HIMPUNAN Mahasiswa Al Washliyah atau disingkat Himmah adalah sebuah wadah organisasi perkumpulan para mahasiswa yang terjaring dari proses pengkaderan/ traning Himmah yang rutin di lakukan setiap tahunnya.
Asal kata Himmah di ambil dari bahasa arab yaitu hammum, himmatun yang artinya cita-cita atau tekat yang tinggi. Berdirinya sebuah organisasi kemahasiswaan dalam tubuh Al Washliyah bukanlah serta merta akan tetapi mempunyai dasar dan landasan yang kuat dengan berbagai kolerasi dan pertimbangan di antaranya, Pertama, adanya ide (gagasan) pembangunan universitas Al-Washliyah (UNIVA) pada tahun 1955 oleh Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah.
Kedua, adanya keputusan dari Kogres Muktamar Gerakan Pemuda Al Washliayah (GPA) 10-14 Maret 1956 di Jakarta. Salah satu hasil keputusanya adalah membangun Himpunan Mahasiswa Al Washliyah yang di singkat dengan Himmah. Ketiga, berdirinya Universitar Al Washliyah (UNIVA) pada 18 Mei 1958.
Untuk merealisaskan hasil keputusan Kogres GPA dan menyikapi dengan akan adanya pembangunan kampus UNIVA, maka ketua GPA saat itu Harun Amin menyatakana bahwa Al Washliyah memerlukan sebuah wadah barisan intelektual muda terpelajar dan tempatnya adalah di kampus dan mereka adalah mahasiswa sebagai tempat menampung ide, konsep, dan gagasan persoalan bangsa saat itu.
Rekam sejarah untuk melahirkan Himmah bukan didirikan oleh orang per orang melainkah di bidani oleh keputusan kogres GPA. Pendeklarasian Himmah dilakukan bertepatan dengan Muktamar Al Jam’iyatul Washliyah ke XI dan Kongres GPA ke VII di Medan pada tanggal 30 November 1959. Periode pertama (1959-1962) pucuk Pimpinan Pusat Himmah dijabat oleh H. Rivai Abdul Manaf selaku ketua umum dan di bantu oleh Yunus Karim selaku sekretari umum.
Perjuangan Himmah di Medan sangat melelahkan dan membutuhkan pengorbanan yang luar biasa yang tidak dapat dinilai dengan materi. Para kader Himmah yang terhimpun dalam Biro Dakwah Al Washliyah di Medan sering melakukan dakwah-dakwah di daerah-daerah pedalaman yang belum tersetuh pembangunan saat itu untuk meyiarkan dakwah Islam.
Usaha yang dilakukan oleh para pejuang kader Dakwah Himmah telah banyak menghasilkan manfaat, diantaranya banyak masyarakat pedalaman dan daerah terpencil yang beralih keyakinan dari kepercayaan sebelumnya untuk memeluk agama Islam. Buah dari perjuangan kader dakwan Himmah tahun 1970-an mendapat balasan yang setimpal dari Allah dan telah memetik hasil dari jerih payah yang selama ini dilakukan, sebagian besar dari mereka mendapat studi megisternya keluar negeri, Mesir Arab Saudi, Libia, Kuit, dan Bahdad dengan beasiswa yang di bantu oleh salah seorang ketua Dewan Dakwah Indonesia yaitu Muhammad Natsir yang ada di Sumatera Utara. (baca Bunga Rampai Al-Jam’iatul Washliyah).
Himmah di Sumatera utara sangat berkembang, hampir sebagian besar kampus yang ada di Medan saat itu seperti kampus UISU, USU dan Univa sendiri di dominasi oleh para kader Himmah yang aktif melakukan kegiatan-kegiatan dakwan dan amal sosial lainnya.
Seiring waktu yang kian berlanjut Himmah merambah ke Tanah Rencong tahun 1963 yang saat itu di amanatkan kepada Drs. H. A. Rahman Kaoy. Menurut keterangan Ayahanda Drs.H. A. Rahman Kaoy sebenarnya bukan beliau yang menjadi ketua, akan tetapi ada dua kader Himmah yang akan bertarung pada saat itu untuk menjadi Pimpinan Himmah di Aceh.
Kedua kader Himmah terbaik ini sangat berambisi untuk merebut pucuk pimpinan akan tetapi tidak ada hasil yang dicapai sehingga Ayahanda Drs.H.A. Rahman Kaoy (tokoh pendiri ISKADA Aceh) selaku orang tertua pada saat itu mengambil artenatif untuk mendudukkan keduanya sehingga nantinya diharapkan mampu melahirkan sebuah keputusan yang arif dan bijaksana. Di luar dugaan kedua calon ini menyatakan mengundurkan diri dan mereka telah sepakat untuk mengusung dan mengangkat Ayahanda Drs.H. A. Rahman Kaoy sebagai ketua dan pemimpin bahtera Himmah di Aceh pada saat itu.
Sungguh sangat tergugah dan tersentuh hati kita di awali dengan niat tulus ikhlas untuk menyatukan para bakal calon ketua Himmah tadi tanpa terniat Ayahanda Drs.H.A. Rahman Kaoy telah dipercayakan sebuah amanah dan terpilih menjadi ketua Himmah.
Kalau kita merujuk ke literatur Al Washliyah yang mempunyai makna sebagai “penghubung”, maka ini sebuah makna yang tidak tersirat. Niat yang tulus untuk meyatukan dua insan kader Himmah untuk tidak saling berdebat dan saling menyalahkan memberi makna Ayahnda Drs.H. A. Rahman Kaoy telah mampu menyatukan dan menjadi “penghubung” untuk meneruskan perjuangan Himmah di bumi Iskandar Muda.
Kader-kader seperti inilah yang harapkan ke depan yang mampu menyatukan setiap perdebatan dan perbedaan tidak saling tunding dan merasa benar sendiri dan benar-benar manjadi keluarga “Washliyah” untuk menyatukan ummat.
Semasa periode kepemimpinan Ayahanda Dra.H.A. Rahman Kaoy, Himmah mulai merintis toresan sejarahnya sedikit demi sedikit. Berbagia macam kegiatan dilakukan untuk memasyarakatkan Himmah ini di kalangan mahasiswa. Beliu merupakan salah satu mahasiswa di IAIN Ar Raniry (Sekarang UIN Ar Raniry) Banda Aceh mencoba memasukkan Himmah ini ke kampus sebagai langkah awal dan mendapat respon baik dari mahasiswa dan civitas akademik sehingga kemudian menjadi basis bagi Himmah di IAIN Ar Raniry dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.
Semasa kepemimpinan beliu banyak tokoh penting dan profesor yang telah dilahirkan di antaranya, Ayanhanda Kaoy Syah (alm), Ayahanda Ali Muhammad, Sulaiman Daudy, Td. Joesoef, Miswar Sulaiman, Ibrahimsyah Fansyury, Prof. Dr. Rusdi Ali Muhammad, MA, Prof. Dr. Fajid Wadjidi, MA, Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong, SH., M.Hum, Prof. Syahrizal Abbas, MA, Dr. Miswar Sulaiman, Bantasyam Badar, Bahtiar Td. Joesoef, dan banyak lagi yang telah berhasil meraih “cita-cita” Al Washliyah.
Tahun 1970 tampuk kepemimpinan Himmah di amanatkan kepada Usman TM yang di bantu oleh sekretaris Said Amir Jihad. Pada masa ini sangat sedikit informasi yang penulis dapatkan dan sampai sekarang penulis belum berjumpa langsung dengan beliu bagaimana sepak terjang Himmah pada saat tersebut sangat sedikit informasi yang didapatkan.
Periode berikutnya sampai dengan 1992, Himmah dipimpin Oleh Bachtiar Td. Joesoef dengan sekretarisnya Jamaluddin Hasballah. Periode kepemimpinan Bactiar TD. Joesoef telah banyak melahirkan tokoh-tokan berpengaruh seperti Mustafa A. Gelanggang (mantan Bupati Bireun), M. Gade Salam (Bupati Pidie Jaya), Bahrom M. Rasyid (mantan anggota DPRA dan sekarang anggota DPRK Pidie Jaya), Jamaluddin T. Muku (Anggota DPRA), Drs. Baharuddin, M.Si, Drs. Buyung Arifin, MM (PTPN I) yang dikaderkan di SMA Darussalam saat itu (SMA Negeri 5 Banda Aceh).
Himmah tahun 1980-an dan 1990-an, selanjutnya Himmah dipimpin oleh Muhammad Ubit sebagai ketua dan Haris Abdaly sebagai Sekretari Umum periode 1992-1995. Periode 1995-2001 Himmah dipimpin oleh Irhamna Yusra bersama Ridwan Mas, masa ini mengalami stagnasi dikarenakan konflik yang melanda Aceh.
Baru kemudia Yusra Jamali memimpin dua periode 2001-2006) bersama Ali Munardi dan 2006-2010 bersama Ikwanusufa. Periode ini Himmah dikenal sebagai laskar hijau yang amal bakti di seluruh pelosak Aceh.
Penulis- Sarul Mardianto
Sumber :
[1] Ismed Batubara. Historis Awal Himmah dan Dinamikanya dalam Potret Himmah Menyimak Sejarah, Gerakan, dan Identitas, 2007 Yayasan PeNA Banda Aceh., hlm 70.
[2] Dr. Al-Rasyidin, M.Ag. Kondisi Sosio-Politik Indonesia Menjelang Kelahiran Himmah dalam Potret Himmah Menyibak Sejarah, Gerakan dan Identitas, 2010 Yayasan PeNA Banda Aceh., hlm. 80-81.