JAKARTA – Gerakan Islamphobia belakangan ini kian kentara. Terutama gerakan yang dilakukan. Telah sama-sama diketahui, pemerintah tidak segan-segan menghambat dan mengecap gerakan Islam itu dengan sebutan teroris dan radikal. Sementara kriteria radikal belum dirumuskan secara jelas. Selama ini terminologi radikal hanya ditafsirkan menurut seleranya. Hal ini yang menjadikan umat Islam berpikir pemerintah sedang mendengungkan Islamphobia.
Menurut Mantan Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Al Washliyah Ridwan Nazar Tanjung, gerakan Islamphobia sangat jelas. Beberapa waktu belakangan ini kita dikejutkan dengan pelarangan keluar negeri bagai warga Indonesia yang bernama Islam. Imigrasi telah membuat mesin pendeteksi pelarangan keluar negeri bagi nama Muhammad dan Ali. “Islamphobia semakin kencang. Imigrasi mencurigai nama-nama yang berbau Islam yang akan bepergian ke luar negeri,” katanya di Jakarta.
Kecurigaan itu akan semakin tinggi bila seseorang hendak berangkat ke Timur Tengah. “Mereka akan dipandang berpotensi gabung ke ISIS,” imbuhnya. Ditambah lagi dengan keputusan Kementerian Kominfo memblokir situs-situs berita Islam tanpa melakukan seleksi. “Semua alasannya pencegahan radikalisme, tapi kriteria radikalisme masih sebatas tafsir menurut selera masing-masing,” terangnya.
Melihat kondisi ini, Ridwan Nazar mengusulkan kepada pengurus Al Washliyah yang akan mengadakan muktamar untuk merumuskan apa itu radikalisme. Hal ini penting agar tidak ada lagi tafsir subyektif terhadap terminologi radikal.
(mrl)