JAKARTA – Pengurus Besar Aljam`iyatul Washliyah menyambut baik penyetopan pengiriman pembantu rumahtangga ke 21 negara di kawasan Timur Tengah. Hal ini akan akan berdampak kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga kerja Indonesia (TKI) di dalam dan luar negeri.
“Saya mengapresiasi kebijakan pemerintah menghentikan dan melarang penempatan pembantu rumahtangga ke 21 negara di Timur Tengah. Saya berharap kebijakan ini juga berlaku di seluruh dunia, tidak hanya di Timur Tengah doang,” kata H.Syamsir Bastian Munthe, Sekretaris PB Al Washliyah, kepada pers di Jakarta, Senin (4/5/2015).
Syamsir berharap dunia internasional harus memperhitungkan keberadaan Indonesia. Bukan karena pengiriman pembantu rumah tangganya, tapi karena kemampuan khusus TKI. “TKI yang dikirim ke luar negeri telah memiliki kemampuan (skill) yang tidak kalah dengan tenaga kerja dari negara luar. Indonesia harus memacu diri untuk menyiapkan TKI yang berkualitas dunia internasional.”
Pengiriman pembantu ke luar negeri, menurut Syamsir, rawan tindak kriminal dan kekerasan. Karena itu, dia sependapat dengan pemerintah yang meyetop pengiriman pembantu rumah tangga. Sebaiknya yang dikirim itu memiliki pendidikan yang cukup dan bergelar akademik. “Tidak hanya mengandalkan otot, tapi mengandalkan otak. Banyak sumber daya manusia di dalam negeri memiliki kemampuan yang layak untuk pasaran dunia internasional.”
Sebagai mana diberitakan, penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) pekerja rumah tangga ke 21 negara di Timur Tengah dihentikan dan dilarang oleh pemerintah.
“Itu berarti seluruh pengiriman dan penempatan TKI PRT ke-21 negara Timur Tengah adalah terlarang dan masuk kategori tindak pidana trafficking (perdagangan orang), ” kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri saat memaparkan roadmap penempatan TKI di Jakarta.
Pemerintah, lanjutnya, juga memperketat penempatan TKI pekerja rumah tangga ke negara-negara Asia Pasific.
Pelarangan dan penempatan TKI ke Timur Tengah ini diambil mengingat kondisi penempatan TKI ke negara tersebut didominasi oleh perempuan, dan maraknya pelanggaran serta kasus trafficking.
“Kebijakan ini juga berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada Februari 2015 yang meminta agar penempatan TKI PRT dihentikan,” jelas Hanif.
Alasan lain kenapa penempatan TKI ke Timur Tengah dihentikan atau ditutup adalah karena masih berlakunya sistem ‘kafalah’ yang menyebabkan posisi tawar TKI lemah dihadapan majikan.
Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.
Standar gaji yang diberikan, lanjut Menaker, juga relatif rendah yaitu berkisar Rp2,7 – Rp3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan UMP DKI yang Rp2,7 juta dan lebih rendah dari UMSK Bekasi yang Rp3,2 juta/bulan.
“Ini juga berdasarkan rekomendasi dari sejumlah duta besar di negara Timur Tengah yang minta agar penempatan TKI PRT dihentikan,” ujar Hanif. “Alasan terpenting adalah karena belum adanya regulasi ketenagakerjaan yang baku yang mengikat dinegara-tersebut sehingga merugikan TKI.”
Dengan keluarnya kebijakan tersebut, negara-negara yang semula diberlakukan moratorium TKI-PRT seperti di Kuwait, Yordania, Suriah, Saudi Arabia, UEA, Qatar resmi dihentikan dan untuk negara-negara lainnya dinyatakan dilarang.
“TKI yang masih terikat kontrak dapat melanjutkan kontrak kerja sampai selesai dan TKI yang memperpanjang kontrak dapat memperpanjang kontrak sesuai prosedur. Bagi TKI yang selesai kontrak dan ingin pulang, dapat pulang secara mandiri,” kata Hanif.
Bagi calon TKI dan PPTKIS yang terkena imbas kebijakan ini, Menaker mengatakan pemerintah akan memberikan peningkatan peluang kerja dalam negeri melalui skema pemberian insentif bagi industri padat karya, insentif pelatihan kewirausahaan di kantong-kantong TKI Timur Tengah, peningkatan kompetensi dan sertifikasi bagi TKI eks Timur Tengah di BLK pemerintah maupun swasta.
“Calon TKI/TKI dan PPTKIS Timur Tengah bisa menggeser tujuan ke Asia Pasific dengan insentif pemerintah untuk pembinaan dan peningkatan kapasitas, bantuan pelatihan kerja, sertifikasi serta peningkatan kompetensi untuk berbagai profesi dan melakukan MoU perluasan kesempatan kerja formal di luar negeri serta perbaikan perlindungan,” kata Menaker.
(poskotanews.com/esbeem)