JAKARTA – Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Al Jam`iyatul Washliyah (PB Al Washliyah), H.Masyhuril Khamis, berpendapat membaca Al Qur`an dengan langgam Jawa menimbulkan kontroversi.
“Kami meminta siapa pun jangan melakukan hal-hal yang bisa membuat kontroversi, sebab umat ini perlu perbaikan. Bukan pembaharuan-pembaharuan,” jelas Masyhuril Khamis ketika diminta tanggapannya seputar pro-kontra membaca Al Qur`an dengan langgam Jawa, pada acara Isra Mikraj Nabi Besar Muhammad SAW di Istana Negara, beberapa hari lalu.
Membaca Al Qur`an, menurut Sekjen PB Al Washliyah ini, haruslah tartil, fasih, sesuai tajwid yang sudah disepakati ulama. Membaca Al Qur`an haruslah dengan suara yang indah, tanpa ada unsur ria, unsur menonjolkan diri atau golongan. Sebab Al Qur`an itu adalah Kalam Allah. Karena pembaca dan pendengarnya haruslah mendapatkan manfaat dari tilawah itu.
“Oleh karena hal baru dipublikasikan, maka akan ada kekagetan terhadap siapapun, namun kita memandangnya harus dalam semua aspek, sehingga fatwa hukumnya lebih kongkrit.”
Masyhuril Khamis saat dihubungi, Selasa (19/5/2015) masih berada di Selangor, Malaysia. Tidak menafikan bahwa ada yang menentang (Baca Al Qur`an dengan langgam Jawa-red), ada yang masih bisa menerima, tapi ada juga yang kedua-duanya.
Artinya, kata Masyhuril Khamis, bila dikaitkan dengan aspek dakwah untuk suku tertentu dan itu diyakini membawa pengaruh positif tentu dipandang bisa diterima. Tapi bagaimanapun syiar itu tidak hanya untuk satu suku tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya kembalilah pada tata cara baca Al Qur`an yang sudah ada ghina atau lagu yang telah difahami masyarakat dunia, agar nilai-nila syiar tersebut universal.
HENTIKAN
Dr.Ahmad Annuri MA, menanggapi bacaan Al-Qur’an pada saat acara Isra Mikraj di Istana Negara.
Artinya: Bacalah Al-Quran dgn lagu & suara orang Arab. Jauhilah lagu/irama Ahlul Kitab & orang2 Fasiq. Nanti akan ada orang datang setelahku orang yang membaca Al-Quran seperti menyanyi & melenguh, tidak melampaui tenggorokan mereka. Hati mereka tertimpa fitnah, juga hati orang-orang yang mengaguminya” (HR. Tarmidzi).
Cara baca Al-Qur’an seperti yang dilakukan di Istana Negara saat acara Isra Mikrajtidak boleh terjadi lagi dan harus dihentikan karena :
1.Kakalluf. (Memaksakan untuk meniru lagu yang tidak lazim untuk baca Al-Qur’an) & yang paling fatal ketika ada kesalahan niat. Yaitu merasa perlu menonjolkan citra rasa lagu kenusantaraan atau keindonesiaan dalam membaca Al-Qur’an. membangun sikap Hubbul Wathoniyyah yang salah, seolah bahwa lagu Nusantara untuk baca Qur’an adalah sesuatu yang layak & sah-sah saja. Sementara cara baca Al-Qur’an seperti itu akan merusak kelaziman.
Muncul sebuah pertanyaan, Bagaimana kalau lagu kebangsaan Indonesia saat acara kenegaraan diganti dengan langgam/Irama suku Jawa atau suku yang Lain? Apakah orang Indonesia terima?
2. Karena madhorotnya lebih besar dari pada manfaatnya.. coba bayangkan.. bagamana bunyi Aminnya makmum, kalo bacaan Fatihah Imam sholat, lagu fatihahnya pake lagu Jawa atau suku yang lain?
3. Cara baca Al-Qur’an dgn lagu Nusantara akan cenderung merusak kaidah dan Riwayat bacaan Al-Qur’an.
4. Cara baca Al-Qur’an seperti itu adalah bentuk Liberalisai Agama khususnya tentang tata cara baca Al-Qur’an.
Wallohu a’lam.
(*/esbeem)