JAKARTA – Pengurus Besar Al Washliyah mendukung usulan penetapan Hari Santri setiap tanggal 22 Oktober. Dukungan tersebut disampaikan PB Al Washliyah dalam acara FGD yang diadakan Kemenag di Bogor, Jawa Barat pada 15 Agustus.
Dalam FGD itu, Al Washliyah yang dihadiri Sekjend PB Al Washliyah Masyhuril Khamis mengatakan bahwa para pendiri Al Washliyah juga merupakan santri. “Saya katakan dalam FGD itu bahwa para pendiri Al Washliyah merupaka santri,” kata Khamis saat ditemui di kantor PB Al Washliyah di Rawasari, Jakarta.
Namun terminologi santri yang dimaksud oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia yang menganggap santri itu harus tinggal di pesantren berbeda dengan di Sumatera Utara.
Para pendiri Al Washliyah menimba ilmu di madrasah/maktab dan pulang ke rumahnya masing-masing. “Para pendiri Al Washliyah itu santri namun mereka tidak tinggal di madrasah. Mereka pulang ke rumahnya dan langsung mengabdi kepada masyarakat,” jelas Sekjen PB Al Washliyah tersebut. Sehingga Al Washliyah menurutnya sangat mendukung bila setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri.
Ditambahkan Khamis, Hari Santri bagi Al Washliyah memiliki makna hari penghormatan bagi jasa pejuang pendiri negeri ini. “Terutama yang berasal dari pelajar-pelajar madrasah yang di Jawa disebut dengan santri,” ungkapnya.
Mereka menurut salah satu da’i Al Washliyah itu adalah pejuang kemerdekaan tapi tidak dijadikan pahlawan nasional. Al Washliyah mendorong sebagai Hari Santri untuk menghormati Pahlawan Islam yang berasal dari kalangan santri.
(mrl)