JAKARTA – Sebagian besar masyarakat di Indonesia memilih membersihkan diri di sungai-sungai dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dan awal Syawal. Tidak terkecuali dengan masyarakat muslim Batak yang mempunyai tradisi Marpangir.
Sehari sebelum Ramadhan dan sore hari menjelang takbiran Idul Fitri, mereka membasuh seluruh tubuh dengan air rebusan rempah-rempah. Warga memilih melakukannya di lokasi-lokasi pemandian alam dan juga di rumah masing-masing.
Marpangir berasal dari kata pangir yaitu ramuan dari bahan-bahan alami yang digunakan untuk membersihkan rambut (keramas). Ramuannya terdiri dari limau atau jeruk nipis, daun pandan, bunga pinang dan diilengkapi juga dengan bunga mawar, bunga kenanga, dan akar wangi.
Bahan-bahan ini direndam di dalam air (ada juga yang direbus) untuk memperoleh wangi-wangian yang khas yang akan digunakan dalam ritual mandi pangir.
Sejarawan Melayu, Tengku Luckman Sinar, mengatakan tradisi mandi menggunakan bahan-bahan rempah ini sudah ada sejak jaman pra-Islam. Hingga kini sebagian besar masyarakat masih mempraktekkan ritual mandi tersebut dengan tujuan menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Tujuan utama Marpangir adalah membersihkan diri sebelum melaksanakan ibadah puasa, sehingga ketika mengerjakan ibadah suci tersebut badan, hati, dan pikiran telah bersih.
Tokoh muda Al Washliyah, Affan Rangkuti juga menjelaskan bahwa marpangir adalah budaya turun menurun masyatakat Batak Mandailing, perlu dijaga dan dilestarikan.
“Saya dulu diajarkan budaya ini oleh orangtua, dan sampai sekarangpun masih dilakukan, baik awal memasuki Ramadhan maupun menjelang takbiran Idul Fitri,” kata Affan Rangkuti di Gedung Kementerian Agama Lapangan Banteng Jakarta Pusat, Selasa (14/07)
Lanjut Affan, “Ini budaya baik, karena prinsipnya adalah mewangikan seluruh tubuh. Jadi budaya yang baik ya seyogyanya dapat diteruskan. Karena ada beban moral, jika seseorang tak berpuasa, maka akan malu dia melakukan mandi pangir ini.”
(mrl)