Pertanyaan: Assalamu’alaikum Wrwbr … Apa hukumnya ketika melaksanakan ibadah Haji tiba-tiba Haid datang padahal saya sudah meminum obat anti Haid ternyata masih keluar juga. Lalu bagaimana saya dapat menyempurnakan Ibadah Haji tersebut dan rasanya saya tidak mungkin lagi dapat mengulangi ibadah Haji tersebut.
Jawaban:
Bagi wanita yang sehat sudah berumur dewasa (Baligh) memang sudah menjadi fitrah mendapat halangan atau kedatangan Haid. Maka tidak mengapa bagi wanita ketika dalam kondisi Haidh melaksanakan semua perkara yang berkaitan dengan ibadah Haji, seperti Wuquf di ‘Arafah, bermalam di Muzdalifah, Wuquf di Masy’aril Haram, Melempar Jumrat ‘Aqabah pada hari ‘Id, Menyembelih Alhadyu (Dam), memotong rambut dan melontar Jumrah.
Namun tidak diperbolehkan bagi orang yang Haid, Junub atau Nifas untuk melakukan Thawaf di Baitullah seperti Tawaf Ifadhah sedangkan Tawaf Ifadhah adalah salah satu diantara rukun Haji. Wajib melakukan Tawaf dan masuk Masjidl Haram dalam kondisi suci dari Hadas besar seperti Junub, Haidh atau Nifas.
Rasulullah Swt bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لأسماء بنت عميس : إصنعي ما يصنع الحاج غير ألا تطوفي بالبيت . (حديث صحيح)
Rasulullah Saw berkata kepada Asma’ binti ‘Umais (ketika sedang kedatangan Haid) : Kerjakanlah seluruh perkara yang ada dalam pelaksanaan ibadah Haji terkecuali Thawaf dibaitullah (Hadis Shahih) [Lihat P, 216-221, kitab Addin Walhaj ‘Alalmadzhab Alarba’ah, bittaqrizh Masyaikh Alazhar/1953 atau P: 2220-2222, Juz: 3, Alfiqhul Islami Wa-adillatuhu Prof.Dr. Wahbah Zuhaili].
Dari Hadis di atas Jumhur ulama Madzhab (Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal) sependapat tidak membolehkan orang yang berhadas seperti Haidh, Nifas atau Junub melaksanakan Thawaf. Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kondisi dharurat jika sudah berhenti darahnya mengalir dalam 1 atau 2 hari lalu dibersihkan dan mandi, maka boleh melakukan Thawaf, namun tetap harus dibalut agar tidak dikhawatirkan keluar kembali secara tiba-tiba yang menyebabkan dapat mengotori tempat ibadah.
Lantas bagaimana jika tiba-tiba kedatangan Haidh kembali, sedangkan kondisi waktu sangat sempit dan terbatas karena harus pulang ke negara masing-masing, sedangkan darah Haidh terus mengalir. Bagi wanita yang kondisinya sangat darurat seperti ini menurut Syekh Alimam Qadhi Alqudhat Najamuddin Abdurrahman bin Syamsuddin Ibrahim Albarizi Aljuhni (beliau bermadzhab Imam Syafi’i) , maka diperbolehkan mengambil pendapat Madzhab Imam Hanafi bahwa tidak menjadi Syarat dalam mengerjakan Thawaf dalam kondisi bersuci dan bernajis, maka sah Thawaf orang yang Haidh, Nifas dan Junub namun ia tetap berdosa melakukannya dan wajib ia membayar “Dam” atau menyembelih Alhadyu yaitu menyembelih unta yang berumur 5 tahun mendekati umur 6 tahun atau menyembelih lembu/sapi yang sudah berusia 2 tahun yang mendekati umur 3 tahun.
Tidak boleh melakukan Thawaf bagi wanita yang sedang Haidh atau Nifas kecuali dalam keadaan terpaksa. Maka jika darah Haidh masih terus mengalir wajib benar-benar dibalut memakai pembalut (softek) yang terjamin tidak mengotori tempat ibadah.
Wallahua’lam bisshawab.
KH. Ovied.R
Wakil Ketua-I Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020. Sekretaris Majelis Masyaikh Dewan Fatwa Al Washliyah Periode 2015-2020, Guru Tafsir Alqur’an/Fikih Perbandingan Madzhab Majelis Ta’lim Jakarta & Direktur Lembaga Riset Arab dan Timur Tengah [di Malaysia] Hp: 0813.824.972.35. Email: buyaovied_muipusat@yahoo.com