘Arafah (yaumu al ‘arafah) adalah tanggal 9 Zulhijjah yang dihitung sejak jatuhnya awal Zulhijjah di negeri setempat.
Dr. Wahbah Zuhailly, dalam Fiqhul Islami wa adillatuhu mengemukan pendapat 4 madzhab diseputar perbedaan mathla’, dan di sini dikutip pendapat Syafi’iyah, mereka berkata:
و امـا الـشـا فـعـية فـقـا لـوا : اذا ر ئ الهـلال ببـلـد لـزم حـكـمـه الـبـلـد الـقـر يـب لا البـعـيد , بحـسـب اخـتـلا ف المـطا لع فى الاصـح , واحـتـلا ف المـطـا لع لا يكـو ن فى اقـل مـن ار بـعـة و عـشـر ين فـر سـخـا
Maksudnya: “Dan kalangan Syafi’iyah berpendapat, apabila dilihat bulan di suatu negeri, wajib bagi negeri yang melihat dan yang berdekatan sekitarnya, tidak wajib puasa bagi negeri yang berbeda mathla’ menurut yang as-shah ( terkuat), berbeda mathla’ tidak dianggap pada jarak yang kurang dari 24 farsakh”.
(catatan: 1 parsakh = 5544 m , jadi 24 farsakh = 24 x 5544 m = 133, 56 km, sedangkan jarak qashar adalah 89 km)
Al- Zailani sesuai dengan pendapat Imam Abu Hanifah mengatakan:
و ا لا شــبــه ا ن يعــتـبر لا ن كـل قـو م مــخـا طـبـو ن بـما عـنـد هـم و انـفــصا ل الهــلا ل هــن شـعــا ء الـشــمـس يخـتـلـف با خـتــلا ف الا قــطـار كـما ا ن د خـو ل الـوقـت و خــرو جــه يخــتـلــف بـا خـتـلاف الا قــطـا ر
Maksudnya: “Muktabar perbedaan mathla’ itu lebih cocok, karena masing masing kaum dikhitabkan sesuai dengan apa yang berada di sisi mereka (ru’yah). Terpisah hilal dari sinar matahari waktunya berbeda disebabkan berbeda tempat observasi, sama halnya dengan berbeda masuk waktu dan berakhirnya waktu shalat disebabkan berbeda tempat”.
Maka cukup tegas, secara eksplisit menunjukkan bahwa ibadah yang berhubungan dengan ibadah haji yang pelaksanaannya hanya di Mekkah harus berpegang kepada matla` Mekkah, adapun seperti kurban, shalat hari raya adha harus perpegang kepada matla` masing-masing dan secara inplisit puasa ‘arafah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijjah, juga demikian.
Walaupun juga ada yang berpendapat, bahwa perbedaan mathla’ bagi pelaksanaan ibadah seperti waktu-waktu shalat, adalah berdasar pada mathla’ masing-masing di tempat, namun untuk pelaksanaan ibadah Haji adalah dengan menggunakan mathla’ Makkah yang berlaku bagi seluruh umat Islam baik yang jauh maupun yang dekat. Karena dengan kemajuan tehnik informasi dan komunikasi, memungkinkan dapat dilaksanakan secara serempak. Meskipun secara ilmiah dengan perbedaan jarak waktu 4 jam, agak sulit menyesuaikan. Sebagai contoh sholat Idul Adha di Makkah pada hari Rabu tanggal 23 September 2015 perkiraan kasar jam 7.00 pagi waktu Makkah, berarti di Indonesia sudah jam 11.00 siang, bagi penganut sistem imkan rukyat masih berpuasa Arafah.
Jikalau di Indonesia shalat Idul Adha dilaksanakan jam 7.00 pagi, berarti di Makkah masih jam 3.00 dini hari, maka di Indonesia shalat Idul Adha mendahului 4 jam sebelum masyarakat Makkah melaksanakan shalat Idul Adha. Sama dalam harinya, namun berbeda pada hitungan jam dengan selisih 4 jam. Keadaan inilah terjadi peristiwa dimana pada saat penganut imkan rukyah di Indonseia sedang atau masih berpuasa ‘Arafah, begitu pada saat itu mendengar informasi di Makkah takbiran dan shalat Idul Adha pada siang hari jam 11, muncul beberapa orang awam membatalkan puasanya, karena ada anjuran supaya membatalkan puasa karena haram puasa pada hari Raya Adha.
Tragedi ini yang menimbulkan keresahan dan kebingungan masyarakat awam. Oleh karena itu perlu saling memahami, sehingga masing-masing dapat menjalankan amalnya dengan keyakinan pemahamanya dan tidak saling mengusik atau mengganggu ukhuwah Islamiyah.
4. Tentang Idul Adha 1436 H dari kajian Astronomi.
Berdasarkan Kalender Hijriyah th. 1436 H Pengurus Besar Al-Jam’iyatul Washliyah, yang diterbitkan Pengurus Besar AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH, tercatat bahwa ijtimak awal Dzulhijjah 1436H terjadi pada hari Ahad Kliwon, tgl 13 September 2015 pukul 13 : 42: 30.25 WIB, sehingga pada saat terbenam matahari pada hari itu, tinggi hilal di sebagian wilayah RI masih di bawah ufuk mar’i dan sebagian wilayah lainnya sudah berada di atas ufuk mar’i, namun belum mencapai kriterai imkan rukyah dengan ketinggian minus – 0 derjat, 31 menit, 50 detik s/d 0 derjat, 40 menit, 5.65 detik (belum mencapai kriteria imkan rukyat 2 derjat di atas ufuk mar’i , maka tanggal 1 Zulhijjah 1436 H, jatuh pada hari Selasa Pahing tanggal 15 September 2015 M (dengan ikmal Zulqa’dah 30 hari). Dengan demikian ‘Idul Adha 1436 H jatuh pada hari Kamis, 24 Septembeer 2015. Dengan ketentuan resmi menunggu pengumuman dari Pemerintah cq. Menteri Agama RI.
Sedangkan bagi penganut metode wujudul hilal, menentukan tanggal 1 Zulhijjah 1436 H, jatuh pada Senin Legi tgl. 14 September 2015, dan menyatakan 10 Zulhijjah/Idul Adha jatuh pada hari Rabu tgl. 23 Septermber 2015.
Menurut perhitungan berdasarkan markaz Pelabuhan Ratu, ijtimak awal Zulhijjah 1436 H, terjadi pada hari Ahad Kliwon tanggal 13 September 2015 pukul 13: 41:08 WIB, dan terbenam matahari di Pelabuhan Ratu pada hari dan tanggal tersebut pukul 17:52:8.85 WIB. Ketinggian hilal pada saat terbenam matahari di Pelabuhan Ratu, sudah berada diatas ufuk mar’i 0 derajat, 13 menit, 16.24 detik dengan umur hilal sejak terjadi ijtimak, 4 jam, 11 menit, 51.77 detik dengan sudut elongasi 1 derajat, 17 menit, 49.35 detik (belum mencapai kriteria imkan rukyat), sehingga memperhitungkan tanggal 1 Zulhijjah 1436 jatuh pada hari Selasa Pahing Jum’at tgl 15 September 2015, dan Idul Adha 1436 pada hari Kamis Legi tanggal 24 September 2015.
Adapun tentang Idul Adha 1436 H di Arab Saudi, diperhitungkan ijtimak awal Zulhijjah 1436 terjadi pada hari Ahad tanggal 13 September pukul 09:41:08 (WAS = Waktu Arab Saudi). Ketika terbenam matahari di Arab Saudi pada hari terjadinya ijtimak, ketinggian hilal sudah berada diatas ufuk 1 derajat, 20 menit, 36.24 detik, umur hilal 7 jam, 45 menit, 36.67 detik, dengan beda azimuth matahari dan bulan 3 derjat, 11 menit 56.9 detik. Dengan demikian dimungkinkan 1 Zulhijjah 1436 H di Arab Saudi jatuh pada tanggal 14 September 2015 dan hari ‘Idul Adha 1436 H jatuh pada hari Rabu tanggal 23 September 2015.
Mengamati kegiatan ibadah haji di Makkah melalui situs wibsite, diperoleh jadwal perjalanan pelaksanaan haji dari Direktorat Pelayanan Perjalanan Haji yang mempedomani Kalender Umul Qura di Makkah, menjadwalkan pelaksanaan wuquf di Arafah hari Selasa tgl 22 Septembeer 2015, yang mengarahkan jatuh hari Idul Adha (10 Dzulhijjah 1435) di Arab Saudi pada hari Rabu tgl 23 September 2015.
Maka jelas ‘Idul Adha 1436 H akan terjadi perbedaan yang harus disikapi secara arif/ bijak yang tidak menimbulkan dampak negatif terganggunya ukhuwah Islamiyah dan kekhusyu’an beribdah.
Mencermati Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang menetapkan:
1. Penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
2. Seluruh Umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI. tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
3. Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, omas-ormas Islam dan Instansi terkait
4. Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI
Dengan demikian maka untuk menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1436 H, harus dilakukan rukyah di beberapa titik observasi di wilayah Indonesia pada saat setelah terbenam matahari pada hari terjadinya ijtimak, yakni hari Ahad Kliwon 13 September 2015 bertepatan tanggal 29 Dzulqa’adah 1436 H. Jika hilal awal Dzulhijjah 1436 H. dilaporkan oleh pelaksanaan rukyat setempat tidak berhasil di rukyah, maka karena ketinggian hilal belum mencapai kriteria imkan rukyat yang sudah menjadi kesepakatan (ketinggian hilal 2 derajat, sudut elongasi 3 derajat dan umur hilal 8 jam sejak terjadi ijtimak) dengan menempuh istikmal (menyempurnakan) bulan Dzulqa’ah 1436 H 30 hari, ditetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1436 H jatuh pada hari Selasa Pahing tanggal 15 September 2015. Tentunya dalam hal ini akan menunggu pengumuman Pemerintah RI cq.
Menteri Agama pada hari Ahad Kliwon tanggal 13 September 2015 petang, dalaml sidang isbat yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI. setelah mendengar hasil observasi rukyat hilal yang dilakukan di beberapa tempat pusat observasi hilal di wilayah Indonesia.
5. Kesimpulan/saran:
a. Adanya perbedaan Idul Adha th. 1436 H di Indonesia dan Arab Saudi, disebabkan adanya penetapan awal bulan Zulhijjah th. 1436H yang jatuh pada hari Selasa Pahing tgl 15 September 2015 yang didasarkan ikmal Zulqadah (30 hari) karena belum memenuhi kriteria imkan rukyah, sedangkan di Arab Saudi memungkinkan menetapkan tanggal 1 Zulhijjah 1436 H jatuh pada hari Senin Legi Pahing tgl 14 September 2015. Sehingga terjadi perbedaan pelaksanaan ‘Idul Adha tahun 1436 H, di mana di Makkah jatuh pada hari Rabu tanggal 23 September 2015, sedangkan di Indonesia ‘Idul Adha pada hari Kamis Legi tanggal 24 September 2015 M.
b. Di kalangan masyarakat Islam di Indonesia juga akan terjadi perbedaan Idul Adha 1436 H, ada yang akan ber’Idul Adha 1436 H pada hari Rabu tanggal 23 September 2015 dan yang akan ber ‘Idul Adha pada hari Kamis tanggal 24 September 2015.
c. Pendapat Syafi’iyah dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan jatuhnya 1 Zulhijjah Tahun 1435 H, dengan ikmal Zulqa’dah 30 hari, sejalan dengan kriteria imkan rukyat yang telah disepakati, dan fatwa MUI No. 2 tahun 2004.
d. Menyarankan kepada Bapak Menteri Agama RI untuk mengambil kebijakan dan kearifan serta konsisten dalam menetapkan keputusan tentang I Dzulhijjah 1436 H dan ‘Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1436 H.
Demikian diperbuat semoga bermanfaat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan 1 Dzulhijjah 1436 H / ‘Idul Adha th. 1436 H.
Wallahu a’lam, Nashrun minallahi wa fat hun qarib
Oleh: H. Arso
Penulis adalah Ketua Majelis Hisab dan Rukyah PB Al Washliyah.